Matematika merupakan ilmu yang membosankan, kaku dan tidak rekreatif. Kemampuan menghitung secara cepat hal yang paling penting dalam Matematika. Pernyataan tersebut merupakan anggapan sebagian besar siswa. Sehingga menjadikan siswa tidak termotivasi untuk belajar. Hal ini ditunjukkan dengan sikap sebagian besar siswa kurang bersemangat dalam proses kegiatan belajar mengajar, kurang memperhatikan materi yang dipelajari, dan hasil asesmen akhir pembelajaran yang tidak tuntas.
Karena kondisi tersebut, dalam proses kegiatan belajar mengajar guru lebih mengutamakan siswa, menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran, dan menggunakan alat peraga untuk meningkatkan motivasi belajar. Karena masuknya informasi baru diproses secara mental dengan informasi yang tersimpan di dalam ingatan, sehingga terjadi insight atau pemahaman baru.
. Memang berhitung merupakan bagian tak terpisahkan dari Matematika. Tetapi, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting . Yang terpenting yaitu pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, siswa akan mampu melakukan analisis (penalaran) terhadap permasalahan (soal).
Menurut Estiningsih (Sukayati: 2003), pada umumnya proses belajar mengajar dapat digambarkan sebagai tiga bagian yang berurutan yaitu input, proses, dan output. Input merupakan kejadian pertama yang menggambarkan siswa dengan memiliki sejumlah materi prasarat bagi konsep yang akan dipelajari, sikap dan motivasi belajar. Proses merupakan kegiatan kedua yang menggambarkan proses belajar mengajar. Guru harus berusaha dengan maksimal mengkondisikan agar siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar. Dan output merupakan hasil dari proses belajar berupa pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap.
Dengan belajar siswa dapat menemukan makna dan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan kondisi dan fasilitas yang ada dengan bimbingan guru. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain buku-buku pelajaran, alat-alat percobaan, kondisi lingkungan sekitar, dan media informasi.
Dalam pembelajaran Matematika tidak harus diawali dengan teorema atau definisi, tetapi harus disesuaikan dengan taraf perkembangan berpikir siswa. Untuk tingkat SD, belum mampu seluruhnya berpikir deduktif dengan obyek yang abstrak. Pendekatan induktif dan menggunakan obyek yang konkrit merupakan sarana yang tepat untuk membelajarkan matematika, karena kemampuan berpikir siswa sekolah dasar masih dalam tahap operasional konkrit. Suatu konsep diangkat melalui manipulasi dan observasi terhadap obyek konkrit, kemudian dilakukan proses abstraksi dan idealisasi. Jadi, penggunaan alat peraga untuk memahami suatu konsep atau prinsip sangat penting dilakukan dalam proses pembelajaran Matematika. Tingkat keabstrakan Matematika juga menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan menghilangkan anggapan bahwa pembelajaran Matematika itu membosankan, kaku, dan tidak rekreatif gurumenggunakan alat peraga wayang kertas tokoh Petruk pada kompetensi dasar menjelaskan bilangan bulat negatif (termasuk menggunakan garis bilangan) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, guru menyiapkan wayang kertas tokoh Petruk dan papan garis bilangan terbuat dari triplek yang tertulis bilangan bulat positif, nol dan negatif. Kedua, guru menulis soal operasi hitung Matematika di papan tulis. Ketiga, siswa menebak hasil operasi hitung secara lisan. Keempat, guru mencatat jawaban siswa di papan tulis. Kelima, siswa memeragakan operasi hitung Matematika menggunakan media garis bilangan dan wayang kertas dengan arahan guru. Keenam, guru dan siswa membuat kesimpulan
Dengan demikian, penggunaan alat peraga wayang kertas tokoh Petruk pada pembelajaran operasi hitung bilangan bulat negatif (termasuk menggunakan garis bilangan) dapat meningkatkan motivasi belajar, menambah semangat belajar, dan meningkatkan hasil asesmen akhir pembelajaran siswa kelas VI SD Negeri Kebumen 02 Kecamatan Tersono Kabupaten Batang.
Oleh Repto Cholidin, S.Pd.SD
Guru SD Negeri Kebumen 02 Kecamatan Tersono