JATENGPOS.CO.ID, – Pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter telah menjadi bagian penting dalam kependidikan nasional sejak lama. Hanya akhir-akhir ini, pendidikan karakter kembali menguat dan menjadi obat untuk penurunan moral bangsa. Maraknya isu agama, perpecahan, korupsi, kekerasan, dan perkelahian antar pelajar menunjukkan pentingnya Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) untuk segera diterapkan.
Aspek religius adalah karakter yang pertama dalam PPK. Religius mencerminkan sikap keimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Sikap ini dapat diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut. Siswa juga dibudayakan untuk selalu menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Penerapan nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, dan menghargai perbedaan agama dan kepercayaan. Sikap yang teguh pendirian, percaya diri, kerja sama, anti perundungan/bullying dan kekerasan juga merupakan aplikasi karakter religius dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, di tengah modernisasi, karakter religius ini cukup terdampak.
Modernisasi adalah transformasi atau perubahan masyarakat dari keadaan yang masih tradisional atau pra modern menuju masyarakat yang sudah modern. Menurut beberapa ahli seperti Widjojo Nitisastro, modernisasi merupakan suatu transformasi secara total dari kehidupan yang bersifat tradisional ataupun pra modern dalam hal organisasi social dan teknologi ke arah pola politis dan ekonomis. Sementara menurut Soerjono soekanto, definisi modernisasi dijabarkan sebagai suatu bentuk perubahan sosial secara terarah dan didasarkan pada sebuah perencanaan yang disebut dengan social planning.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu yang pertama cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat, kedua sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi, dan yang ketiga adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. Di samping itu syarat yang lain adalah penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa, tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan, dan sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
Dampak modernisasi dalam nilai religius ini terbagi dua, positif dan negatif. Contoh dampak positif, siswa dapat dengan mudah memperoleh aplikasi yang berbau religi melalui ponsel pintarnya. Aplikasi seperti Al Quran digital, jadwal sholat, dan masih banyak lainnya. Dampak negatif misalnya anak-anak justru lebih sering bermain dengan ponsel dan melalaikan ibadahnya. Mobile game, chatting, dan media sosial menjadi aplikasi favorit anak jaman now.
Tantangan sebagai guru SD, khususnya guru kelas VI dalam menerapkan nilai karakter religius di era modernisasi salah satunya yaitu siswa sedang senang-senangnya menggunakan gadget dan media sosial untuk berkomunikasi dengan kawan-kawannya. Mereka senang chatting, berkirim foto, dan unggah status yang kemudian banyak dikomentari temannya. Kesenangan ini cukup menyita waktu mereka hingga melupakan belajar dan beribadah. Beberapa orang tua sempat memberikan keluhan tentang aktivitas putra-putrinya di rumah dan meminta untuk menasehati mereka di sekolah. Sebagai guru, saya selalu memberikan nasehat, teguran, dan bimbingan kepada anak-anak supaya tetap memiliki rasa tanggung jawab terhadap keyakinan mereka sehingga nilai karakter religius itu tidak sampai luntur. Tak lupa juga mengingatkan mereka agar memanfaatkan gadget untuk hal yang positif. Menggunakan gadget untuk simulasi ujian ataupun mengajak temannya mengaji, misalnya.
“Religius hidupnya, nasionalis jiwanya…” Sepenggal lirik dari Mars PPK yang selalu dinyanyikan siswa di kelas VI usai pembelajaran. Betapa hebatnya anak Indonesia bila lagu ini benar-benar terwujud nantinya. Modern tapi tetap religius juga bisa, bukan?
Irmayani, S.Pd.SD
Guru SDN Candirejo 01