Pilih Bakat atau Tekad?

Anita Utami, M.A. Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 5 Salatiga
Anita Utami, M.A. Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 5 Salatiga

JATENGPOS.CO.ID.- Dalam fabel klasik karya Aesop, dikisahkan lomba antara kelinci dan kura-kura. Kelinci yang memang lebih cepat awalnya melesat meninggalkan kura-kura. Merasa unggul, kelinci memilih istirahat sementara kura-kura perlahan tapi pasti menuju garis finish dan akhirnya memenangkan pertandingan. Pesan moralnya, orang-orang dengan bakat luar biasa yang justru takluk pada orang-orang biasa dengan kegigihan luar biasa.

Merujuk pada pernyataan Duckworth (2016) dalam bukunya GRIT: The power of passion and perseverance, faktor penentu keberhasilan seseorang bukan terletak pada bakat semata. Ia meneliti ribuan sampel dan menemukan bahwa grit atau ketekunan adalah kunci keberhasilan. Artinya, siapa pun berpotensi meraih sukses jika bertekad dan bertekun. Lantas, bagaimana kita dapat menerjemahkan temuan ini dalam kegiatan belajar mengajar?

Langkah pertama yang perlu diambil untuk menumbuhkan tekad dalam diri peserta didik adalah mengubah pola pikir. Pada dasarnya, manusia terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama, kelompok pola pikir tetap (fixed mindset) yang beranggapan bahwa bakat adalah faktor bawaan yang tidak dapat diubah. Kedua, kelompok pola pikir tumbuh (growth mindset) yang melihat bakat seperti otot yang dapat dilatih untuk berkembang.

Tidak seperti kelompok pertama yang takut menghadapi tantangan karena takut gagal, kelompok kedua percaya bahwa kemampuan bersifat dinamis. Artinya, jika saat ini saya tidak bisa, saya dapat terus berlatih hingga suatu hari mampu melakukannya.


Imbasnya, individu yang termasuk dalam kelompok kedua ini tidak mudah menyerah dan memiliki semangat juang yang tinggi untuk maju. Pola pikir tumbuh inilah yang perlu diadopsi dalam kegiatan belajar mengajar. 

Menabur Tekad di Ruang Kelas

Menumbuhkan tekad dalam pembelajaran merupakan hal yang perlu dilakukan guru. Dalam pembelajaran bahasa asing misalnya, peserta didik dapat dengan mudah tergoda untuk menyerah ketika menemui kata baru yang tidak mereka pahami maknanya. Atau, mereka bisa jadi jeri ketika menemui aturan tata bahasa yang benar-benar asing.

Guru dapat menumbuhkan tekad dengan menghindari memberi label pada peserta didik berdasarkan tingkat kemampuan mereka. Sebaliknya, guru dapat menyemangati peserta didik untuk berani mengambil risiko dan belajar dari kegagalan. Sebagai contoh, ketika murid gagal menjawab pertanyaan, alih-alih mengatakan bahwa ia gagal, guru dapat memberi tahu letak kesalahan ditambah memuji keberanian untuk mencoba.

Langkah lain yang dapat ditempuh adalah dengan merancang pembelajaran kreatif yang berfokus pada proses. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris, ketika belajar menangkap makna lagu, peserta didik dapat diminta menyusun portofolio lagu asing bertema semangat dan merefleksikan maknanya. Mengingat kegiatan ini bukanlah hal yang mudah bagi pembelajar bahasa asing tingkat awal, peserta didik dapat diminta membuat dua kali draf kasar dan berkonsultasi pada guru. Alhasil, selain menangkap pesan semangat dari lirik lagu, peserta didik juga dapat mengasah tekad lewat proses revisi.

Terakhir, guru perlu menekankan bahwa keberhasilan menguasai bahasa asing bukanlah proses instan. Hal ini dapat ditempuh dengan meminta tamu yang sudah fasih berbahasa Inggris menceritakan proses suka duka belajar bahasa, atau guru juga dapat menggunakan pengalaman belajarnya sendiri untuk menumbuhkan tekad peserta didik.

Oleh:

Anita Utami, M.A.
Guru Bahasa Inggris
SMP Negeri 5 Salatiga