Menurut Pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, bahwa syarat wajib seorang guru adalah memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dan kemudian dijelaskan dalam Pasal 10 tentang macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Salah satu bagian dari kompetensi keprofesional seorang guru adalah menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini dibuat untuk memandu guru dalam mengajar agar tidak melebar jauh dari tujuan pembelajaran. Dengan melihat pentingnya penyusunan perencanaan pembelajaran ini, guru semestinya tidak mengajar tanpa adanya rencana. Perencanaan pembelajaran yang mestinya dibuat guru secara mandiri tetapi mereka hanya mencontoh atau copy paste. Hasil pengamatan kepala sekolah di Sekolah Dasar Negeri 2 Kaloran, Temanggung didapatkan data bahwa hanya sekitar 60% guru yang menyusun RPP. Disamping itu, secara kualitas RPP yang baik baru mencapai angka 25% dari RPP yang dibuat oleh guru. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, usaha kepala sekolah adalah mengadakan kegiatan workshop yang melibatkan guru dan pengawas Sekolah Dasar. Kegiatan ini dilaksanakan semacam diskusi untuk mendapatkan perubahan pada setiap guru dalam menyusun segala perangkat pembelajaran. Guru diminta menyusun rencana pembelajaran dengan sesuai kreteria, kemudian dipresentasikan di dalam workshop. Workshop merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok, dengan menggunakan nara sumber dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu.
Menurut (Badudu, 1988:403) menjelaskan bahwa workshop adalah suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata. Lebih lanjut, Harbinson (1973: 52) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses pemerolehan keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan, yang sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak berkaitan dengan lainnya, karena memiliki tujuan yang berbeda. Dengan dilaksanakan workshop dapat memberikan bantuan kepada seseorang atau individu secara berkelanjutan berlangsung secara terus menerus untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan mendapat kemajuan dalam bekerja sesuai ketentuan. Dengan melakukan workshop tersebut diharapkan, guru dapat menyusun rencana pembelajaran menjadi berkualitas. Yaitu guru mampu menyusun rencana pembelajaran secara mandiri dengan menerapkan berbagai metode dan mengaplikasikan kepada siswa. Secara umum workshop memberi dampak yang signifikan pada guru. Yang awalnya baru 25% setelah mengikuti kegiata workshop menjadi 100%. Dari paparan tersebut, menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan guru dalam menyusun RPP melalui kegiatan workshop lebih menekankan pada metode kolaboratif dan konsulttif sehingga memberikan kesempatan sharing antara guru. Dengan demikian pemahaman terhadap menyusun RPP dapat meningkat baik dalam teori maupun implementasinya.
Tujuan workshop secara umum adalah mengubah perilaku individu tenaga pendidik di bidang pendidikan. Tujuan ini adalah menjadikan pendidikan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat pendidikan, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Di samping itu pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program pendidikan secara keseluruhan. Jadi secara sederhana guru yang berkompeten adalah harus mampu merancang skenario pembelajaran, melaksanakan dan mengevaluasi.
Oleh :
Mulyono,S.Pd.
Kepala SD Negeri 2 Kaloran
Temanggung