Banyak orang yang berpikiran matematika adalah pelajaran yang paling susah dan membosankan. Anggapan itu sebenarnya tidak seluruhnya benar, namun bagi orang yang tidak begitu senang matematika, mata pelajaran ini diakui momok, mimpi buruk, dan membuat frustrasi. Imbasnya, mereka akan malas-malasan belajar dan selanjutnya mendapatkan nilai yang jelek. Tetapi jikalau matematika itu mudah, mengapa ada anak yang kurang menyukai pelajaran ini?
Ada beberapa aspek yang mengakibatkan pelajaran ini berbeda dengan lainnya. Untuk bisa menguasai matematika, kita harus memiliki logika yang kuat, memiliki rumus tepat, sikap dan mental pantang menyerah. Matematika adalah pelajaran angka. Jika seorang guru hanya terpaku pada angka dan rumus baku, maka jalannya sistem belajar akan merasa membosankan. Kalau sudah begini, siswa tak lagi fokus pada pelajaran.
Hampir semua pelajaran memiliki metode pembelajaran hapalan, contohnya Sejarah, Biologi, Geografi, atau Bahasa Inggris. Lain halnya bersama matematika, meskipun kita sudah hapal rumus – rumusnya di luar kepala, belum tentu penerapannya berlangsung mulus. Setiap hari kita bisa saja sudah latihan menggunakan berbagai tipe rumus, namun disaat ujian tiba, kita tidak akan menemui soal yang sama. Rumus boleh sama, namun soalnya beda. Itulah matematika.
Siswa SD Negeri 1 Ngemplak dari hasil nilai ulangan harian pada materi bangun datar hanya 6 siswa yang mencapai tuntas (50%) dengan nilai rata – rata 67 padahal KKM nya 70. Bagaimanakah langkah terbaik untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun datar? Guru mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), untuk meningkatkan prestasi belajar matematika materi bangun datar siswa kelas VI. STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang memacu siswa supaya saling memotivasi satu dengan lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan oleh guru. Model pembelajaran STAD Rusman (2011: 215-216) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran STAD, sebagai berikut: 1) Penyampaian tujuan dan motivasi, 2) Pembagian kelompok, 3) Presentasi dari guru, 4) Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), 5) Kuis (evaluasi), 6) Penghargaan prestasi atas keberhasilan kelompok.
Kelebihan model pembelajaran STAD sebagai berikut: 1) Meningkatkan kecakapan individu, 2) Meningkatkan kecakapan kelompok, 3) Meningkatkan komitmen, 4) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya, 5) Tidak bersifat kompetitif, 6) Tidak memiliki rasa dendam. Sedangkan kelemahannya sebagai berikut: 1) Pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis, 2) Model ini memerlukan keahlian khusus dari guru. Guru harus bisa sebagai mediator, fasilitator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62).
Pembelajaran kooperatif tipe STAD memperlihatkan peningkatan rata – rata hasil pembelajaran matematika materi bangun datar kondisi awal dari 67,0 menjadi 69,0 (siklus 1) dan menjadi 72,5 ( siklus 2 ). Ketuntasan belajar siswa secara klasikal cenderung meningkat, dari 50,0% menjadi 75,0% pada siklus 1 dan menjadi 83,3% pada siklus 2, pembelajaran kooperatif tipe ini diperoleh simpulan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model STAD cenderung meningkatkan pemahaman matematika materi bangun datar pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Ngemplak Kandangan Temanggung.
Agustina Hartiningsih, S.Pd.
Guru SD Negeri 1 Ngemplak Kandangan Temanggung