Pendidikan dan pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses optimalisasi potensi anak ke arah pencapaian kemampuan tertentu sebagai standar atau output hasil belajar, sesuai dengan tugas pertumbuhan dan perkembangannya, yang terefleksikan dalam bentuk pemilikan life skill. Belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar (siswa), namun pada kenyataannya dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa tidak banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan, serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi proses pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, termasuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah pertama akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar yaitu meletakkan dasar yang dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, di samping kemauan dan kemampuan untuk belajar terus-menerus. Apalagi kurikulum yang saat ini digunakan adalah kurikulum 2013 yang diharapkan siswa dapat secara aktif untuk melaksanakan pembelajaran.
Fisika sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika mempelajari tentang kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran, penyajian secara matematis, berdasarkan peraturan-peraturan umum. Sebagian besar gejala Fisika dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, seharusnya mata pelajaran ini menarik dan menyenangkan untuk dipelajari.
Pembelajaran IPA atau juga disebut pembelajaran Sains, menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung, dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses. Dalam hal ini siswa perlu dibantu untuk mengembangkan sejumlah ketrampilan proses untuk memahami perilaku atau gejala alam. Ketrampilan proses ini meliputi ketrampilan mengamati dengan indera, ketrampilan menggunakan alat dan bahan, merencanakan eksperimen, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan, menafsirkan data, dan mengkomunikasikan hasil temuan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah. Pada prinsipnya pelajaran Sains membekali siswa dengan kemampuan untuk “mengetahui” dan “mengerjakan”, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami secara mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu strategi pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran Sains tersebut, salah satunya yaitu menggunakan pendekatan ketrampilan proses.
Pendekatan ketrampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau panutan pengembangan ketrampilan-ketrampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Dengan mengembangkan ketrampilan memperoleh konsep melalui proses belajar, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, ketrampilan-ketrampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh irama gerak, atau tindakan dalam proses belajar-mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif. Inilah yang dimaksudkan dengan pendekatan proses. Adapun pelaksanaan di sekolah dapat dilakukan dengan kegiatan praktik menggunakan alat peraga atau alat pelajaran, sehingga siswa dapat secara aktif mengamati dan menyimpulkan sendiri hal-hal yang dipelajari.
Desika Putri Nuswantara, S.Pd
SMP Negeri 1 Jatipurno