JATENGPOS.CO.ID, – Survey membuktikan bahwa tingkat literasi sains siswa masih sangat rendah. Hal ini berdasarkan dari penilaian internasional, nasional dan daerah tentang pembelajaran siswa. Dari hasil tes dan evaluasi PISA 2015 performa siswa-siswi Indonesia masih tergolong rendah. Berturut-turut rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara yang dievaluasi. Peringkat dan rata-rata skor Indonesia tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil tes dan survey PISA terdahulu pada tahun 2012 yang juga berada pada kelompok penguasaan materi yang rendah.
Hasil survey tersebut mengindikatorkan bahwa proses pembelajaran di Indonesia masih di bawah rata – rata terutama dalam proses pembelajaran sains. Kegiatan belajar belajar mengajar di sekolah kita masih mengutamakan penguasaan kompetensi kognitif siswa. Para siswa hanya di jejali konsep – konsep sains yang bersifat abstrak, tanpa tahu proses munculnya konsep tersebut. Ironisnya siswa hanya sebagai pendengar, penerima semua konsep sains itu secara mentah tanpa melalui proses penemuan, pembuktian konsep tersebut.
Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu – isu yang terkait sains ( OECD, 2016 ).
Literasi sains memberikan kesempatan siswa untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar rumah, sekolah dan masyarakat untuk mengamati, menyelidiki objek, materi, peristiwa yang menarik tentang kajadian – kejadian alam sekitarnya. Siswa tertarik dan berminat untuk mempelajari, mengamati, menemukan sendiri apa saja yang mereka minati.
Gerakan literasi sains dapat di mulai dari lingkungan keluarga. Semestinya keluarga sudah memfasilitasi anak – anak dengan beragam buku – buku yang menarik untuk di baca. Kegiatan membaca dibiasakan lagi. Meskipun era digital mempermudah sarana untuk menjelajah dunia tanpa harus membuka dan membaca buku.
Depdiknas ( 2007 ) telah membuat kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran IPA yang cukup relevan dengan fakta – fakta mengenai hasil PISA tentang rata – rata kondisi literasi sains siswa Indonesia. Bentuk kajian itu mengenai kurikulum IPA masa depan. Diharapkan kurikulum IPA masa depan berorientasi pada literasi sains, sikap ilmiah, keterampilan ilmiah, kemampuan bernalar, kemampuan melakukan penyelidikan ilmiah, keterampilan proses sains dan kepercayaan diri.
Implikasi dari kurikulum IPA masa depan salah satunya dapat di lakukan dengan melakukan pembelajaran Guided Inquiry . Pembelajaran Guided Inquiry merupakan pembelajaran inkuiri terbimbing yang melibatkan siswa untuk menemukan konsep – konsep IPA .Menurut Wina Sanjaya (2009: 194) mendefinisikan model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Dharmawan (2008) dalam Moh.Amien (1987: 138) menyatakan pembelajaran inkuiri terbimbing adalah suatu pembelajaran dengan sebagian perencanaan pembelajaran dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak merumuskan problem, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.
Pembelajaran inkuiri terbimbing akan mengajak siswa untuk melakukan pengamatan, penyelidikan, penemuan sendiri konsep – konsep IPA. Siswa diajak langsung untuk terlibat dalam proses – proses sains, melakukan keterampilan sains, membentuk kepercayaan diri melalui eksperimen dan penyelidikan IPA. Pembelajaran seperti ini tidak akan didapat oleh siswa jika guru masih mengajar dengan konvensional. Mengajar konvensional siswa hanya di jejali oleh teori – teori tanpa dilibatkan dalam proses penemuan.
Salah satu konsep IPA yang perlu pembuktian sendiri oleh siswa adalah materi fotosintesis. Materi fotosintesis bersifat eksperimental sehingga kompetensi proses dapat diukur melalui praktikum fotosintesis. Guru mengajak para siswanya untuk melakukan penyelidikan tentang konsep fotosintesis untuk menemukan jawaban sendiri. Siswa akan melalukan tahapan – tahapan inkuiri terbimbing antara lain merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, menguji jawaban, menarik kesimpulan dan menerapkan kesimpulan dan generelisasi.
Aspek konten sains dan proses sains yang merupakan hasil pengukuran literasi sains dapat di wujudkan melalui pengamatan dan penyelidikan tentang  kejadian atau objek. Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi, menganalisa, menarik kesimpulan berdasarkan hasil praktikum fotosintesis. Melalui penyelidikan ini siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikir, mampu membuat inferensi dan generalisasi.
Literasi sains merupakan keterampilan proses yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era globalisasi. Dalam hal pembelajaran literasi sains dapat diterapkan melalui strategi pembelajaran yang dapat mengasah siswa untuk berfikir tingkat tinggi. Sehingga literasi sains sangat diperlukan untuk masuk dalam kurikulum IPA masa depan.
oleh : Alimah, S.Pd
Guru SMP 1 Jekulo Kudus