Sebagaimana diketahui, seiring berjalannya waktu, perhatian yang diberikan oleh masyarakat terhadap para penyandang disabilitas semakin meningkat. Mereka mulai menunjukkan antusiasme melalui berbagai aspek terkait dengan memperhatikan latar belakang penyebab, hak asasi manusia pada penyandang disabilitas, serta hal-hal yang mengiringinya. Apalagi, jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia kian meningkat setiap tahunnya. Menurut estimasi PBB, setidaknya terdapat 10 persen anak usia sekolah merupakan penyandang disabilitas. Tentunya, hal ini menarik untuk dibahas agar permasalahan ABK dapat dicari solusinya.
Dalam bahasa praktis, setiap permasalahan pasti ada solusinya. Sebagaimana yang dipahami, dunia selalu berpacu dengan perubahan dan dinamika dari zaman ke zaman. Tonggak perubahan dunia ke arah modern tak lepas dari masa renaisance sehingga memacu kemajuan dari berbagai bidang kehidupan. Renaisance memunculkan penemuan dan karya baru yang menekankan sisi humanisme termasuk kemajuan dalam bidang ilmu kesehatan dan kedokteran. Seiring dinamika zaman, akhir-akhir ini ilmu kesehatan dan kedokteran mengalami kemajuan signifikan. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Berbagai permasalahan kesehatan, mampu dicarikan solusinya melalui kecanggihan penemuan alat-alat kesehatan, penemuan obat-obatan serta kemajuan ilmu kedokteran yang terus menjawab tantangan zaman.
Ketika muncul permasalahan baru dalam bidang ilmu kesehatan dan kedokteran, seolah akan dijawab oleh penemuan baru pula. Meskipun demikian, dinamika perubahan ini banyak yang belum mampu dijawab. Salah satu hal yang belum mampu dijawab tuntas bahkan masih mengandung unsur misteri terkait permasalahan kelahiran bayi dalam kondisi tidak sempurna atau cacat bawaan lahir.
Cacat Bawaan secara Medis
Cacat bawaan lahir disebut juga congenital malformation, congenital anomalies, birth defects, congenital disorders atau congenital malformations. Menurut WHO, cacat bawaan lahir (congenital malformation) didefinisikan sebagai kelainan struktur maupun fungsi (misalnya kelainan metabolisme) pada bayi lahir, yang terjadi selama janin di dalam uterus, dan diidentifikasi pada sebelum lahir, pada saat lahir, maupun di kemudian hari setelah lahir.
Berbagai data menunjukkan jika angka kematian bayi sebagian disebabkan oleh menderita cacat bawaan lahir ini. Dan bila bayi lahir penyandang cacat bawaan itu hidup, ini tentu menghasilkan penyakit dan cacat bawaan yang kronis, serta keterbatasan dan ketidak mampuan bayi/anak dalam jangka waktu selama hidup anak tersebut. Keterbatasan kemampuan jasmani, kecerdasan dan bahkan kepribadian menjadi gangguan hidup yang diderita oleh individu, keluarga, layanan medis, dan masyarakat pada umumnya, dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan jasmani, dan rohani si penderita.
Jika melihat permasalahan di atas, tampaknya perkembangan kemajuan ilmu medis, belum menjangkau secara mendalam dalam mengatasi permasalahan anak lahir cacat ini. Meskipun, perlengkapan medis di tempat pelayanan kesehatan sudah sangat canggih dan praktis, sehingga memudahkan tenaga medis dan pasien dalam pemeriksaan kesehatan. Sebagaimana contohnya alat USG untuk mengecek kehamilan, jenis kelamin bayi,berat badan bayi dan lainnya. Faktanya, perkembangan peralatan kesehatan dan ilmu medis ini tak mampu mendeteksi kelainan dalam diri calon bayi atau bayi yang lahir.
Cacat bawaan lahir disebabkan oleh banyak faktor. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi dua, ialah faktor genetik dan lingkungan. Menurut dr.Sadina Pramuktini Sp.OG, dokter spesialisasi di bidang reprdukasi wanita berpendapat , penyebab lahirnya anak cacat bersifat multiaspek. Multi aspek tersebut diantaranya faktor genetik, pola hidup yang tidak sehat (merokok,minum alkohol),lingkungan yang tidak sehat(polusi) dan kosmetik yang mengandung bahan kimia tertentu. Faktor genetik ini, umumnya hubungan incest atau perkawinan keluarga dekat. Sementara faktor lingkungan karena infeksi kuman pada janin selama kehamilan, yang disebabkan rendahnya mutu asupan nutrisi ibu hamil. Tidak sedikit kasus cacat bawaan lahir mampu diidentifikasi penyebabnya. Meskipun demikian, kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran, bagaimanapun tetap mampu mencegah dan menangani permasalahan cacat bawaan lahir ini dalam banyak kasus walau tidak semua kasus.
