Perbedaan Model PBL Berbasis Potensi Lokal Terhadap Literasi Sains

Desika Putri Nuswantara, S.Pd SMP Negeri 1 Jatipurno
Desika Putri Nuswantara, S.Pd SMP Negeri 1 Jatipurno

JATENGPOS.CO.ID, – Hampir seluruh sekolah di Indonesia telah melaksanakan Kurikulum 2013. Dalam setiap sekolah terdapat  laboratorium IPA yang memiliki peralatan yang dapat menunjang kegiatan praktikum. Beberapa siswa menganggap biologi merupakan mata pelajaran dalam kategori susah. Siswa berasumsi bahwa biologi identik dengan menghafalkan nama-nama latin. Fakta lain adalah proses belajar mengajar umumnya didominasi oleh guru, sehingga mayoritas siswa bersifat pasif dan menunggu sajian materi dari guru. Kegiatan membaca hanya dilakukan siswa ketika guru memberi instruksi untuk membaca literatur. Secara umum belum ada dorongan dan motivasi dari siswa untuk membaca buku di perpustakaan. Siswa tidak terbiasa mengintegrasikan konsep yang mereka peroleh pada saat proses belajar nmengajar dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh kecil saja, sebagian siswa tidak mematikan kipas angin saat meninggalkan ruang kelas dan masih banyak siswa yang menaruh sampah di laci, koridor dan sela-sela meja.

Baca juga:  Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Mulsa Organik pada Budidaya Cabai di Lahan Kering

Model yang diduga tepat adalah Problem-Based Learning(PBL) berbasis potensi lokal. Santyasa dalam Susapti (2009) menyebutkan salah satu contoh model pembelajaran berbasis alam adalah Problem-Based Learning(PBL). Proses pembelajaran lebih bermakna jika siswa terlibat pada pengamatan langsung pada lingkungan di sekitar sekolah maupun luar sekolah. Siswa memperoleh pengalaman nyata dan dapat memadukan antara teori dengan kondisi nyata yang ada di lapangan, sehingga melekat kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa (long termmemory). Optimalisasi penggunaan model Problem-Based Learning(PBL) berbasis potensi lokal diharapkan mampu meningkatkan kemampuan literasi sains dan sikap kepedulian lingkungan.

Pendekatan berbasis masalah ada dua versi. Versi yang pertama adalah siswa memunculkan masalah, dapat mengumpulkan data, menyusun data dan menyusun pertanyaan yang mengarah pada pemecahan masalah. Versi kedua, guru memunculkan masalah dan siswa merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan dalam menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk. Model Problem-Based Learning(PBL) berbasis potensi lokal diawali dengan tahapan mengorientasikan siswa pada masalah.

Baca juga:  Peran Kepala Sekolah, Tingkatkan Mutu Pendidikan

Tahapan kedua adalah mengorganisikan siswa untuk melakukan penyelidikan. Kebanyakan situasi penyelidikan berdasarkan masalah melibatkan pengumpulan data, eksperimen, pengembangan hipotesis dan analisis soal. Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen dengan kognitif, sosial, ataupun jenis kelamin. Tahap ini melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan literasi sains pada aspek menilai informasi yang layak diterima maupun tidak.

iklan

Tahapan ketiga dari model PBL, yaitu membantu investigasi siswa secara mandiri dan kelompok. Penyelidikan yang dilakukan secara mandiri dalam kelompok kecil dalam rangka untuk menemukan solusi pemecahan masalah. Kegiatan penyelidikan meliputi proses pengumpulan data dan sumber informasi, perumusan hipotesis, pengujian serta memberi solusi. Siswa dapat mencari informasi dengan cara wawancara langsung.

Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang telah disusun dengan kelompoknya, setelah melakukan penyelidikan. Hasil karya tersebut berupa laporan yang dituliskan di dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) kemudian dipresentasikan secara oral atau menggunakan media elektronik. Tahapan ini dapat mengembangkan aspek literasi sains berupa representasi data dalam grafik atau sebaliknya, statistik dasar dan memecahkan masalah menggunakan ketrampilan kuantitatif.

Baca juga:  Gerakan Sekolah Searah,Tingkatkan Mutu Sekolah

Tahap terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yaitu siswa melakukan kegiatan analisis dan mengevaluasi proses berpikir dari penyelidikan sampai dengan penemuan solusi.

Relevansi pendidikan keunggulan lokal dengan dunia nyata mendorong terbentuknya aplikasi praktis pada pembelajaran kontekstual biologi. Oleh karena itu, pembelajaran biologi harus memuat pengetahuan dan sikap positif tentang potensi lokal setempatsehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar dan mengembangkan ketrampilan sesuai potensi lokal. Biologi berperan dalam mengembangkan potensi sumber daya lokal dan membelajarkan tentang bagaimana pemanfaatan dan pelesetariannya.

Desika Putri Nuswantara, S.Pd
SMP Negeri 1 Jatipurno
iklan