Salah satu tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah agar peserta didik memiliki kompetensi mengembangkan pengalaman untuk menggunakan, mengajukan dan menguji hipotesis melalui eksperimen, merancang, dan merakit instrumen eksperimen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data serta mengomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis. Berarti proses pembelajaran IPA berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, rasa ingin tahu, sikap peduli, dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial dan alam (Trianto: 2010).
Konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk sebagian besar peserta didik merupakan konsep yang sulit. Hal ini disebabkan proses pembelajaran IPA di kelas masih berorientasi pada hasil semata, yaitu pencapaian nilai. Akhir-akhir ini terdapat fenomena perilaku peserta didik dalam proses belajar di sekolah, tersirat bahwa peserta didik belajar hanya merupakan suatu kewajiban dan bukan merupakan suatu kebutuhan. Fenomena ini juga terjadi pada peserta didik di SMP Negeri 1 Temanggung, sehingga konsep-konsep yang dipelajari hanya bertahan sesaat atau peserta didik mudah lupa yang pada akhirnya berdampak pada pemahaman konsep IPA yang rendah.
Untuk mengatasi pemahaman konsep yang rendah tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya membangun komunikasi baik dengan peserta didik agar dekat dan mengimplementasikan berbagai metode dan model pembelajaran, sehingga proses pembelajaran lebih bervariasi dan tidak membuat bosan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran adalah metode eksperimen teknik POE atau prediction, observation and explanation.
Menurut Suparno (2007: 102) bahwa metode eksperimen teknik POE menekankan peserta didik untuk melakukan suatu pembuktian mengenai konsep yang sudah ada secara langsung, sehingga konsep yang didapatkan tidak akan mudah hilang dari pikiran. Pembelajaran dengan teknik POE menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu prediction atau membuat prediksi, merupakan suatu proses membuat dugaan terhadap suatu peristiwa IPA. Dalam membuat dugaan peserta didik sudah memikirkan alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu. Peserta didik diberi kebebasan seluas-luasnya menyusun dugaan dengan alasannya. Proses prediksi ini, guru juga dapat memahami miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada diri peserta didik.
Pada tahap observation (pengamatan) yaitu melakukan penelitian. Peserta didik diajak untuk melakukan eksperimen, untuk menguji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan. Peserta didik mengamati apa yang terjadi, yang terpenting dalam langkah ini adalah konfirmasi atas prediksi mereka. Tahap selanjutnya explanation (eksplanasi) yaitu pemberian penjelasan terutama tentang kesesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observasi. Apabila hasil prediksi tersebut sesuai dengan hasil observasi, maka peserta didik semakin yakin akan konsepnya. Akan tetapi jika dugaannya tidak tepat maka peserta didik dapat mencari penjelasan tentang ketidaktepatan prediksinya sehingga peserta didik akan mengalami perubahan konsep dari konsep yang tidak benar menjadi benar.
Berdasarkan pengalaman penulis, jika prediksi dilakukan secara individu di dalam kelompok, proses diskusi berlangsung lama karena perbedaan prediksi dari setiap peserta didik. Berbeda ketika prediksi dilakukan secara kelompok, maka diskusi berlangsung akan lebih cepat. Walaupun demikian, dengan metode eksperimen teknik POE, dapat diamati bahwa keterlibatan peserta didik di dalam kelompok cukup meningkat, antara lain karakter kerjasama, menghargai pendapat orang lain dan kompetisi antar kelompok semakin seru. Bukan hanya itu, ternyata metode eksperimen teknik POE ini juga meningkatkan pemahaman konsep. Hal itu sesuai dengan pendapat Haris Rusdianto (2017: 57) bahwa metode eksperimen teknik POE dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA.
Siti Nurkhayati, S.Pd
Guru IPA SMP Negeri 1 Temanggung