JATENGPOS.CO.ID, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat SMA tahun pelajaran 2017-2018 baru saja usai. Namun UNBK menyisakan masalah-masalah yang salah satunya adalah keluhan dari peserta ujian yang diutarakan melalui akun Instagram Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom)Kemendikbud bahwa soal-soal yang diberikan, terutama soal matematika sulit. Sedangkan dalam tanggapannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa bobot soal-soal tertentu UNBK memang dibuat lebih sulit dari biasanya sehingga penyelesaian soal membutuhkan daya nalar tinggi atau Higher Order Thinking Skills(HOTS).
Kurikulum 13 membuka kesempatan seluas-luasnya untuk guru berkreasi dan berinovatif dalam menyajikan materi pelajaran. Model-model pembelajaran seperti Discovery/Inquiry Learning, Problem Based Learning, Project Based Learning menjadi peluang bagi guru untuk menerapkan pembelajaran level HOTS. Yang sering terjadi adalah guru sudah menyajikan skenario pembelajaran dengan sangat baik namun soal-soalnya masih pada tingkatan rendah, bukan HOTS. Sehingga pada akhir skenario, tujuan akhir dari pembelajaran tidak mengena. Ibarat sebilah pisau yang bagus tetapi tumpul untuk mengiris.
Sebagai pendidik marilah kita mengajukan pertanyaan pada diri kita dan secara jujur menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Sudahkah kita memahami konsep HOTS seperti yang dituntut dalam pengimplementasian Kurikulum 13? Sudahkah kita menerapkan konsep HOTS dalam skenario pembelajaran di kelas? Rasanya menggelikan sekali apabila kita tidak atau belum melaksanakan skenario pembelajaran berkonsep HOTS namun melaksanakan penilaian terhadap siswa-siswi kita dengan soal-soal berbasis HOTS.
Alice Thomas dan Glenda Thorne (2009) mendefinisikan HOTS sebagai cara berpikir pada tataran tingkat tinggi. Keterampilan siswa berpikir tingkat tinggi ini merujuk pada Taksonomi Bloom (di revisi oleh Karthwohl dan kawan-kawan) yang mengkategorikan tingkat berpikir mulai dari tataran yang rendah atau LowerOrder Thinking Skills(LOTS) yang meliputi mengingat (recall), memahami (understand) dan menerapkan (apply). Misalnya dalam pembelajaran bahasa Inggris guru membahas ungkapan meminta tolong (expression of asking for help) serta responnya, siswa pada akhirnya dapat mengingat dan menghafal ungkapan-ungkapan meminta tolong dalam bahasa Inggris. Setelah itu siswa dapat memahami bahwa bila mereka menemukan ungkapan “Will you help me,please?”, maka ungkapan ini digunakan apabila seseorang ingin meminta tolong pada situasi dan konteks tertentu.
Pada tataran berpikir HOTS meliputi menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate) dan mengkreasi (create). Contoh penerapannya dalam pembelajaran bahasa Inggris misalnya guru membahas materi jenis teks Narrative berbentuk cerita pendek. Pada tahapan menganalisis siswa dapat menganalisis atau menyimpulkan sifat-sifat atau karakter tokoh- tokoh dalam cerita tersebut, mengidentifikasi sifat dan karakter si tokoh melalui dialog-dialog atau perbuatan-perbuatannya yang terdapat dalam cerita tersebut dan kemudian menarik kesimpulan keadaan si tokoh pada waktu melakukan dialog tersebut, apakah ia sedang bersedih hati atau gembira, atau apakah ia sedang kesal, marah, kecewa dan sebagainya. Siswa dapat juga menganalisis setting (waktu dan tempat) cerita tersebut dari kalimat-kalimat yang terdapat pada cerita tersebut (misalnya apakah peristiwa pada cerita tersebut terjadi pada musim panas atau musim hujan, darimana kamu tahu?), menganalisis susunan teks narrative, menarik kesimpulan moralitas apa saja yang dapat dipelajari dari cerita tersebut. Tataran selanjutnya adalah mengevaluasi dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa seperti: Dari tokoh-tokoh yang ada pada cerita tersebut manakah tokoh yang paling kamu sukai, jelaskan alasanmu!, Mengapa kamu menganggap tokoh A lebih baik dari pada tokoh B, jelaskan!, Adakah teman-teman disekitarmu yang memiliki karakter mirip tokoh A, jelaskan!, Adakah kesamaan dan perbedaan peristiwa antara cerita yang pertama diberikan guru dengan cerita yang kedua,sebutkan!, dan masih banyak lagi pertanyaan yang membuat siswa harus membanding-bandingkan, menilai, menimbang dan akhirnya membuat pilihan. Selanjutnya pada tataran terakhir yaitu mengkreasi, siswa diminta untuk menciptakan cerita berdasarkan kreativitasnya sendiri.
Soal-soal yang ditanyakan bisa meliputi : Pernahkah kamu mengalami peristiwa seperti yang dialami tokoh A dalam cerita tersebut, coba ceritakan!, Pernahkah kamu menjumpai seseorang yang mirip dalam tokoh B di sekolahmu, coba ceritakan!, Apabila kamu pernah berada dalam posisi seperti tokoh A dalam cerita tersebut , keputusan atau tindakan apa yang akan kamu ambil?, Ceritakan perasaanmu ketika kamu mengalami keadaan seperti yang dialami oleh tokoh A dalam cerita tersebut, Apabila cerita tersebut peristiwanya berakhir tidak bahagia, apakah kamu punya solusi yang lebih baik agar peristiwanya dapat berakhir dengan bahagia, tuliskanlah!, Bagaimanakah pesan moral dari cerita tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada hidupmu atau di sekolahmu?,dan masih banyak lagi pertanyaan yang menuntut siswa untuk berkreasi memberikan jawaban yang divergen.
Soal-soal HOTS tidak identik dengan soal-soal sulit. Sekali lagi soal-soal HOTS adalah soal-soal yang penyelesaiannya memerlukan tahapan-tahapan berpikir tingkat tinggi. Terkadang kita akan menjumpai soal-soal HOTS dengan pertanyaan yang sederhana, namun jawabannya sangat dalam dan bermakna. Dari pengalaman penulis melaksanakan skenario pembelajaran berkonsep HOTS ini siswa merasa nyaman dalam belajar menulis teks dalam bahasa Inggris, sebab diluar dugaan apa yang dulu kita pikir apakah mereka mampu menuju ketingkat berpikir HOTS, ternyata hasilnya sangat melebihi ekspektasi. Skenario pembelajaran HOTS memberikan nuansa belajar dimana siswa bebas mengutarakan apa yang mereka rasakan berdasarkan pengalaman yang mereka peroleh dengan lingkungan disekitarnya. Soal-soal HOTS pada skenario pembelajaran bahasa Inggris menyebabkan mereka antusias untuk terus menulis dalam bahasa Inggris.
Grace Yeh Shiang, S.Pd.,M.Si.
Guru Bahasa Inggris SMA Negeri 5 Semarang