Budaya Literasi Lewat Mading

Sri Wahyuni, S.Pd, M.Pd Kepala Sekolah SMPN 2 Gunungwungkal Pati
Sri Wahyuni, S.Pd, M.Pd Kepala Sekolah SMPN 2 Gunungwungkal Pati

JATENGPOS.CO.ID, – Pernahkah pembaca melihat atau membaca sebuah papan yang tertempel di tempat khusus sebuah instansi sekolah-sekolah atau kampus yang berisi info-info menarik serta tampilan yang begitu memanjakan mata? Yup, betul. Itulah majalah dinding atau mading. Sekarang ini kreasi mading sudah sangat berkembang. Baik bentuk maupun isinya. Bahkan sekarang kita sudah mengenal mading dua dimensi dan mading tiga dimensi. Budaya membaca dan menulis  atau litersi dapat dilakukan melalui mading.

Mading adalah sebuah akronim dari Bahasa Indonesia yang jamak kita dengar apalagi kalau kita sering bersentuhan dengan dunia pendidikan. Ya, betul sekali… mading adalah singkatan dari majalah dinding. Majalah dinding adalah sebuah media sederhana yang dibuat oleh siswa-siswi sebuah sekolah yang isinya bermacam-macam, tergantung kreatifitas siswa-siswi tersebut. Terlebih lagi dengan lay out dan tata letak yang eye catching. Bisa dipastikan mading akan mempunyai daya tarik tersendiri bagi pembacanya.

Majalah dinding atau yang akrab kita sebut mading sering ditempatkan oleh pengelolanya di tempat-tempat strategis. Biasanya terletak tepat di pintu masuk sekolah atau dekat dengan papan pengumuman. Jadi ketika siswa-siswi akan memasuki sekolah, mading langsung menyapa mereka. Dan biasanya jika madingnya unik, menarik dan lucu pasti akan ada banyak siswa yang mau meluangkan waktu untuk sejenak membaca dan melihat-lihat mading tersebut.

Baca juga:  Dekatkan Cinta Tanah Air dengan Gobak Sodor

Nah, dengan begitu secara tidak langsung anak-anak yang dulunya malas membaca, paling tidak dia sudah mau membaca mading tersebut. Dengan syarat, tampilan mading harus memikat, menarik dan kental dengan nuansa entertain. Paling tidak sisipkan cerita-cerita humor dan kartun-kartun jenaka yang merangsang tawa mereka. Dijamin, mereka akan senang berlama-lama memelototi mading.

iklan

Disamping itu dengan adanya mading ini, diharapkan bisa mengasah bakat-bakat jurnalistik dan bakat literasi dari dalam diri siswa. Memang mungkin kata jurnalistik masih terdengar asing di telinga mereka atau mungkin mereka masih asing dengan dunia kewartawanan. Untuk itulah secara tidak langsung dengan adanya mading ini kita perkenalkan mereka dengan dunia jurnalistik dan literasi. Karena kalau kemampuan jurnalistik dan literasi kita kenalkan sejak dini, bukan tidak mungkin ini bisa menjadi pengalaman baru dan menarik untuk mereka.

Baca juga:  Kulwap, Efektifkan Pembelajaran Daring Bahasa Indonesia

Kegiatan ekstra kurikuler mading ini sangat penting artinya dalam mengasah nalar jurnalistik dan nalar literasi siswa. Nalar jurnalistik akan membuat siswa matang dalam pencarian dan penulisan berita dan lebih dari itu kegiatan ini akan membentuk manusia-manusia yang kritis dalam menyikapi sebuah keadaan. Kalau kegiatan ini terus diasah, maka akan membuat siswa tertarik dan menyenangi dunia kewartawanan. Sedangkan nalar literasi akan membuat siswa lebih matang dalam dunia tulis menulis. Entah tulisan fiksi maupun tulisan nonfiksi.

Nah, kalau kedua nalar tersebut (nalar jurnalistik dan nalar literasi) semua diasah dan dikembangkan dalam media mading, bukan tidak mungkin ekskul ini akan menjadi ekskul yang sangat berharga sebagai bekal siswa kelak ketika dewasa.

Kalau dilihat, rata-rata penulis atau pengarang hebat sudah mulai menulis sejak masih belia dan kegiatan tersebut ia teruskan ketika remaja dan dewasa. Majalah dinding bisa menjadi lahan yang baik untuk menjadi kawah candradimuka dalam menyalurkan  talenta-talenta kepengarangan dan kepenulisan siswa. Sebagai contoh Indroyono Soesilo   ( BPPT ) seorang penulis produktif dan aktif di media massa nasional yang sudah menelurkan banyak karya tulis berupa fiksi maupun non fiksi, ternyata ketika semasa sekolah dulunya beliau aktif di OSIS dan Majalah Dinding.

Baca juga:  Tingkatkan Kreativitas Anak dengan Media Loose Part
Jadi, begitu pentingnya sebuah mading sebagai wahana kreasi siswa. Tempat untuk mengeluarkan bakat-bakat literasi yang terpendam siswa. Boleh dikatakan benar adanya kalau ada pameo mengatakan “sekolah tanpa mading seperti sayur kurang garam”. Akan terasa hambar jika sebuah sekolah tidak mempunyai papan mading sendiri. Walaupun sesederhana sekalipun, keberadaan mading perlu mendapat perhatian tersendiri. Karena disitulah berbagai kreatifitas siswa bisa tersalur. Karena dengan adanya mading, secara tidak langsung kita juga ikut mengaktifkan otak kanan siswa. Selamat berkreasi dan berkarya!

Sri Wahyuni, S.Pd, M.Pd

Kepala Sekolah SMPN 2 Gunungwungkal Pati

iklan