Jika kita mendengar kata menari, maka dalam benak kita yang terlintas adalah gemulainya tubuh penari. Akan terlihat begitu menyenangkan apabila terdengar alunan gendhing dan gerak yang lemah gemulai. Karena dalam tari tidak hanya gerak saja yang ada di dalamnya, tetapi ada beberapa faktor yang mendukungnya. Seperti diungkapkan oleh pakar seni tari yaitu Soedarsono yang mengungkapkan bahwa menari adalah ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah (1972: 4). Wardhana juga mengatakan bahwa menari merupakan ungkapan nilai-nilai keindahan dan keluhuran lewat gerak dan sikap (1990:8). Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa tari didukung oleh beberapa hal, yaitu: 1) Wiraga, penguasaan perbendaharaan gerak tari; 2) Wirama, tentang musik, melodi, ritme, dan tempo; dan 3) Wirasa, rasa atau perasaan yang berkaitan dengan gerak tubuh dan perasaan. Ketiga unsur ini melebur menjadi bentuk tarian yang indah dan harmonis.
Keindahan gerak tari seharusnya dimiliki oleh seluruh siswa di SMP Negeri 7 Wonogiri pada pelajaran Seni Budaya, baik kelas VII, VIII, maupun kelas IX. Namun pada kenyataannya, tidak semua siswa merasa suka dengan pelajaran menari. Mereka sering enggan ikut karena merasa bosan dan tidak tertarik dengan pelajaran seni tari. Bahkan anak-anak bilang lebih suka dengan tarian dance atau tarian modern yang terlihat lebih enerjik. Kenyatan ini juga terlihat di kelas 7B tahun pelajaran 2018/2019 pada Kompetensi Dasar (KD)4.3. Memeragakan gerak tari sesuai dengan level dan pola lantai. Mereka banyak yang izin tidak ikut praktik menari dengan alasan sakit padahal tidak sakit.
Berdasar fenomena tersebut ditemukan bahwa mereka merasa bosan dan pasif. Mereka merasa tidak ada tantangan dalam menari dan hanya menirukan gerak tari dari guru. Dari kenyataan ini, pengajar harus mencari metode yang tepat untuk mereka agar lebih semangat dalam menari. Salah satu metode yang tepat digunakan dalam tari adalah metode TUSEB (Tutor Sebaya). Metode tutor sebaya merupakan metode yang dilakukan dengan cara memberdayakan kemampuan siswa yang memiliki daya serap tinggi, siswa tersebut mengajarkan materi atau latihan kepada teman-temannya yang belum paham (Soeprodjo dkk., 2008: 295).
Langkah awal metode ini adalah sebelumnya pengajar memberitahukan kepada para siswa bahwa akan dipilih yang gerakannya bagus dan sesuai irama untuk maju ke depan sebagai tutor. Antusiasme mereka dalam menari ternyata sangat tinggi, dengan harapan supaya terpilih menjadi tutor di depan. Pengajar tidak menyangka metode tuseb (tutor sebaya) begitu dahsyat pengaruhnya bagi murid. Mereka yang ditunjuk ke depan sebagai tutor begitu bersemangat dalam menari. Sedangkan teman-temannya yang berada di belakangnya tampak memperhatikan dengan saksama teman mereka yang sebagai tutor. Pemakaian tutor sebaya ini ternyata membuat teman yang lain yang belum bisa tidak merasa enggan untuk bertanya.
Dari kejadian ini, menurut pengamatan pengajar, siswa yang tidak ikut praktik menari dengan berbagai alasan, dari minggu ke minggu mulai berkurang. Dan yang membanggakan mereka bisa membagi sikap di dalam kelas. Di saat praktik menari mereka begitu serius dalam melakukan gerakan, dan ketika selesai menari bagi yang merasa belum bisa mereka bertanya kepada tutor di depan. Antusias dan keseriusan mereka terlihat ketika selesai menari yaitu dengan melakukan tepuk tangan yang meriahtanda kepuasan mereka.
Hasil dari metode ini, nilai mereka semakin meningkat. Bahkan yang sebelumnya nilai tidak tuntas begitu banyak, sekarang bisa mencapai ketuntasan. Pengajar merasa bangga terhadap siswa kelas VII B tahun pelajaran 2018/2019 karena mencapai hasil yang memuaskan.
Sri Retno Setyowulan, S.Sn.
Guru Seni Budaya SMP Negeri 7 Wonogiri