Dalam dunia pendidikan, dewasa ini banyak ditemui permasalahan, diantaranya rendahnya hasil belajar, khususnya IPA. Rendahnya hasil belajar IPA disebabkan karena banyak peserta didik mengganggap IPA hanya berisi materi rumus, hafalan dan istilah-istilah yang sulit, dan kurangnya motivasi belajar. Sering ditemui peserta didik hanya pasif, malu mengungkapkan pendapat dan gagasannya. Rendahnya hasil belajar juga disebabkan oleh factor guru. Diantaranya metode pembelajaran kurang menarik, media kurang inovatif, strategi tidak sesuai dengan karakteristik materi pelajaran dan pembelajaran berpusat pada guru.
Masalah tersebut menjadi tantangan bagi guru, bagaiamana mengatasinya. Karena itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif, menyenangkan dan bermakna bagi peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyono dan Hariyono ( 2014 : 184 ) yang menyatakan bahwa tugas pokok guru menyediakan iklim yang kondusif dan sarana prasarana yang memadai sehingga terjadi interaksi multi arah, antar peserta didik dan peserta didik dengan guru. Sudah saatnya guru tidak mempertahankan paradikma lama yaitu pembelajaran dengan metode ceramah yang berpusat pada guru ( Teacher Centered Learning ), tetapi harus diupayakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik ( Student Centered Learning ). Dengan demikian pembelajaran tidak sekedar memberikan informasi materi pelajaran kepada peserta didik, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperoleh peserta didik agar dapat dikembangkan lebih luas. Pembelajaran harus mempertimbangkan karakteristik materi yang disampaikan dan karakteristik peserta didik sehingga peserta didik lebih mudah mengkonstruksi pengetahuan yang dipelajari. Selain itu pembelajaran harus berpusat pada peserta didik. Peserta didik sebagai obyek pembelajaran harus mampu menerapkan pengetahuan yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh dapat lebih bermakna dan berguna untuk mengembangkan pengetahuan selanjutnya.
Dalam belajar IPA diperlukan ketrampilan IPA antara lain observasi, inferensi dan komunikasi. Untuk itu diperlukan suatu srtategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi ketrampilan tersebut. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan penerapan TTW ( think talk write ). Strategi TTW dibangun dengan tiga kegiatan dasar, yaitu berpikir, berbicara dan menulis. Menurut Hamdayama ( 2014 : 217 ), “ Secara etimologi, think diartikan dengan “berpikir “, talk diartikan sebagai “berbicara “, sedangkan write diartikan sebagai “ menulis “. Jadi TTW dapat diartikan sebagai berpikir melalui bahan bacaan ( menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi ) hasil bacaannya, dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi.
Sintak pembelajaranThink Talk Write adalah : 1) Think, peserta didik membaca soal, memikirkan jawaban, membuat catatan kecil tentang idenya; 2) Talk, peserta didik merefleksi, menyususn ide-ide, berdiskusi dengan kelompoknya; 3) Write, peserta didik menuliskan ide-ide dan solusi yang telah didiskusikan.
Dengan strategi ini, peserta didik dapat mempertajam seluruh ketrampilan visual, mengembangkan ketrampilan berpikir kritis dan kreatif, dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan melibatkan peserta didik secara aktif belajar, dan membiasakan peserta didik berkomonikasi dengan teman dan guru. Dengan demikian ketrampilan IPA yang harus dikuasai dapat tercapai yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya. Jadi, penerapan strategi TTW ( Think Talk Write ) dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
Rini Asih, S.Pd.
Guru SMP Negeri 2 Mondokan, Sragen