JATENGPOS.CO.ID, – Kita patut berbangga bahwa wayang merupakan kebudayaan asli Indonesia dari suku Jawa kini sudah diakui oleh Unesco menjadi kebudaayaan dunia. Jika ditoleh kebelakang, wayang pada awalnya diciptakan dan digunakan oleh para wali untuk melakukan syiar agama Islam ditengah mayoritas pemeluk agama Hindu-Budha di Nusantara. Dalam syiar agama Islam terlihat bahwa penggunaan wayang sangat efektif, tidak ada gejolak maupun reaksi karena wayang bersifat halus, menyentuh rasa bukan pada logika. Penonton wayang dapat menarik nilai yang terdapat pada pertunjukanya. Nilai apa saja yang terkandung dalam pertunjukan wayang?
Pertunjukan wayang dapat disebut juga gambaran kehidupan alam semesta. Layar putih atau disebut kelir mengambarkan bumi sebagai tempat berlangsunya kehidupan. Matahari sebagai pusat kehidupan diwujudkan dalam lampu yang disebut blencong. Blencong menyinari terang kelir seperti matahari menyinari bumi memberikan kehidupan di semesta alam. Tokoh wayang memberikan gambaran tentang manusia yang tinggal dibumi dan memiliki berbagai karakter masing-masing. Kemudian Dalang yang menceritakan dan menggerakan wayang sebagai sutradara kehidupan. Kemampuan Dalang dalam menceritakan serta menokohkan tiap wayang menjadikan gambaran kehidupan di bumi ini.
Tokoh dalam wayang juga banyak yang dijadikan idola masyakat Jawa pada khususnya karena karakter yang dimiliki tokoh tersebut. Bima merupakan tokoh yang memiliki karakter yang kuat, teguh pada pendirian, apa adanya, berani membela kebenaran. Prabu Krisna merupakan tokoh politikus yang cerdik namun juga dapat dikatakan licik, handal dalam diplomasi, memiliki kritik dan solusi yang baik, namun juga dapat melakukan cara-cara kotor seperti dalam beberapa lakon. Patih Sengkuni seorang perdana menteri di Negara Hastina merupakan contoh tokoh politikus kotor, yang pandai dalam provokasi, membuat narasi hitam, juga memiliki siasat jitu dalam merebut maupun mempertahankan kekuasaan. Punokawan yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong adalah gambaran rakyat biasa yang tidak segan juga memberikan masukan ketika penguasa tidak berjalan semestinya. Tokoh-tokoh tersebut hanya beberapa contoh karakter yang dimiliki tokoh wayang yang juga terdapat pada manusia pada umumnya.
Iringan wayang yang disebut gamelan adalah contoh nyata keberagaman, menunjukan perbedaan akan menjadi indah jika memiliki satu tujuan. Gamelan adalah alat musik Jawa yang masing-masing instrumen memiliki teknik sendiri dalam memainkannya. Teknik memainkan gamelan ada yang dengan tehnik ditabuh keras, ditabuh lembut, digesek, ditiup dan dikepak. Dalam memainkan gamelan dibutuhkan sikap toleransi, saling memahami dan pengertian, serta tanggung jawab pada tugasnya masing. Pemimpin dalam iringan adalah kedang, kendang sebagai pengatur irama. Semua instrumen harus patuh terhadap aba-aba kendang. Dalam memainkan gamelan masing masing instumen harus bertanggung jawab dengan peranya,toleransi dengan intrumen lain, dapat menahan, dan bermain dengan penuh rasa. Ketika gamelan yang berbeda-beda bunyi serta teknik bermainya tersebut dimainkan bersama ternyata dapat menghasilkan alunan musik yang indah. Pendengar akan merasa nyaman, dapat membawa perasaan pendangar sesuai karakter musik yang dimainkan. Hal tersebut yang menjadikan gamelan diminati oleh bangsa asing untuk mempelajarinya.
Cerita dalam pewayangan juga merupakan sering disebut sebagai cermin kehidupan manusia dimuka bumi ini. Dalam lakon wayang terdapat konflik sosial, politik, keluarga, lingkungan dan sebagainya yang ternyata relevan dalam kehidupan nyata. Seperti dalam lakon Baratayudha, yang merupakan perang saudara antara Pandhawa dan Kurawa. Pandhawa menggambarkan tokoh yang baik berusaha meminta kembali negara Hastina dan Amarta yang karena siasat licik Patih Sengkuni menjadi milik para Kurawa. Dalam kisah tersebut terdapat intrik-intrik politik dalam perebutan kekuasaan takhta Hastina. Inti dalam perang Baratayuda adalah menghentikan kejahatan yang dilakukan Kurawa dalam mengekploitasi negara Hastina secara besar-besaran tanpa memperhatikan kehidupan masyarakatnya. Cerita atau lakon yang diambil dari epos Ramayana dan Mahabarata ini ternyata bersifat universal atau dapat diterima sejak jaman dahulu hingga saat ini. Hal ini lah yang membuat wayang dapat bertahan dan diterima oleh masyarakat hingga kini di tengah ramainya arus masuk kebudayaan asing.
Nilai-nilai yang penulis uraikan di atas hanya beberapa nilai yang terkandung dalam wayang dari sudut pandang penulis. Ternyata masih banyak nilai-nilai terkandung dalam wayang. Sebagai bangsa yang besar sudah sepantasnya kita melestarikan wayang dan dapat mengambil nilai-nilai positif yang dapat kita amalkan dalam kehidupan.
Andreas Novianto Nugroho, S.Pd.
Guru SD Negeri Kalipuring, Bruno, Purworejo