Budaya literasi ternyata belum familiar di beberapa sekolah. Padahal pemerintah telah meluncurkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pada tahun 2015. Program tersebut dibuat sebagai ikhtiar pemerintah untuk menumbuhkan minat baca bangsa Indonesia yang masih rendah. Berdasarkan pengalaman penulis, budaya literasi di SMA Negeri 1 Parakan juga belum terlaksana secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya minat baca siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa tidak tertarik ketika diminta untuk membaca teks yang ada di buku paket. Kondisi lain yang cukup memprihatinkan terjadi pada materi pembelajaran meresensi buku. Siswa cenderung tidak membaca buku secara keseluruhan atau biasanya mereka hanya menyalin resensi buku dari internet.
Oleh karena itu, diperlukan upaya agar minat baca siswa meningkat dan budaya literasi di sekolah dapat berjalan optimal. Penulis membuat sebuah program “Ayo Kita Sambut Literasi” (AKSARA) untuk menumbuhkan kedua hal tersebut. Melalui program ini, siswa akan melakukan empat kegiatan yang berhubungan dengan literasi. Kegiatan tersebut antara lain, ALINEA (Ayo Lima Belas Menit Membaca), ALIBABA (Ayo Menulis Bersama-sama), AMUBA (Ayo Membuat Sudut Baca), dan AKAR (Ayo Berkarya).
Pada kegiatan ALINEA siswa akan membaca buku selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai. Kegiatan ini sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 yang mewajibkan siswa untuk membaca buku minimal 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Buku yang dibaca bukanlah buku nonteks pelajaran, akan tetapi buku fiksi maupun nonfiksi yang bermuatan positif. Manfaat membaca lima belas menit menurut Setiawan dan Dewayani (2019) adalah untuk membiasakan rutinitas harian, kegiatan sederhana yang dilakukan rutin lebih efektif membentuk kebiasaan yang berkelanjutan. Selain itu, menurutnya membaca lima belas menit juga dapat menambah kosakata dan keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Setelah siswa membaca buku, mereka akan menulis rangkuman singkat pada lembar report literasi yang akan penulis periksa tiap seminggu sekali.
Kegiatan lanjutan yang dapat menumbuhkan budaya literasi adalah ALIBABA. Pada kegiatan ini, penulis mewajibkan siswa untuk memublikasikan tulisannya di media sosial masing-masing. Menurut Kemdikbud (2017) kemampuan menulis penting untuk dimiliki dan dikembangkan. Apabila membaca berkoelasi dengan masukan kata-kata dan gagasan, maka menulis erat kaitannya dengan keluarannya. Membaca dan menulis dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menemukan kata dan istilah dalam mengungkapkan sesuatu. Kemampuan tersebut, menurut Kemdikbud (2017) dapat membuat komunikasi berjalan dengan baik. Siswa membagikan tulisan di media sosial dan menandainya di akun media sosial AKSARA yang dibuat dan dipantau oleh penulis. Media sosial tersebut juga berfungsi untuk memublikasikan kegiatan literasi lain.
Selanjutnya, setiap kelas melaksanakan kegiatan AMUBA. Output dari kegiatan ini adalah adanya sudut baca di setiap kelas. Gerakan Literasi Nasional (2017) menyebutkan bahwa adanya sudut baca memberikan kemudahan untuk mengakses sumber belajar. Semakin banyak sumber pembelajaran literasi yang mudah diakses oleh siswa, semakin meningkat pula ketertarikan siswa untuk terlibat dalam kegiatan literasi.
Kegiatan terakhir yang dilakukan adalah AKAR. Penulis mengajak siswa dan guru lain untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan ini. Karya siswa yang dikumpulkan akan diseleksi, kemudian dibukukan menjadi sebuah antologi cerita dan diterbitkan.
Adanya program AKSARA yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan minat baca siswa. Selain itu, siswa menjadi lebih produktif dalam kegiatan menulis. Sudut baca juga memudahkan siswa untuk mengakses sumber belajar. Dengan begitu, budaya literasi sekolah dapat berjalan dengan optimal.
Hajar Arohmah
Guru Bahasa Indonesia
SMA N 1 Parakan Kab. Temanggung