JATENGPOS.CO.ID,SRAGEN – Sejumlah desa yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) pada tahun ini dinilai rawan. Lantaran tensi tinggi antar calon berpotensi membentuk polarisasi pendukung. Apalagi pilkades yang akan digelar pada 16 Oktober mendatang mendekati Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Informasi yang dihimpun, ada 10 Desa yang menyelenggarakan Pilkades. Desa yang cukup rawan dalam penyelenggaraan pilkades diantaranya Kedungupit, Banyurip, Puro dan Doyong. Selain itu desa Jetak juga berpotensi, namun tidak sepanas desa lain.
Lantas Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Sragen mengupayakan deklarasi damai di desa penyelenggara pilkades sebagai langkah antisipasi. Kepala Dinas PMD Sragen Pujiatmoko menyampaikan deklarasi damai pernah dilaksanakan pada pilkades sebelumnya. ”Nyatanya juga efektif pengendaliannya, makanya bupati ngersakne pelaksanaan Deklaradi digelar, walaupun tahapan di Pilkades tidak ada,” terangnya.
Perihal pengawasan, pihaknya menyerahkan pada panitia Pilkades. Kemudian dia menyampaikan tensi di wilayah beberapa desa juga cukup panas. Dia menilai ada pihak yang sengaja menggosok-melalui medsos untuk memanaskan suasana. Termasuk berkaitan dengan isu botoh.
”Tenane kayak opo ya kita ndak tahu. Karena yang namanya botoh yang mana kan kita belum tahu. Kalau sekarang ya dengan adanya medsos semakin menghangatkan suasana itu,” bebernya.
Soal desa desa yang rawan, dia menyampaikan ada beberapa yang disorot. Diantaranya Kedungupit, Banyurip, Puro dan Doyong. Sedangkan Jetak bisa berpotensi memanas.
Sementara Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menyampaikan Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati menyampaikan Kedungupit menjadi yang paling tinggi tingkat kerawanannya. ” Suhu politik paling tinggi di Kedungupit. Biaya pilkades di Sragen luar biasa. Di kedungupit 6 tahun lalu perputaran uang hampir Rp 1 miliar,” ujarnya.
Dia berharap dengan deklarasi sekaligus kehadiran para tokoh bisa membuat suasana lebih adem. Yuni meminta agar dalam proses pilkades dibuat kondusif. ”Kalau ribut, Kedungupit jadi kelurahan saja karena aset desa ini besar,” terangnya.
Sementara Ketua DPRD Sragen Suparno menyampaikan jangan bermusuhan gara-gara Pilkades. Meskipun potensi desa sangat besar. Apalagi yang hanya dua calon Kades. ”Kita bersama-sama, gotong royong dan komunikasi, jalan bersama – sama. harapan saya, setelah pilkades selesai ya selesai, jangan ada gap,” terangnya.
Dia menekankan hal yang sulit itu adalah siap kalah. Kadang yang bikin semakin panas itu dari kader, sehingga calon harus lebih siap. ”Kalau sudah selesai harus menjadi satu kesatuan. yang menang rasah umuk, yang kalah rasah ngamuk,” tegasnya. (ars)