JATENGPOS.CO.ID, – Cukupkah kita peduli dengan sampah di sekitar kita? Jawabnya bisa iya. Coba kita tilik sebentar fakta-fakta berikut. Tahukah anda? Menurut riset, Indonesia ternyata masuk dalam peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia, setelah China. Fakta yang lebih mengkhawatirkan justru sebagian besar sampah plastik tersebut tidak terkelola dan disinyalir mencemari lautan terbuka.
Itu baru satu jenis sampah, padahal setiap harinya berbagai jenis sampah semakin banyak diproduksi. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup (2016), jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat Indonesia adalah sekitar 64.5 juta ton per tahun. Sejumlah 38.40 ton adalah berupa sampah organik, 8.96 juta ton sampah plastik, dan 5.76 ton sampah kertas.
Sebagian besar sampah itu dalam keadaan tidak terpilah dengan baik dan tidak termanfaatkan. Sebanyak 69 persen dari total sampah itu ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), 23 persen hanya dikubur, dibakar, atau tidak dikelola sama sekali. Hanya sekitar 7.5 persen saja yang telah dimanfaatkan untuk kompos atau daur ulang.
Saat sampah tidak ditangani dengan baik, sampah berpotensi menimbulkan menimbulkan berbagai hal negatif, seperti menjadi penyebab atau penyebar penyakit, menghasilkan gas metan (CH4) yang dapat merusak atmosfir bumi, dan menjadi salah satu penyebab utama terjadinya banjir. Sudah seharusnya kita mulai menyadari bahwa masalah sampah harusnya bukan saja urusan pemerintah.
Sekolah sudah seharusnya menjadi salah satu garda depan untuk mengawal pola pikir seperti itu. Untuk itu,karakter cinta lingkungan harus ditingkatkan agar siswa tergerak untuk melakukan tindakan untuk menyelamatkan lingkungan. Pun bisa dikelola dengan terus menanamkan karakter peduli lingkungan.
Sejalan dengan upaya tersebut, maka bank sampah berbasis sekolah adalah sarana yang tepat untuk membentuk karakter cinta lingkungan pada diri siswa. Keberadaan bank sampah sekolah sebenarnya sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah, dan Peraturan Pemerintah (PP) 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Berdasar UU tersebut, pemerintah mendorong berbagai upaya pengolahan sampah mandiri, terutama dalam bentuk Bank Sampah.
Jumlah sampah di lingkungan sekolah akan menjadi cukup besar jika tidak dikelola dengan baik. Dalam suatu sekolah setingkat SMP atau SMA misalnya, jumlah siswa bisa mencapai 800 anak. Jika seperempat persen saja dari mereka membeli minuman kemasan botol atau cups plastik, dalam satu hari bisa terdapat 200-an sampah botol dan cups plastik. Dalam seminggu bisa ribuan kemasan plastik yang dihasilkan. Sayang sekali jika sampah plastik itu dibiarkan tercampur begitu saja dengan sampah organik tanpa dimanfaatkan, apalagi kalau dibiarkan tersebar di tanah sekitar sekolah begitu saja. Tanah di sekitar sekolah bisa tercemar karena sampah plastik semacam itu memerlukan ratusan tahun untuk dapat terurai.
Dengan adanya Bank Sampah Sekolah, sampah tersebut akan dapat terpilah dan terkelola dengan lebih baik. Karena pada dasarnya Bank Sampah Sekolah bukanlah sekadar tempat menukar sampah menjadi rupiah. Yang lebih utama dalam pelaksanaannya adalah proses membentuk karakter untuk mengimplementasikan konsep 3 R: Reduce, Reuse, dan Recycle. Mendidik siswa untuk peduli mengurangi sampah yang disetor ke TPA begitu saja, memanfaatkan ulang dan mendaur ulang sampah.
Salah satunya Bank Sampah Sekolah BIMA (Bisa Mandiri) menjadi sarana penguatan pendidikan karakter di sekolah kami ini. Memang kami mendapati bahwa mengubah pola pikir, membentuk karakter bukanlah pekerjaan instan. Apalagi karakter siswa sekolah kami memang masih belum terbiasa mengolah sampah. Meskipun mungkin diperlukan waktu lama untuk membuahkan hasil, paling tidak sekolah kami telah mencoba memulainya.
Dewi Apriliana U, S.Pd.
Guru SMA Negeri 2 Wonogiri