MPD dari Indonesia untuk Dunia

JATENGPOS.CO.ID, MADRID – Pengakuan dunia atas Wonderful Indonesia bukan hanya datang karena keindahan alam (nature), kemolekan budaya (culure), dan kehebatan membuat karya (man made). Ide-ide smart, digital tourism, teknologi terapan baru, untuk kemajuan industri pariwisata dunia menambah kekaguman dunia akan Pesona Indonesia.

Kali ini yang diangkat Menpar Arief Yahya ke UNWTO – United Nation World Tourism Organization adalah konsep MPD, Mobile Positioning Data. Pendekatan baru dalam tourism statistic, menghitung jumlah wisman dengan teknologi digital, yang jauh lebih akurat, lebih mudah, lebih murah, tanpa campur tangan manusia, semua mechine to mechine.

MPD juga bekerja nonstop, selama 24 jam dalam sehari, 7x seminggu, 30-31 hari sebulan, 12 bulan setahun. Dan setiap saat, real time up date, bisa dilihat perkembanganya. Teknik ini menyempurnakan cara lama, metoda manual, yang masih menggunakan survey. “Saya sudah bawa ke ATF 2019, ASEAN Tourism Forum di Ha Long Bay City, Vietnam, dan direspons positif,” kata Menpar Arief Yahya.

Beberapa Negara sudah berencana menggunakan metode ini. Terutama untuk menghitung border tourism, atau kawasan perbatasan. Kamboja misalnya, Menteri Pariwisata Khong Thong sudah meminta secara khusus, untuk menerapkan teknologi ini di wilayahnya. Setahun sebelumnya, di ATF 2018 Chiang Mai, tuan rumah Thailand juga meminta Menpar Arief Yahya untuk membantu digital tourism-nya.

iklan
Baca juga:  Manfaatkan Pelaksaan PTM untuk Tanamkan Norma Baru dalam Keseharian

Teknologi-nya seperti apa sih? Arief Yahya yang basic-nya digital technology, sejak dipercaya menjadi Menteri Pariwisata sudah membuat diagram Revolusi 3T. Telecommunication, Transportation, Tourism. Ketiga sector bisnis ini mirip, cara bekerjanya. “Sama-sama memindahkan sesuatu, dari satu tempat ke tempat lain,” kata Menpar Arief Yahya.

Tranportasi jelas. Memindahkan barang dan penumpang, dari satu titik koordinat ke titik yang lain, dengan menggunakan alat, baik di darat, laut, udara. Telekomunikasi juga, memindahkan data, message, voice, video atau konten, dari satu sender ke receiver. Tourism juga sama, memindahkan travelers atau wisatawan, dari satu negara ke negara lain, kota ke kota lain.

Kesamaan ini, yang memudahkan Menpar Arief Yahya menemukan banyak terobosan baru di Pariwisata. Karena selama hidupnya, dia berkarier di industri telekomunikasi, hingga posisi puncak sebagai Dirut PT Telkom Indonesia. Sampai disruption yang terjadi di telecommunication dan transportation pun dia sudah ramalkan sejak 4 tahun silam, yang juga akan menerpa dunia pariwisata.

Karena itu Arief Yahya bisa mengantisipasi dengan baik, sehingga tidak sempat gaduh seperti di sector transportasi. Dengan digital, Grab dan Gojek men-distrub bisnis transportasi konvensional. Whatsapp, Line, Telegram, WeChat, Kakao, Facetime, dll juga mendistrup SMS, Telepon Selular dan Telepon Konvensional.

Baca juga:  2 DJ Mancanegara Akan Hebohkan Rave Party Border Stage Red-White Festival 2019

“Semua menggunakan logika, bahwa selalu ada kapasitas yang tidak terpakai, atau excess capacity. Itulah yang kemudian dipakai bersama-sama, menggunakan common platform atau sharing economy untuk mengoptimalkan excess capacity itu,” kata Arief Yahya.

MPD, lanjut dia, prinsipnya pergerakan mobile cellular sama dengan pergerakan orang. Setiap HP, punya identitas, yang kerap dinamai IP, selain nomor teleponnya. Signal mobile phone akan ditangkap oleh BTS atau mobile antenna meskipun tidak melakukan pembicaan ataupun mengirim text.

“Dari ini kami bisa mendapatkan data yang akurat, bukan hanya jumlah, tetapi juga profile data pengunjung, lama tinggal, frekuensi berkunjung, sampai ke Negara originasi atau asal negaranya mana,” ungkapnya.

Apa pentingnya data-data itu? “Kita bisa membuat analisa yang cepat, karena datanya akurat. Ujungnya bisa membuat evaluasi tepat, dan keputusan yang cepat. Misalnya, membuat event di Kepri (Batam-Bintan), banyak travelers dari Singapore yang datang? Berapa lama tinggal? Bisa dilihat dengan cepat. Dianalisa event itu sudah tepat atau belum?” katanya.

Lebih lanjut? Apanya yang harus diperbaiki ke depan? Apakah Productnya (kreatif eventnya)? Atau Pricing-nya (harga tiket ke atraksi, harga akomodasi, harga transportasi)? Atau Promosi-nya? Atau Place-nya? Data-data MPD bisa memudahkan CEO membuat executive summary, dan membuat keputusan. “Ini juga satu bukti dalam prinsip More Digital More Professional!” ungkap Arief Yahya.

Baca juga:  Kemenag Klaim Tak Akan Pakai Dana Haji Untuk Tangani COVID-19

Sebagai inovasi baru, tentu ada banyak pertanyaan. Misalnya bagaimana kalau orang tidak membawa handphone? Bisa saja orang tidak ber-HP, tetapi secara statistic hampir 70% penduduk dunia sekitar 5,6 Miliar sudah membawa HP. Sisanya, 30% ada yang anak-anak, bayi, orang lanjut usia. Jadi persentasenya sangat kecil. “Kita pakai logika saja, 70% wisatawan itu sudah search and share secara online, bahkan bertransaksi menggunakan online travel,” jelas Arief Yahya.

Di era millennials sekarang, sulit menemukan orang yang tidak ber-handphone. Bahkan di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, lebih sulit mencari orang yang berhandphone satu, daripada berhandphone dua. Di Jakarta, rasio penggunaan HP itu 1:1,9 orang. Hampir setiap orang punya HP lebih dari satu.

Lalu bagaimana “membersihkan data” dari case yang begitu? Punya lebih dari satu HP? “Jika posisi dua atau tiga HP itu selalu bersama, di setiap tempat, di sepanjang waktu, maka yang dihitung hanya satu saja. Sisanya di del,” jelas Arief Yahya.

Ada juga yang di-clearing atau di-drop, karena pergerakan. Orang naik pesawat, akan landing di Singapore misalnya, pada momen tertentu signalnya tertangkap oleh BTS di Batam, tetapi tidak lama. Itu dikategorikan fast mover, dan didrop. “Jadi data bisa dibersihkan,” katanya.(udi)

iklan