JATENGPOS.CO.ID, – Masih ingatkah kita dengan tripusat pendidikan?Tripusat pendidikan merupakan tiga tonggak pendidikan terhadap anak-anak kita. Tiga tonggak itu meliputi keluarga, sekolah dan lingkungan. Pendidikan anak pertama kali didapatkan dari keluarga, selanjutnya dalam menimba ilmu pengetahuan dilanjutkan di sekolah, sementara lingkungan juga berperan dalam membentuk karakter anak.
Orang tua merupakan guru pertama bagi penerus bangsa ini, orang tua pula yang akan menghantarkan anaknya menuju keberhasilan. Kita mampu berjalan, berbicara, dan berbagai hal tentang kegiatan sehari-hari kita dapatkan dari ketelatenan orang tua kita saat kita masih kecil. Mereka melatih kita tanpa pamrih. Mereka mendidik kita agar kita mampu melakukan hal-hal yang belum bisa kita lakukan pada waktu itu.
Waktu kita kecil dulu, orang tua kita selalu memanggil kita dengan bahasa yang santun, dengan harapan agar kita mampu meniru bahasa mereka. Hampir setiap masyarakat yang tinggal di Jawa pasti akan mengenalkan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari. Namun demikian, seiring dengan perubahan zaman, dan perkembangan teknologi saat ini banyak dari orang tua yang mulai mencampur adukan bahasa sehari-hari. Bahasa jawa dan bahasa nasional mulai bercampur. Terkadang terasa geli saat terdengar.
Jika kita perhatikan pada waktu akhir-akhir ini, banyak anak-anak kita yang tidak bisa menggunakan bahasa yang santun. Jika dalam bahasa jawa sebagai dialog sehari-hari, saat ini banyak anak yang tidak bisa menggunakan bahasa “kromo alus”. Sementara itu, banyak orang tua zaman sekarang yang berpikir bahwa anak-anak mereka akan mendapatkan pendidikan bahasa dan yang lainya dari sekolah. Mereka menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah. Anak pandai karena sekolahan, anak mampu menggunakan bahasa yang santun juga dari sekolah. Seakan-akan mereka melepaskan tanggung jawab mereka kepada sekolah.
Andai saja semua mampu memahami bahwa salah satu tripusat pendidikan itu ada pada keluarga, penulis yakin semua orang tua pasti akan ikut serta mengawasi dan mendidik anak-anak kita. Bagaiman peran keluarga dalam mendidik anak?Dari keluarga anak-anak kita mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya. Mampu berbicara, berjalan dan yang lainnya mereka dapatkan dari orang tua. Tidak ada satupun orang tua yang akan mengajarkan kata-kata kasar apalagi kotor. Mereka menggunakan bahasa yang halus dan sopan agar kelak anaknya mampu meniru.
Namun demikian tidak semua kondisi keluarga yang mampu memberi contoh yang baik untuk anak-anaknya. Pada usia 0 sampai 7 tahun umpamanya, orang tua dengan penuh kasih sayang mengajarkan anak-anaknya dengan bahasa yang santun. Setelah berumur lebih dari 7 tahun, banyak orang tua yang beranggapan bahwa anak-anak sudah mampu membedakan hal yang baik maupun yang bukan. Alhasil, banyak orang tua yang lupa mengindahkan kata dan kalimat yang santun. Mereka beranggapan bahwa usia sekolah adalah tanggung jawab sekolah. Sekolah yang akan mendidik dan mengajari anak-anak mereka. Itu merupakan anggapan yang keliru. Jika kita amati bersama,waktu anak bersosialisasi jauh lebih banyak di luar sekolah ketimbang di sekolah. Anak-anak berada di sekolah dari jam 7 pagi sampai jam 12. Di luar itu anak bersosialisasi dengan lingkunagn dan keluarga.
Meskipun di sekolah anak mendapat pendidikan bahasa dan berbagai ilmu pengetahuan, lingkungan dan keluarga tetap ikut berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Keluarga, khusunya orang tua juga menjadi kendali dalam pemakaian bahasa yang santun. Misalnya, Keluarga broken home, karena kondisi tekanan batin yang teramat sangat, tak sedikit orang tua yang mengatakan kata-kata yang tidak sewajarnya. Di dalam keluarga yang mengalami keretakan itu, pastinya situasi dalam rumah tersebut akan terasa sangar. Hampir setiap hari terjadi pertengkaran. Kedua orang tua saling merebut benar, tak ayal mereka menggunakan kata-kata yang tidak pas demi mempertahankan argumennya.
Semua kejadian dalam rumah tersebut secara langsung akan dilihat dan didengar oleh anak-anaknya. Padahal, apa yang di lihat anak secara langsung akan tertanam dalam otak mereka lebih lama dari yang didengar. Bayangkan jika setiap hari di suguhi kata dan kalimat yang tidak pas. Anak pun akan terbiasa dengan kata dan kalimat tersebut, yang akhirnya akan mereka bawa dalam pergaluan di luar.
Berbeda dengan sebuah keluarga yang adem ayem, mereka mampu mengkondisikan situasi di hadapan anak-anaknya. Meskipun penulis yakin, semua kehidupan rumah tangga pasti pernah mengalami yang namanya beda pendapat. Namun demikian, kita harus menyikapi hal tersebut agar tidak sampai terlihat kepada anak kita. Maka dari itu, mari kita awasi bersama pendidikan anak-anak kita. Jangan sampai kita mengatakan kata dan kalimat yang tidak sewajarnya di depan anak-anak kita, karena apa yang dilihat langsung oleh anak kita akan tertanam di dalam benaknya.
Oleh : Susi Setya Nugraha,S.Pd.SD
SD Negeri Tegalmiring, Kab. Purworejo