ABK dalam Perspektif Layanan Pendidikan.
Keberadaan ABK dalam keluarga membawa banyak konsekuensi khususnya dalam pengasuhan. Dibutuhkan kesiapan mental bagi orangtua untuk mengasuh anak ABK. Faktanya, berdasarkan pengamatan penulis, sejumlah orangtua ABK menunjukkan bahwa masih ada orangtua yang kurang mampu menerima keberadaan anaknya yang berkebutuhan khusus sehingga mempengaruhi cara pengasuhannya dan menimbulkan stres pengasuhan. Apalagi tugas dan kewajiban orang tua dari ABK cukup berat karena tidak sekadar menjalankan kewajiban sebagai orang tua melainkan juga melakukan penanganan. Apalagi, orangtua sering menunjukkan sejumlah reaksi emosional, seperti penyangkalan dan menyalahkan diri sendiri terhadap kehadiran anaknya yang tidak sesuai harapan.
Keberadaan ABK dalam masyarakat seringkali memunculkan beragam respon sosial. Mulai dari sikap penerimaan dan dukungan, hingga diskriminasi dan stigma. Persepsi masyarakat terhadap ABK sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pengetahuan, pengalaman pribadi, dan nilai-nilai budaya. Sikap masyarakat yang inklusif dan positif sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi tumbuh kembang ABK.
Dalam bidang pendidikan, ABK mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak dari masyarakat dan negara. ABK sebagai kelompok individu yang memiliki karakteristik unik dan beragam, yang membedakan mereka dari anak-anak pada umumnya. Perbedaan ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari keterbatasan fisik, gangguan perkembangan kognitif, hingga kesulitan dalam berinteraksi sosial. Kondisi yang dialami oleh ABK sangat kompleks dan multifaktorial, melibatkan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Interaksi sosial yang terjadi antara ABK dengan lingkungan sekitarnya memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kualitas hidup mereka. Lingkungan keluarga, sekolah, dan komunitas berperan penting dalam memberikan dukungan, stimulasi, dan kesempatan bagi ABK untuk mengembangkan potensi mereka. Interaksi yang positif dan inklusif dapat membantu ABK untuk membangun kepercayaan diri, keterampilan sosial, dan mencapai kemandirian.
Gambaran pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus diatur melalui Undang-Undang No. 70 tahun 2009 pasal 1 yang menyatakan bahwa “Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
Pengaplikasian pendidikan inklusi menekankan bahwa seluruh siswa dapat diterima tanpa diskriminasi, sehingga menciptakan bentuk pelayanan kesetaraan pendidikan. Pendidikan inklusi memaksimalkan seluruh potensi serta keterampilan pelajarnya secara intens, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Anak dengan kebutuhan khusus yang masuk pada ruang sumber inklusif itu telah memiliki jadwal agar selama proses pembelajaran dapat lebih teratur serta pada saat istirahat mereka dapat kembali ke kelas reguler untuk bermain bersama teman-teman di kelasnya.
Hal tersebut ditujukan untuk melatih anak dengan kebutuhan khusus agar dapat bersosialisasi dengan orang lain. Dengan bersosialisasi, membiasakan anak untuk berempati dengan temannya serta dapat mengenali dan mengelola emosinya. Anak dengan kebutuhan khusus sering terlihat berbeda baik dari fisik, mental, maupun sosial emosional. Mereka mempunyai karakteristik khusus yang dapat mengakibatkan adanya beberapa penyesuaian pada bidang tertentu, agar mereka tetap mendapatkan hak yang sama dengan anak lain dan bahkan penyesuaian tersebut harus dapat mengoptimalkan perkembangannya sebagaimana layaknya anak-anak yang lain. Penyesuaian yang dimaksud adalah penyesuaian lingkungan yang dapat mendukung kebutuhan semua anak, penyesuaian dari kemampuan, keterampilan dan pengetahuan pendidik.
Penerapan dalam pendidikan inklusif tidak mudah karena membutuhkan beberapa persiapan yang mendalam agar pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan teori.Pelaksanaan pembelajaran bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus sangat membutuhkan strategi. Terdapat teknik tersendiri yang akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Pembelajaran bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus perlu dipersiapkan oleh pengajar di sekolah dengan melihat kondisinya sehingga mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Selain itu, dalam proses penerimaan siswa, perlu diperhatikan masalah identifikasi untuk memperoleh siswa yang mengalami keterbatasan atau gangguan, baik dari fisik, intelektual, sosial, perilaku, maupun emosional. Proses identifikasi dilakukan dengan beberapa tujuan, yakni penjaringan kemungkinan siswa mengalami masalah belajar, pengalihan tangan atau referal, klasifikasi yang memiliki keterkaitan dengan pengelompokan jenis keterbatasan atau gangguan yang dialami siswa, perencanaan pembelajaran yang terkait dengan pembuatan program pembelajaran secara individual sesuai dengan gangguan yang dialami siswa, dan monitoring kemajuan belajar yang memiliki keterkaitan dengan evaluasi program yang sudah dilaksanakan.
