Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Walau materi yang diajarkan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, namun pada kenyataannya hasil belajar mata pelajaran IPA kurang memuaskan. Hampir setiap tahun nilai IPA lebih rendah dibandingkan dua mata pelajaran lainnya. Materi yang cukup kompleks membuat guru harus pintar mencari solusi dalam pembelajaran. Banyaknya materi yang harus dipelajari juga menjadi sebab kurang maksimalnya kemampuan siswa dalam menyerap dan menguasai materi pelajaran. Selain itu siswa juga cenderung menyepelekan mata pelajaran IPA karena dinilai kurang bermanfaat dalam keseharian dibandingkan matematika.
Kondisi tersebut juga terjadi di SD Negeri Kebondalem Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung. Bagaimana cara mengatasinya?. Guru dapat menggunakan strategi, metode, model ataupun media pembelajaran yang sesuai. Guru memilih menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga permainan “kuartet“. Arsyad (2013: 10) menyampaikan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaiakan pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar. Lebih lanjut Gagne dan Briggs (1975) dalam Arsyad (2013: 4) secara eksplisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dari kedua pengertian tersebut media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaraan.
Alat ini dapat berupa alat-alat grafis, visual, elektronis dan audio yang digunakan untuk mempermudah informasi yang disampaikan kepada siswa. Jadi, secara umum bisa diartikan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Yaitu segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada siswa.
Permainan “kuartet” dalam mata pelajaran IPA menggunakan seperangkat kartu dengan beberapa karakter yang berbeda. Misal guru ingin menyampaikan tentang kompetensi dasar mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia, guru harus membuat kartu sejumlah tiga puluh dua sampai empat puluh kartu yang mewakili delapan sampai sepuluh karakter. Kartu-kartu tersebut berisi tentang materi dalam kompetensi dasar yang disampaikan. Guru menjelaskan terlebih dahulu cara bermain kuartet. Selanjutnya siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil . siswa mempraktekkan permainan kuartet secara berulang –ulang. Pada akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi dan bersama siswa membuat kesimpulan tentang materi yang dibahas.
Permainan kuartet dipilih karena bisa diterapkan dalam berbagai materi pokok dalam pelajaran IPA. Selain itu, anak-anak usia SD masih berada pada masa bermain. Siswa cepat paham permainan tersebut. Mereka belajar banyak pengetahuan dari satu paket “kuartet” ke paket lainnya. Siswa tampak asyik bermain, berbicara, menganalisis, menghafal dan mengimajinasikan gambar. Mereka belajar namun merasa sedang bermain karena suasana pembelajaran yang mengasyikkan berbeda dari pembelajaran konvensional yang monoton dan membosankan. Melalui aktivitas tersebut pengetahuan yang diperoleh siswa akan lebih terpatri. Siswapun lebih semangat dalam belajar.
Dalam pembelajaran itu, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam membuat karakter-karakter kartu “kuartet” yang menarik. Kemampuan guru dalam membuat alat peraga juga turut berperan dalam keberhasilan pembelajaran. Pembelajaran IPA dengan permainan “kuartet” ini ternyata memberikan hasil yang positif di sekolah. Siswa lebih aktif dan bersemangat, keterampilan berpikir mereka pun meningkat. Hal ini tampak dari cara siswa menanggapi dan menjawab pertanyaan dari guru yang berkaitan dengan materi. Berdasarkan hal tersebut, maka permainan “kuartet” dapat dijadikan inovasi dalam pembelajaran karena menjadikan hasil belajar meningkat.
Sri Purnami, S.Pd.
SD Negeri Kebondalem, Bejen, Temanggung