Positive Selftalk: Pembangun Generasi Emas Bangsa

Erna Widyasari, S.Si SMP Al Azhar Syifa Budi Solo
Erna Widyasari, S.Si SMP Al Azhar Syifa Budi Solo

JATENGPOS.CO.ID, – Terdapat sebuah kisah nyata tentang seorang artis sinetron yang telah meninggal beberapa waktu yang lalu. Artis tersebut semasa hidup menderita kanker stadium 4. Ada kejadian menarik sebelumnya ketika seorang psikolog datang membantu terapi penyembuhan psikologis kepada artis tersebut. Psikolog tersebut memulai terapi dengan pacing leading yaitu mendeteksi kenapa artis yang terkenal ketika bermain layar lebar dengan Kadir dan Doyok tersebut bisa menderita kanker.

Awalnya sang artis bercerita bahwa dalam kehidupan sehari-harinya sangat tidak teratur. Berawal dari jadwal syuting sampai pagi, begadang seolah-olah menjadi kebutuhan primer, pola makan menjadi tidak teratur, dan makanan siap saji menjadi konsumsi sehari-hari. Walaupun demikian, artis tersebut bercerita bahwa dia sangat senang menjalani kehidupannya. Konon emosional seseorang mampu menjadi terapi dalam ketidakteraturan metabolisme tubuh. Lalu dimana letak kesalahannya sehingga dia dapat menderita kanker stadium 4? Dia kembali bercerita bahwa dia sadar akan pola hidupnya yang salah dan berkata pada dirinya sendiri bahwa resiko paling jelek yang akan dia terima adalah terkena kanker. Psikolog itu lalu menyimpulkan itulah selftalk, pemikiran yang dibangun oleh diri sendiri yang akhirnya menyebabkan penyakit dalam tubuh artis tersebut. Secara tidak langsung, dia telah membangun pabrik penyakit dalam tubuhnya sendiri.

Baca juga:  Pembelajaran IPA dengan “TUMAYA” dan “BURSA THT”

Perkembangan zaman menumbuhkan suatu kompetisi di antara umat manusia. Setiap negara harus mempersiapkan generasi mudanya dengan baik guna mengatasi kerasnya persaingan global. Hal tersebut tidak luput dari kesadaran akan pentingnya membentuk karakter kepribadian yang baik pada generasi emas bangsa, agar generasi tersebut memiliki daya juang tinggi dan mampu mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya.

Penumbuhan karakter kepribadian yang baik merupakan tanggung jawab dan bentuk kerjasama dari berbagai pihak. Orang tua sebagai fasilitator di rumah, guru di sekolah, dan masyarakat/ pemerintah di lingkungan sekitar. Tiga pilar tersebut harus mampu bekerja sama untuk mewujudkan kemajuan bangsa. Semua orang pasti menginginkan seorang anak memiliki kepribadian yang baik. Namun, kadang justru para fasilitatorlah yang memberikan mind reading yang salah. Sering kita mendengar ketika anak enggan belajar maka orang tua atau guru berkata “ Jangan bermalas-malasan”. Itu justru memasukkan kata malas ke dalam otak anak dan secara tidak langsung akan masuk ke dalam alam bawah sadar mereka. Anak menjadi sangat populer dengan kata malas. Terlebih anak masih harus menebak-nebak apa yang sebaiknya dilakukan. Oleh karena itu, sampaikanlah kalimat secara jelas dan positif kepada seorang anak sehingga mereka paham benar apa yang harus mereka lakukan. Itulah positive selftalk.


Selftalk jika dilihat dari arti perkata, self artinya sendiri dan talk artinya bicara. Dalam konteks ini selftalk bukan berarti berbicara sendiri alias gila, akan tetapi lebih pada bicara pada pikiran kita sendiri yang masuk ke dalam alam bawah sadar dan bekerja secara bertahap. Dimulai dari perkataan itu sendiri kemudian menjadi sugesti, dan puncaknya menjadi realitas/ kenyataan.

Baca juga:  Having Fun withCorelDraw

Sedemikian hebatnya pengaruh selftalk bagi kehidupan seseorang sehingga memaksa untuk selalu berpikir positif. Pemikiran positif perlu dibangun untuk menghasilkan sesuatu yang positif pula. Jika dikaitkan dalam dunia pendidikan, seorang anak harus terbiasa berpikir positif agar menjadi kebiasaan. Terkadang anak-anak harus menghadapi tantangannya sendiri tanpa bantuan orang lain dan hal tersebut tidaklah mudah. Namun, tuntutan zaman menghendaki anak-anak harus mampu melaluinya. Perlu ada pembangunan karakter dalam diri seorang anak agar mampu menghadapi kerasnya persaingan global, terutama daya juang dan semangat untuk pantang menyerah. Keyakinan yang positif akan membangun kepribadian seseorang. Kebiasaan tersebut lama kelamaan menyatu dengan sifat atau karakter dan berujung pada kenyataan bahwa keyakinannya memang benar. Bukankah Allah SWT itu sesuai prasangka hambaNya?

Baca juga:  Kurmer Membentuk Profil Pelajar Pancasila Menuju Indonesia Emas

Pentingnya mengubah kalimat negatif yang sering diucapkan menjadi kalimat positif sebagai gambaran yang senantiasa terlintas dalam benak anak-anak. Memang sulit untuk mengubah tradisi buruk yang telah berurat berakar pada kehidupan sehari-hari pada saat ini. Namun, mengubah tradisi tersebut harus dilakukan untuk membangun generasi bangsa ke arah yang lebih baik. Lebih baik mengucapkan “Ibu percaya, kakak rajin belajar” daripada “Jangan bermalas-malasan”. Hal tersebut akan senantiasa memasukkan gambaran orang yang rajin belajar ketimbang orang yang malas belajar ke dalam otak anak. Ubahlah kalimat “Jika kamu malas belajar, mau jadi apa besok?” menjadi “Rajin-rajinlah belajar agar kelak kamu dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain”. Demi membangun generasi emas bangsa, marilah kita melakukan perubahan.

Erna Widyasari, S.Si

SMP Al Azhar Syifa Budi Solo