JATENGPOS.CO.ID, – LITERASI SAINS (science literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu Literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf atau berpendidikan) dan Scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. Menurut C.E de Boer(1991),orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart Hurt dari Stanford University. Menurut Hurt, science literacy berarti tindakan memahami sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.
Literasi sains di Indonesia mulai diperkenalkan pada tahun 1993 melalui undangan UNESCO untuk mengikuti International forum on science and technological literacy for all in Paris danrealisasinya diselenggarakan workshop onscientific and technological literacy for allin Asia and Pacific di Tokyo. Literasi sains diterapkan pada Kurikulum 2013 melalui kegiatan inkuiri dan pendekatan ilmiah (scientific approach). (Pertiwi et al.,2018).
Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, mengkomunikasikan sains (secara lisan dan tulisan), serta menerapkan pengetahuan sains untuk memecahkan setiap masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil setiap keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains (Toharudin et al., 2011).
Menurut Rizkita et al dalam Sari et al (2017) menyatakan bahwakemampuan literasi sains dapat didefinisikansebagai kemampuan individu untuk dapat mengidentifikasi yang termasuk fakta sains,menggunakan metode penyelidikan yang sesuai, untuk memperoleh bukti-bukti ilmiah yang dibutuhkan serta kemampuan untuk menganalisis dan menginterpretasikan bukti –bukti tersebut sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang berarti. Penerapan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan literasi sains peserta didik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan literasi sains peserta didik. Salah satu pembelajaran yang menjadi bahan pembahasan menarik bagi para pendidik seiring dengan diterapkannya Kurikulum 2013 adalah pembelajaran saintifik. Aktivitas dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific approach) merupakan aktivitas yang dirancang untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir sehingga dapat mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik (Majid dan Rochman, 2014).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik mengajak peserta didik untuk mengamati berbagai fenomena yang akrab dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. melalui proses pengamatan ini peserta didikdiharapkan dapat menemukan masalah yangberhubungan dengan konsep pengetahuan yang akan dipelajarinya.Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan kelompok untuk mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, mencari data, melakukan percobaan, merumuskan solusi dan menentukan solusi terbaik untuk kondisi dari permasalahan.
Pembelajaran saintifik memungkinkan peserta didik untuk menemukan keterkaitan dan menikmati pengetahuan mereka, meningkatkan kapasitas kreatif dan tanggung jawab mereka dalam menyelesaikan masalah dunia nyata. Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan literasi sains peserta didik pun akan terbangun dengan sendirinya dan akan berkembang selama proses pembelajaran berlangsung (Asyhari dan Hartati, 2015).
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikianrupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atauprinsip yang “ditemukan”.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan saintifik, meliputi lima langkah, yaitu : Mengamati, Menanya, Mengumpulkan data, Mengasosiasi dan Mengkomunikasikan (Sufairoh, 2016).
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu. Peserta didik di dorong agar mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja, proses pembelajaran diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil sebuah keputusan), bukan berpikir mekanistis (rutinitas dengan hanya mendengarkan dan menghafal semata). (Majid dan Rochman, 2014).
Sementara itu menurut Sudarwan, 2013) pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada peserta didik untuk mengetahui, memahami, mempraktikkan
Apa yang sedang dipelajari secara ilmiah.
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran diajarkan agar peserta didik pencari tahu dariberbagai sumber melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
Pendekatan ilmiah ini diterapkan untuk memberikan ruang lebih pada peserta didik dalammembangun kemandirian belajar serta mengoptimalkan potensi kecerdasan yang dimiliki. Peserta didik diminta untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan, pemahaman, serta skill dari proses belajar yang dilakukan, sedangkan tenaga pendidik mengarahkan serta memberikan penguatan dan pengayaan tentang apa yang dipelajari bersama peserta didik (Musfiqon dan Nurdyansyah, 2015).
Melalui pendekatan scientific approach yang tepat dalam proses pembelajaran, diharapkan akan memperkuat literasi sains peserta didik, karena literasi sains penting untuk dikuasai peserta didik dalam kaitannya dengan cara peserta didik memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi serta masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat tergantung pada IPTEK.
Sumardi, S.Pd
Guru Biologi SMA Muhammadiyah
Wonosobo