32.2 C
Semarang
Senin, 7 Juli 2025

Cerita Khoeron Imron, Pelaut yang Mengabdi di Di Kampung Rajungan Betahwalang

Jadi Mediator Jika Nelayan Berselisih

JATENGPOS.CO.ID,  DEMAK – Seorang pelaut bernama Khoeron Imron cukup popular dikalangan nelayan, utamanya di wilayah Kecamatan Bonang. Pria kelahiran Demak, 8 Juni 1962 ini  menjadi nelayan sejak umur 14 tahun. Ia sudah merantau ke berbagai pulau di Indonesia, termasuk ke pulau Sumatera. Perantauan itu dilakukan dengan perahu sopek miliknya bersama nelayan yang juga dari kampungnya di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang. Ia, kini mengabdi di Kampung Rajungan, Betahwalang.

“Saya di usia 21 tahun boleh dikatakan sudah menguasai daerah pencarian ikan di wilayah Pantura hingga Palembang,”ungkap suami Zumaroh, 49, ini. Menurut dia, yang namanya hidup merantau dilaut, ketika itu segala rintangan selalu ada. Termasuk menghadapi bajak atau perompak laut yang menghadang saat rombongan nelayan pulang dari perantauan. Meski demikian, kejadian yang paling kerap dialami selain perompakan adalah seringnya perselisihan yang terjadi antar ngkap nelayan.

Biasanya yang menjadi pemicu pertengkaran ialah soal alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Dia mengatakan, nelayan Demak selalu membawa alat tangkap yang ramah lingkungan. Seperti jaring dan jebak rajungan. Namun, saat dilaut, alat tangkap itu justru hasilnya kalah dari alat tangkap nelayan lain yang menggunakan alat jenis pukat harimau.  Pukat seperti itu merusak lingkungan dan biota laut.

“Melihat potensi kekerasan dilaut seperti itu, saya memilih menjadi penengah atau mediator saja. Dengan begitu, para nelayan cepat berdamai. Yang jelas, hidup mencari ikan dilaut antar pulau itu memang tidak lepas dari berbagai intrik kekerasan,”ujar dia. Karena itu, lingkungan yang berkarakter keras juga membentuk pribadinya yang juga berwatak keras.

Hanya saja, dalam perkembangannya, Khoeron Imron makin menyadari usianya yang tak muda lagi. Dia mulai meninggalkan pekerjaannya sebagai pelaut. Sebaliknya, ia kini lebih fokus untuk mengbadikan diri dibidang keagamaan di kampung rajungan Desa Betahwalang Kecamatan Bonang tersebut.

“Dulu, saat masih dilaut, melaksanakan salat jika sempat. Sekarang, saya sekuat tenaga untuk beribadah. Dulu, saya sering mabuk. Bagi nelayan yang hidupnya dilaut, minum arak itu biasa untuk menghangatkan badan. Jika tidak minum, bisa masuk angin. Ibaratnya, saat dilaut itu ombak sebagai bantal dan angin menjadi kemul (selimut). Angin malam selalu menerjang sehingga badan harus kuat,”katanya.

Karena itu, setelah tidak melaut, aktifitasnya bukannya surut. Sebaliknya, tenaga maupun pikirannya tetap dimanfaatkan warga kampung nelayan itu. Dia didapuk menjadi ketua panitia pembangunan masjid di kampungnya. Selain itu, ia juga aktif di kegiatan keagamaan termasuk aktif di Majlis Al Khidmah Demak. “Saiki noto ati golek sangune pati (sekarang menata hati untuk mencari bekal kalau mati),”ujar Khoeron yang jika pergi selalu mengenakan peci  dan baju muslim ini.(*)

TERKINI

Rekomendasi

Lainnya