Pendidikan Karakter dalam Serat Tripama

Niken Adaruyung D.K, S.Pd Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 2 Kota Tegal
Niken Adaruyung D.K, S.Pd Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 2 Kota Tegal

Pembelajaran saat sekarang ini lebih memfokuskan pada pendidikan karakter. Pelajar SMA saat ini masih sangat membutuhkan sosok yang dapat menjadi panutan dalam diri mereka. Dalam pembelajaran Bahasa Jawa di kelas XII SMA Negeri 2 Tegal semester 2, anak diberikan materi tentang keteladanan tiga kesatria pewayangan dari serat Tripama yang patut mereka contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Serat Tripama menurut Hendri, Dimas. 2008. Serat Tripama, merupakan karya sastra berbentuk tembang Dhandanggula yang berjumlah tujuh bait. Serat Tripama muncul pada zaman Mangkunegaran, diciptakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (KGPAA Mangkunegara IV) di Surakarta. Tripama diterbitkan pertama kali dalam kumpulan karya Mangkunegara IV, jilid III (1927). Serat tripama berisi ajaran keprajuritan, tiga tokoh pawayangaan yang ditampilkan sebagai teladan keprajuritan, yaitu Patih Suwanda, Raden Kumbakarna, dan Raden Basukarna/Adipati Karno.

Serat ini diperkirakan ditulis pada tahun 1860-an dengan tujuan agar dijadikan sebagai panutan dan sumber inspirasi untuk diambil teladan, tidak hanya bagi prajurit tetapi juga para pemimpin maupun masyarakat agar mampu melaksanakan tugas sesuai peran dan garisnya masing-masing.

Dua bait pertama mengisahkan tentang Bambang Sumantri yang bergelar Patih Suwanda yang merupakan patih raja Arjuna Sastrabahu (Maespati), ia merupakan contoh abdi yang sangat setia dan teguh dalam menjalankan tugas yang diembankan kepadanya untuk memboyong putri (Citranggada) dan 800 pengiringnya. Dalam syair diatas kita dapat mengemukakan tiga sifat keprajuritan patih suwanda.


Baca juga:  Siswa SD Kritisi Buku Pelajara, Fenomena Kelas di Era Milenial

Pertama sifat Guna: artinya ahli, pandai dan trampil dalam mengabdi kepada bangsa dan negara, Patih Suwanda selalu membekali diri dengan ilmu dan ketrampilan. Apapun yang ditugaskan kepadanya pasti diselesaikan dengan sempurna, hingga meraih kesuksesan. Kesuksesan tanpa didasari rasa ikhlas maka apapun yang dikerjakan tidaklah akan menghasilkan secara maksimal. Kedua sifat Kaya: saat patih suwanda diutus raja, dan berhasil. Dia kembali dengan membawa harta hasil rampasan perang. Akan tetapi, hasil rampasan itu tidak dipergunakan sendiri tapi diserahkan kepada negara. Disini memberi contoh kepada kita untuk bisa mengendalikan diri untuk tidak mengambil sesuatu yangbukan miliknya atau memberi sesuatu yang bukan haknya. Sekalipun bisa saja beliau mengambil harta tersebut untuk kepentingan sendiri, tetapi tidak dilakukan karena merasa bahawa kesuksesan apabila bukan karena bantuan negara belum tentu bisa berhasil meraih kemenangan. Dan ketiga sifat Purun : artinya pemberani, suwanda selalu tampil dengan semangat menyala-nyala tanpa pamrih. Apapun yang diperintahkan oleh atasannya, dia tidak menolak ataupun membantah. Hal ini tampak nyata ketika dia diminta menghadapi Ratu negara Alengka yaitu Dasamuka dengan mempertaruhkan nyawanya.

Baca juga:  Gunakan Kartu Huruf Pembelajaran ATG Membaca Meningkat

Dua bait berikutnya mengisahkan tentang Raden Kumbakarna seorang raksasa yang merupakan adik dari Prabu Dasamuka (Rahwana) dari Alengka. Ia merupakan sosok yang memiliki jiwa kesatria serta semangat cinta tanah air. Saat Alengka diserang oleh tentara kera, kumbakarna turut maju, bukan untuk membantu kakaknya yang bersalah melainkan untuk maju sebagai seorang kesatria yang berusaha membela dan mempertahankan tanah kelahiran dan tanah peninggalan leluhurnya. Dan pada akhirnya ia pun gugur dimedan perang.

Bait ke 5 dan 6 berkisah tentang (Suryaputra) Adipati Karna. Siapa yang tak mengenal sisi fenomenal Adipati Karna. Adipati Karna dicatat sebagai menantu yang tak terlalu berbakti pada mertuanya, Prabu Salya. Yang paling dilematis adalah ketika Kunti, ibu kandungnya, memintanya untuk bergabung dalam barisan perang Pandawa. Adipati Karna menolak. Ia memilih bertarung dengan Arjuna, adik seibu yang seimbang kepiawaiannya dalam memanah. Ia berutang budi pada Duryudana dan telah bersumpah untuk membalas persaudaraan itu dengan sebuah loyalitas dan memegang teguh janjinya sebagi sumpah setia untuk membalas budi prabu Kurupati. Dan loyalitas itu ia buktikan hingga hembusan nafas terakhirnya. Nilai itulah yang dalam Tripama dituliskan untuk dapat menjadi inspirasi bagi para pembacanya.

Baca juga:  “Gaspokmemosel” Tingkatkan Prestasi Belajar IPA

Bait terakhit berisi bahwa tiga tokoh tersebut merupakan tokoh yang patut diteladan bagi orang jawa, yang perlu diambil jasa bakti serta keteladanannya untuk mencapai keutamaan dan kemuliaan. Makna filosofi yang terkandung dalam Serat Tripama Serat Tripama mengandung konsep bela negara yang tertuang dalam setiap syairnya. Ajaran tentang cinta tanah air demi kepentingan bangsa dan negara. Bahwa kepentingan bangsa dan negara haruslah diutamakan diatas kepentingan pribadi.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yang patut dicontoh dari ketiganya adalah, bahwa sebagai pelajar kita haruslah memiliki sifat berguna bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan; bela negara dan mau membalas budi kepada siapa saja yang memberi perubahan dalam kehidupannya.

Niken Adaruyung D.K, S.Pd
Guru Bahasa Jawa SMA Negeri 2 Kota Tegal