Kemampuan nembang macapat saat ini masih menjadi momok bagi siswa. Rendahnya kemampuan nembang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya guru belum mencukupi untuk mengajarkan tembang macapat karena beban materi yang harus diselesaikan sangat padat, faktor lainnya, yaitu siswa kurang familier dengan tembang macapat yang mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam melafalkan dan menghafalkan lirik dan nadanya. Siswa juga kurang antusias untuk belajar nembang macapat karena strategi dan media pembelajaran nembang macapat yang diterapkan oleh guru kurang menarik, siswa lebih familier dengan lagu – lagu pop, disco, pop melayu, rock, rap, dangdut dan lain- lain.
Saat ini handphone bukanlah barang mewah lagi dan mejadi benda yang vital yang harus mereka bawa setiap saat di manapun dan kemanapun. Bahkan ada yang mengatakan tidak bisa hidup tanpa HP. Bagi anak – anak muda, handphone menjadi tren, dan dalam pembelajaranpun sudah banyak yang mengguakan handphone.
Kemampuan nembang macapat adalah kesanggupan atau kecakapan untuk menembangkan tembang macapat. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan agar seseorang dikatakan mampu nembang. Soemanto dalam makalahnya pada Konggres Bahasa Jawa (1993: 419) menyatakan bahwa dalam menembangkan tembang macapat selain lagu, perlu diperhatikan kejelasan ucapan (lafal) kata-katanya, tempo sedang, jeda (pedhotan), serta andhegan-nya. Pedhotan (penggalan) itu berhenti sejenak, “jeda” untuk mengatur napas. Ada dua macam pedhotan, yaitu pedhotan kenceng dan pedhotan kendho. Dikatakan pedhotan kenceng jika memenggal kata, dan dikatakan pedhotan kendho jika tidak memenggal kata atau terletak pada akhir kata. Pedhotan itu pemenggalan dalam gatra sedangkan andhegan adalah berhenti sejenak pada akhir gatra.
Moeljadi (2009:16-17) lebih rinci mengatakan bahwa sebelum nembang macapat harus terlebih dahulu mengetahui perbedaan laras slendro dan pelog, cara membaca cakepan (syair) yang bagus (artikulasi), pedhotan dan andhegan. Lebih lanjut Moeljadi (2009:23) mengatakan bahwa “nyekar saged dipunwastani sae menawi dipuntindakaken swanten ingkang sae, greget, saha wiramanipun ugi sae” ( seseorang dikatakan bagus dalam nembang macapat apabila dilakukan dengan swara yang bagus, rasa, dan irama yang bagus ).
Kata recording atau “rekaman” adalah sejenis alat audio. Rekaman memberikan pengalaman mendengar yang menimbulkan tanggapan dalam ingatan. Pengalaman turut membentuk jiwa seseorang. Dengan rekaman siswa akan memperoleh pengaruh- pengaruh yang berharga bagi pembentukan pribadinya (Hamalik :119).
Sedangkan audio berasal dari kata audible yang artinya suara yang dapat didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Kaitannya dengan audio sebagai pembelajaran maka suara ataupun bunyi direkam dengan menggunakan alat perekam suara kemudian diperdegarkan kembali kepada siswa dengan menggunakan sebuah alat pemutar.
Dalam pembelajaran ini Handphone (mobile) dpergunakan untuk merekam tembang macapat yang ditembangkan oleh guru atau kaset/CD. Dalam hal ini Handphone berperan sebagai media audio. Selanjutnya hasil rekamannya dipergunakan oleh peserta didik untuk berlatih tembang macapat.
Saat ini Handphone merupakan alat komunikasi canggih dengan harga terjangkau yang sangat diminati oleh semua kalangan dan sudah menjadi tren bagi banyak orang terutama kalangan muda. Dengan demikian, rekaman melalui handphone dapat menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar nembang macapat dan dapat meningkatkan prestasi.
Pemanfaatan handphone sebagai media audio recording berkaitan erat dengan pendapat dari Hamalik (1982:119) yang menyatakan rekaman baik digunakan karena rekaman akan memberikan latihan yang bisa diulang – ulang yang tentu saja pengguasaan bahan akan menjadi mendalam.
Tri Suhartatik, S.Pd.
Guru Mapel Bahasa Jawa SMP Negeri 37 Semarang