spot_img
33 C
Semarang
Sabtu, 28 Juni 2025
spot_img

Kali ini saya tidak membela VakNus

JATENGPOS.CO.ID,  – Saya hanya ingin sungguh-sungguh bertanya kepada pembaca. Terutama kepada para ahli, birokrat, lembaga riset, otoritas perizinan, dan siapa saja: Ada satu barang. Katakanlah belum punya nama.

Ia bukan vaksin. Ia bukan obat. Ia bukan makanan atau minuman. Ia bukan jamu. Barang itu lalu disuntikkan ke dalam tubuh manusia.

Sampai 17 hari kemudian orang yang disuntik ”barang itu” tidak punya keluhan apa-apa.

Tidak ada yang meriang. Tidak ada yang panas badan. Tidak ada yang sakit.

Di hari ke-18 mereka diperiksa di makmal independen.

Hasil makmal menunjukkan orang tersebut memiliki antibodi terhadap Covid-19. Dengan angka antara 160 sampai 200.

Baca juga:  Muhammadiyah Bangun Sekolah Dasar Tahfidz di Gedawang

Mereka juga memiliki proteksi terhadap Covid-19 dengan angka yang meyakinkan: antara xxxx.

Memiliki proteksi itu penting karena belum tentu yang sudah punya antibodi tidak tertulari Covid.

Pertanyaan saya:

    1. Harus disebut apa jenis barang itu? (Tidak diakui sebagai vaksin, tidak diakui sebagai obat, bukan therapy karena hanya untuk mencegah, bukan jamu, bukan makanan/minuman).

  1.  Siapa yang harus memberi izin agar barang itu bisa dipakai. Siapa atau lembaga apa yang harus menguji agar izin bisa diproses?
  2. Ketika Covid-19 masih marak seperti sekarang dan varian-varian baru muncul, apakah barang seperti itu diperlukan?

Saya lihat banyak orang meminati barang itu. Namun, hanya yang mampu secara ekonomi yang akan bisa menjangkau.

Baca juga:  Dibuka Pendaftaran Calon Anggota Komisi Informasi Jateng Periode 2022-2026, Ini Syaratnya

Sekali suntik bisa sekitar Rp 5 juta. Harga itu sangat mahal untuk kebanyakan orang Indonesia. Harga itu mahal karena tidak dibuat massal.

Barang itu tidak bisa dibuat massal karena tidak ada izin sebagai vaksin/obat/makanan/minuman.

Saya hanya bertanya tiga soal di atas. Itu karena saya tidak mampu menjawabnya. Please. (*)

spot_img

TERKINI