JATENGPOS.CO.ID – Kurikulum yang senantiasa berubah perlu disikapi dengan bijak. Apapun bentuk perubahannya, sebagai pelaku dilapangan kita harus berpikiran positif terlebih dahulu. Kita harus yakin bahwa apa yang dilakukan oleh pemegang kebijakan terkait pendidikan adalah demi perbaikan dan penyesuaian terhadap perkembangan jaman.
Untuk memahami apa tujuan kurikulum yang sebenarnya, ada baiknya kita lihat pengertian kurikulum tersebut. Menurut UU No. 20 Tahun 2003, Â kurikulum merupakan seperangkat rencana dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional.
Sementara menurut Dr. H. Nana Sudjana Tahun (2005), Kurikulum merupakan niat dan harapan yang dituangkan kedalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat dan rencana, sedangkan pelaksaannya adalah proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yaitu pendidik dan peserta didik.
Dari dua pengertian diatas bisa kita temukan kata kunci pembelajaran, pendidik dan peserta didik (siswa). Pembelajaran yang baik tentunya perlu direncanakan, apa yang menjadi tujuan dan bagaimana cara mencapainya serta dengan apa bisa dicapai. Pendidik atau guru, adalah seorang fasilitator yang hanya menjadi jembatan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Sementara siswa adalah the real actor dalam pembelajaran. Sosok yang menjadi target akhir pembelajaran yang harus mampu berperan aktif untuk memperoleh kemampuan atau keahlian tertentu melalui jalur sekolah.
Yang menjadi masalah adalah adanya pengajar yang hanya sekedar memaksakan diri untuk bisa mencapai target pembelajaran dalam kurikulum tanpa memperhatikan kondisi siswa. Tidak jarang, banyak pengajar yang kejar target dengan cara menimbun tugas secara masif padahal masih ada siswa yang belum mampu memahami tugas atau materi sebelumnya dengan baik.
Yang lebih parah lagi, karena banyaknya target pembelajaran, banyak guru yang mengevaluasi hasil belajar siswa hanya dari sekedar keaktifan siswa dalam mengumpulkan tugas. Bukan berarti hal tersebut salah, hanya saja kurang tepat. Keaktifan siswa, harusnya hanya menjadi salah satu aspek penilaian saja dan bukan penentu ketuntasan belajar siswa.
Selain kurang tepat, teknik seperti itu justru akan menjadikan siswa salah mengartikan kata aktif. Aktif yang diminta didalam kurikulum adalah aktif dalam hal mengeksplorasi dan menemukan cara mengatasi permasalahan, bukan sekedar ‘ada pekerjaan’ tapi tanpa kualitas. Cara ini, tanpa disadari juga menyebabkan para guru justur menciptakan robot-robot yang sekedar melakukan tapi tidak memahami apa yang dikerjakan.
Sekali lagi, jangan perlakukan siswa seperti mesin! Para siswa haruslah dikondisikan untuk menyadari seberapa penting materi yang harus mereka kuasai. Jangan kondisikan para siswa untuk mengikuti ritme atau rutinitas semu yang menjemukan, dimana materi baru berarti tugas baru. Jika para guru mempertahankan pola ini, maka jangan menyesal jika lulusan yang dihasilkan nanti hanya berupa mesin dalam bentuk manusia. Hanya sekedar melaksanakan tugas tanpa adanya inisiatif dan kreasi.
Untuk merubahnya, memang tidak bisa seketika. Pertama kali, mungkin guru bisa menerapkan group project, dimana ada salah satu siswa yang berkemampuan diatas rata-rata menjadi pemimpin kelompok. Beri tugas yang ringan dulu agar ketua kelompok mampu memahami betul tugas tersebut. Dengan demikian dia akan bisa berbagi dan menyampaikan kepada anggota kelompoknya.
Sesudah pola tersebut berjalan, maka setiap siswa harus siap untuk menjadi ketua kelompok. Yang pasti, usahakan agar setiap tugas yang diberikan berkaitan langsung dan tampak manfaatnya dalam real life. Jika sudah demikian, maka kekhawatiran akan adanya mesin dalam tubuh manusia bisa dihilangkan.
Akhirnya, sebagai seorang guru dan pendidik yang baik, marilah kita bisa mensikapi perubahan kurikulum beserta target pembelajarannya dengan bijak. Â Mari jadikan siswa sebagai subjek yang aktif, yang mampu berinisiatif dan berkreasi dengan baik dan bertanggungjawab. Jangan jadikan siswa sebagai objek penderita yang hanya bisa mengerjakan segala tugas tanpa memahami esensi dari tugas tersebut.
SUWARNO, ST
Guru TP SMK Negeri 2 Sragen