Dalam praktIknya dalam sehari siswa dihadapkan lebih dari 5 mata pelajaran yang berbeda. Belum lagi kalau setiap mata pelajaran memberikan tugas, penilaian dan ujian, tentu saja akan sangat melelahkan. Hal ini dapat memicu turunnya motivasi belajar siswa. Bagi beberapa siswa mungkin keadaan ini tidak menjadi masalah bagi mereka, akan tetapi bagi sebagian yang lain justru akan menimbulkan rasa bosan sehingga muncullah rasa malas menghinggapinya. Untuk itu perlunya guru membatasi jumlah tugas yang diberikan kepada siswa. Buatlah tugas yang inovatif untuk siswa sehingga mampu berpikir kritis dan kreatif. Tujuan utama tugas adalah melatih kemampuan siswa, bukan menambah beban siswa. Kalau sampai terlalu banyak beban, siswa akan letih, jenuh, dan bisa mempengaruhi kondisi kesehatannya. Guru tidak ingin hal tersebut terjadi kan?
Guru BK harus faham betul dengan kondisi seperti ini, karena sudah menjadi bagian dari tugas utamanya yaitu memahami karakter siswa secara mendetail dengan segala kelebihan dan kekurangannya, terlebih tentang masalah dalam belajar. Untuk itulah guru BK, khususnya, harus memiliki sifat peka terhadap perilaku seorang siswa dibanding dengan guru mata pelajaran pada umumnya. Malas juga bisa dipicu karena siswa kurang gemar pada beberapa pelajaran tertentu. Nah, di sinilah peran guru BK khususnya untuk mengarahkan siswa untuk mengetahui minat dan bakatnya. Jika menonjol pada bidang tertentu dan sudah diketahui secara lahir dukung dan terus berikan motivasi agar siswa tersebut lebih percaya diri mengembangkan potensi dirinya.
Jangan pernah berhenti untuk mengeksplorasi diri siswa dalam rangka mengenali siswa secara personal. Identitas diri yang dibawa dari rumah merupakan cerminan diri siswa apa adanya. Bagaimanapun rumah menjadi sekolah pertama sebagai tempat identifikasi terhadap perilaku anak diluar rumah. Untuk itu perlunya memahami latar belakang keadaan orang tua dan lingkungan dimana siswa tersebut tinggal. Perlunya sesekali berbicara dengan orang tua untuk mengetahui sejauh mana anak itu bermain dan bergaul, dengan siapa atau teman – teman dalam grupnya tersebut.
Yang terjadi di lapangan, sering kita temukan bahwa anak-anak tidak suka belajar dan mereka lebih suka bermain, itu berarti belajar dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik untuk mereka, tidak menggairahkan untuk mereka melakukan dan mungkin tanpa mereka sadari juga dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada gunanya atau untungnya. Secara usia mereka bisa jadi belum menyadari dengan pasti bahwa mereka tidak langsung menikmati hasil belajar. Berbeda dengan kegiatan bermain, jelas-jelas kegiatan bermain menarik untuk anak-anak, dan keuntungannya dapat mereka rasakan secara langsung, yaitu adanya perasaan senang, gembira yang dirasakan. Padahal harus diingatkan sejak sekarang kepada para siswa bahwa rasa malas adalah sifat yang berbahaya. Kemalasan akan menyebabkan seseorang menjadi rugi. Rugi akan waktu yang terbuang percuma karena tidak melakukan sesuatu yang positif bagi kehidupannya kelak di kemudian hari. Orang yang malas, akan berdampak pada kurangnya prestasi dalam kehidupannya. Pelajar yang malas, tentu akan mendapat nilai yang rendah.
Nah, sekarang guru guru sudah faham dengan maksud artikel ini kan ? Coba melakukan refleksi, bagaimana dengan metode pembelajaran yang guru terapkan selama ini kepada siswa di dalam kelas ? apakah metode tersebut menarik minat siswa atau justru membuat kelas menjadi tegang, monoton, siswa diam dan tenang tetapi tidak aktif ? apakah metode guru selama ini meningkatkan gairah siswa untuk lebih tahu materi yang sedang dipelajarinya ?
Cara belajar setiap siswa di didalam kelas sangatlah berbeda. Ada yang mudah paham dengan mendengar, melihat gambar, membaca, dan sebagainya. Akan tetapi ada pula yang harus diulang – ulang terlebih dahulu baru measa mengerti. Untuk itulah terkadang timbul rasa malas muncul secara bersamaan karena siswa belajar dengan metode yang kurang sesuai dengan kemampuannya menyerap ilmu. Pentingnya memperhatikan kesukaan anak – anak untuk bermain kita masukkan ke dalam metode pembelajaran kita. Naluri bermain anak yang masih sangat tinggi kita manfaatkan untuk kegiatan transfer ilmu pengetahuan.
Tanpa mereka sadari bahwa sembari bermain ternyata kita menyelipkan ilmu pengetahuan dan penilaian sikap yang baik saat pembelajaran di dalam kelas. Dengan metode bermain diharapkan kegiatan belajar lebih aktif. Bisa jadi keadaan kelas tidak bisa relatif tenang, akan tetapi hasil yang kita harapkan lebih optimal dibanding jika mereka hanya duduk, mendengar, mencatat apa yang sedang kita sampaikan kepada mereka.
Y. Arin Diana Sari, S.Pd*
*Guru SMP Negeri 2 Toroh
Kabupaten Grobogan – Jawa Tengah