Tingkatkan Semangat Belajar Siswa dengan Problem Posing

Model pembelajaran pengajuan masalah (problem posing) merupakan metode pembelajaran dengan tujuan mengaktifkan siswa agar berpikir kritis dengan cara memancing siswa untuk menemukan masalah berdasarkan topik yang diberikan sehingga menantang dan memotivasi siswa untuk menyelesaikannya. Model pembelajaran problem posing pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan Brasil, yaitu Paulo Freire pada tahun 1970 yang dituangkan dalam buku Pedagogy of the Oppressed. Sebagai strategi pembelajaran, problem posing melibatkan tiga keterampilan dasar yaitu, menyimak (listening), berdialog (dialogue), dan tindakan (action).

Pada Tema 7 mupel Ilmu Pengetahuan Alam KD 3.2 Menghubungkan ciri pubertas pada laki-laki dan perempuan dengan kesehatan reproduksi di kelas 6 SDN 04 Mandiraja Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang masih merasa bingung, ini dilihat dari hasil belajar siswa banyak yang belum mencapai KKM. Maka dari itu penulis berusaha untuk mencari cara supaya siswa dapat memahaminya`.

Untuk mengatasi masalah tersebut penulis mencoba menerapkan model pembelajaran problem posing . dengan menerapkan model problem posing penulis berharap pengetahuan siswa SD N 04 mandiraja semakin meningkat

Baca juga:  Solusi PJJ selama pandemi Covid – 19 dengan WhatsApp

Pembelajaran pengajuan masalah (problem posing) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Tahap Awal (perencanaan) Pada tahap awal atau perencanaan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Penyusunan rancangan kegiatan dan bahan pembelajaran; Guru mengorganisasi bahan pembelajaran dan mempersiapkannya; Guru menyusun rencana pembelajaran.


Pada berikutnya tahap inti atau tindakan, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Guru menjelaskan tentang pembelajaran yang akan diharapkan kepada siswa dengan harapan mereka dapat memahami tujuan serta dapat mengikuti dengan baik proses pembelajaran baik dari segi frekuensi maupun intensitas. Penjelasan meliputi bahan yang akan diberikan kegiatan sampai dengan prosedur penilaian yang mengacu pada ketercapaian prestasi belajar baik dari ranah kognitif maupun afektif; Guru melakukan tes awal yang hasilnya akan menjadi dasar. Kemudian pengajar dalam proses pembelajaran membagi peserta didik ke dalam sejumlah kelompok. Karena pembelajaran tatap muka di masa pandemi siswa yang datang sedikit maka siswa hanya dibagi menjadi 2 kelompok. Agar kegiatan dalam kelompok berjalan dengan proporsional maka setiap kelompok terdiri atas 5 orang. Fungsi pembagian kelompok supaya setiap kelompok terdiri atas siswa yang memiliki kecerdasan yang heterogen; Pengajar kemudian menugaskan setiap kelompok belajar untuk meresume beberapa buku yang berbeda dengan sengaja dibedakan antar kelompok; Masing-masing siswa dalam kelompok membentuk pertanyaan berdasarkan hasil resume yang telah dibuatnya dalam lembar problem posing I yang telah disiapkan; Kesemua tugas membentuk pertanyaan dikumpulkan kemudian dilimpahkan pada kelompok yang lainnya. Misalnya tugas membentuk pertanyaan kelompok 1 diserahkan kepada kelompok 2 untuk dijawab dan dikritisi, tugas kelompok 2 diserahkan kepada kelompok 1, Setiap siswa dalam kelompoknya melakukan diskusi internal untuk menjawab pertanyaan yang mereka terima dari kelompok lain disertai dengan tugas resume yang telah dibuat kelompok lain tersebut. Setiap jawaban atas pertanyaan ditulis pada lembar problem posing II; Pertanyaan yang telah ditulis pada lembar problem posing I dikembalikan pada kelompok asal untuk kemudian diserahkan pada guru dan jawaban yang terdapat pada lembar problem posing II diserahkan kepada guru. ; Setiap kelompok mempresentasikan hasil rangkuman dan pertanyaan yang telah dibuatnya pada kelompok lain. Diharapkan adanya diskusi menarik di antara kelompok-kelompok baik secara eksternal maupun internal menyangkut pertanyaan yang telah dibuatnya dan jawaban yang paling tepat untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan bersangkutan.

Baca juga:  STAD Tingkatkan Pemahaman Matematika

Tahap terakhir yaitu kegiatan observasi sebetulnya dilakukan bersamaan dan setelah rangkaian tindakan yang diharapkan pada siswa. Observasi yang dilakukan bersamaan dengan tindakan adalah pengalaman terhadap aktivitas dan produk dalam kelompoknya masing-masing dan terhadap kelompok lainnya. Produk yang dimaksudkan disini adalah sejauh mana kemampuannya dalam membentuk pertanyaan. Apakah pertanyaan ataupun aktivitas lebih mengarah pada aspek afektif.

Kejadian ini semakin rame dan riuh sehingga semua siswa ikut terlibat dalam diskusi secara aktif dan materi dapat terserap dengan baik. Semua siswa dapat memahami dan menghafal ciri-ciri pubertas baik untuk laki-laki dan perempuan dengan kenyataan di kehidupan sehari-hari.

IWAN BUDI UTOMO, S.Pd.SD

SDN 04 MANDIRAJA KECAMATAN MOGA KABUPATEN PEMALANG

Baca juga:  “Discovery Learning” Tingkatkan Keaktifan Siswa dalam PJJ