ABK dalam Perspektif Keagamaan
Ditinjau dari segi agama,dalam memahami konteks keberadaan ABK dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya sebagai hal yang normal. Dalam berbagai analog, Allah sering dinarasikan menciptakan sesuatu yang berpasangan seperti malam-siang, tinggi-rendah,hitam-putih, kecil-besar, normal-tidak normal, dan seterusnya. Dalam konteks ini, tidak ada produk Allah yang gagal,semua sempurna dimata Allah karena Allah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.Setiap anak yang lahir adalah limited edition. Sebenarnya, yang tidak sempurna menurut pandangan manusia tapi sempurna menurut Allah. Setiap manusia diberikan kelebihan, sekaligus diiringi dengan segala kelemahannya, demikian pula sebaliknya. Contoh anak yang tunanetra bisa hafal Al Qur’an,Allah tutup matanya sehingga tidak bisa melihat tapi Allah titipkan ingatannya yang kuat sehingga mampu menghafal Al Qur’an melalui mata hatinya.
Sementara itu, Al-Quran sudah menjabarkan tentang ujian dan cobaan bagi manusia. “Apakah manusia itu mengira bahwasanya mereka akan dibiarkan begitu saja setelah mengucapkan ‘Kami beriman’ sementara mereka tidak akan mendapatkan cobaan dan ujian” (QS. Al-‘Ankabuut:2). Sebagai manusia beriman, kita harus memahami bahwa setiap manusia diuji dengan segala bentuknya, tergantung bentuk cobaan dan ujiannya masing-masing sekaligus tanggapan manusia terhadap ujian dari-Nya. Allah SWT memberikan ujian kepada manusia untuk mengetahui setiap kemampuan hamba-hamba-Nya dalam memecahkan permasalahan hidup, baik masalah harta, anak, keluarga, tempat kerja, ataupun masalah-masalah lainnya. Keberadaan sebuah keluarga yang di dalamnya terdapat ABK sebagai bentuk ujian dari Allah terhadap hambanya tersebut. Selain itu, ABK juga diberi ujian terkait keberterimaan terhadap takdir yang harus dialami sebagai manusia yang tidak sama dengan lainnya.
Sementara itu, jika konteks keagamaan ini dihubungkan dengan ilmu kesehatan dan kedokteran dalam rangka usaha untuk mengatasi ABK. Hal ini sebagai bentuk ikhtiar yang harus dijalankan sebagai hamba Allah. Islam sebagai agama yang memberikan pedoman hidup kepada manusia yang bersifat menyeluruh, yang meliputi segala aspek untuk menuju tercapainya kebahagiaan hidup jasmani, rohani, individu, sosial, dan akherat. Perintah melakukan perubahan sosial merupakan tanggung jawab personal seluruh lapisan masyarakat, yakni siapa saja yang mempunyai kepekaan sosial dalam menganalisa ketimpangan, atau dalam Islam dikenal dengan amar ma’ruf nahi munkar. Dorongan untuk melakukan perubahan masyarakat dipertegas oleh firman Allah dalam QS. ar-Ra’d ayat 11: “..Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…”. Dalam konteks ini, para peneliti, dokter, tenaga medis, dan stakeholder lainnya yang berusaha membantu mengatasi kelemahan dari ABK sebagai bentuk ibadah untu membantu sesame meski segalanya tergantung dari niat masing-masing.
Penutup
ABK dalam perspektif medis, pendidikan, dan sudut keagamaan sebagai sebuah analisis permasalahan di ruang publik menyangkut permasalahan ABK ini ditinjau berdasar multi-aspek. Secara aspek medis, ABK sebagai bentuk kelainan fungsi psikis dan jasmani dari seseorang yang disebakan oleh faktor-faktor tertentu. Dunia medis berusaha membantu dan menganalisi permasalahan ini dari sisi keahliannya. Dalam konsteks pendidikan, keberadaan ABK sebagai bentuk layanan masyarakat dan negara terhadap hak-hak warga negara, khususnya ABK. Sementara itu, dalam sudut keagamaan, keberadaan ABK sebagai bentuk ujian dan cobaan dari keluarga dan si penderita untuk mampu menerima takdir yang telah ditentukan. Meskipun demikian, ada usaha-usaha untuk membantunya sebagai bagian dari upaya mengubah nasib suatu kaum yang dilakukan oleh manusia melalui dunia medis.
Penulis: Nolis Nursapaah
Mahasiswa
Program Studi PAI Universitas Muhammadiyah Malang.