JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Sekjen Kemendagri) Diah Anggraeni mengakui menerima 500 ribu dolar AS dari pengusaha Andi Narogong dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman sebagai upeti proyek KTP-E.
“Dari Andi 200 (ribu dolar AS), dari Irman 300 (ribu dolar AS), total 500 ribu dolar AS dan sudah dikembalikan ke KPK,” kata Diah dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Diah bersaksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan Tipikor pengadaan KTP-Elektronik yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun. Penerimaan itu terjadi pada 2012.
“Saat itu saya mau mengembalikan uangnya, Pak Irman mengatakan kalau saya kembalikan itu sama saja dengan bunuh diri, saya (Irman) sampai ditembak mati tidak akan ‘ngaku’ terima uang,” cerita Diah.
Uang dari Irman menurut Diah diantarkan oleh utusannya yang tidak ia kenal. Sedangkan uang dari Andi Narogong diantarkan langsung ke rumah Diah.
“Saat Andi datang saya tanya ‘Pak ini uang KTP-E’ ya? Bukan itu uang dari bisnis saya, karena tidak ada yang memikirkan Ibu. Saya kejar, saya lari keluar, tapi rumah saya mepet sama tetangga kalau saya teriak akan terdengar tetangga, jadi saya malu dan tidak jadi teriak,” ungkap Diah.
“Apa hubungannya Andi memberikan sebesar itu ke kalau tidak ada kaitan dengan sesuatu ?” tanya anggota majelis hakim Franki Tumbuwun.
“Karena katanya ‘tidak ada yang memikirkan ibu’. Saya tidak punya pikiran negatif. Saat dibuka, saya takut kok uangnya besar sekali. Saya hubungi Irman dan saya menyesal sekali kalau pak Irman mengatakan ‘ya bu kembalikan saja’ duh saya besyukur tidak panjang seperti ini,” tambah Diah.
Diah mengaku sempat menanyakan alamat rumah Andi ke Irman untuk mencoba mengembalikan uang, tapi Irman tidak memberikan alamat tersebut. Akhirnya Diah pun hanya menyimpan uang 500 ribu dolar AS itu sampai kasus ini bergulir.
“Pak Giarto (mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri) juga pernah mengatakan ‘Bu tidak usah dikembalikan, saya yang pasang badan, Pak Irman yang tanggung jawab padahal sejak awal memang ada niat untuk mengembalikan,” ungkap Diah.
Sedangkan uang 300 ribu dolar AS dari utusan Irman, menurut Diah berasal dari pengadaan Kemendagri.
“Pak Irman pernah mengatakan pembagian 331 tapi saya tidak tahu maksudnya, Pak Irman hanya menyampaikan kami demikian dan mengatakan rezeki pembagian uang tapi tidak tahu dari mana, hanya dikatakan dari pengadaan di Ditjen Dukcapil,” ungkap Diah.
Meski sudah menerima uang dari Irman dan Andi, Diah juga tidak melapor ke atasannya saat itu yaitu Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
“Kewajiban melapor itu di Pak Irman selaku Dirjen Dukcapil yang tanggung jawab pelaksaan proyek tersebut, Irman tidak tanggung jawab ke kami tapi ke Mendagri. Saya juga tidak tahu Andi sebagai apa dalam pengadaan tersebut,” jelas Diah.
Ia mengaku hanya sekali bertemu dengan Setya Novanto yaitu di hotel Grand Melia pukul 06.00 WIB yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setnov.
“Tapi saya tidak dengar pembicaraannya, saya juga tidak pernah ikut rapat tim fatmawati,”ungkap Diah.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-E. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun.(ant/udi)