SEMARANG – Semenjak tahun 2017 Dinas Pendidikan Kota Semarang telah menetapkan sekolah pelaksana Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Penetapan tersebut bertujuan untuk pembinaan nasionalisme dan karakter bangsa pada satuan pendidikan di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Semarang. Dalam Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan yang tujuannya memperkuat karakter peserta didik.
Kadang-kadang, kita bertanya apakah sekolah kita sudah melaksanakan pendidikan karakter? Coba kita lihat sekolah-sekolah di sekitar kita. Sebenarnya sekolah-sekolah tersebut sudah sejak lama melaksanakan pendidikan karakter. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan positif yang muncul di sekolah. Hanya saja di dalam pelaksanaannya, belum dilakukan secara rutin dan maksimal.
Pendidikan karakter sebenarnya berhubungan erat dengan budaya sekolah. Budaya sekolah berkaitan erat dengan perilaku dan kebiasaan-kebiasaan warga sekolah. Substansi budaya sekolah adalah perilaku, nilai-nilai, sikap, dan cara hidup warga sekolah yang berusaha mendinamisir lingkungan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah.
Budaya sekolah yang positif akan memberi warna sekolah. Budaya positif tersebut antara lain: budaya jujur, budaya saling percaya, budaya bersih, budaya disiplin, budaya baca, budaya kerjasama, budaya memberi teguran, budaya memberi penghargaan, dan lain-lain. Budaya tersebut tentunya ada di setiap satuan pendidikan, walaupun pelaksanaannya masih belum maksimal.
Sebagai seorang manajer, kepala sekolah tidak dapat bekerja sendiri di dalam mewujudkan sekolah pelaksana PPK. Kepala sekolah dalam mengembangan budaya sekolah akan berhasil dengan maksimal, tentunya jika ada kerjasama tim (team work), kemampuan, keinginan, kegembiraan (happiness), hormat (respect), jujur (honesty), disiplin (discipline), empati (empathy), pengetahuan, dan kesopanan dari warga sekolah.
Inisiator dan penanggung jawab dalam membangun budaya sekolah adalah kepala sekolah. Seorang kepala sekolah di sebuah satuan pendidikan dituntut untuk menjadi kepala sekolah yang visioner. Kepala sekolah yang memiliki gagasan-gagasan besar yang segar. Tentunya sebagai seorang kepala sekolah harus mampu menganalisis lingkungan sekolah untuk menemukan budaya-budaya yang tumbuh dan berkembang di sekolah yang dipimpinnya. Dari budaya-budaya yang berhasil diidentifikasi tersebut kemudian dilakukan seleksi untuk menjadi calon budaya sekolah yang akan dibudayakan. Dalam proses seleksi tersebut tentunya didasarkan pada data evaluasi diri sekolah atau analisa SWOT sekolah.
Untuk mempersiapkan satuan pendidikan menjadi sekolah pelaksana PPK dalam menanamkan budaya sekolah dibutuhkan lima tahapan yang harus dilalui. Tahap-tahap ini akan memperoleh hasil yang baik dan maksimal jika ada kesepahaman warga sekolah di satuan pendidikan sekolah pelaksana PPK. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
Tahap pertama adalah komitmen bersama antara warga sekolah tentang konsep pengembangan budaya sekolah. Misalnya: kesediaan menerima aturan kerja, kesepakatan target waktu, kesadaran melaksanakan tugas sesuai aturan (SOP), kesediaan bekerjasama, dan kesediaan melakukan sikap kerja sesuai dengan yang diharapkan dalam budaya sekolah yang sedang dibudayakan di lingkungan sekolah.
Tahap kedua adalah membangun. Kepala Sekolah sebagai seorang manajer dapat membangun budaya sekolah melalui “direct action” oleh seluruh warga sekolah. Misalnya: Setiap kegiatan pembelajaran disisipkan nilai-nilai budaya sekolah yang sedang dibudayakan di sekolah.
Tahap ketiga adalah pemaknaan. Pada tahap ini nilai-nilai budaya sekolah telah berhasil dibudayakan oleh seluruh warga sekolah. Tahapan ini bertujuan untuk membangun apresiasi dari seluruh warga sekolah. Apresiasi ditunjukkan dengan indikator: memahami, menghayati, menyenangi, dan menghargai terhadap budaya sekolah yang sedang dibudayakan.
Tahap keempat adalah pembiasaan. Dalam tahap ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus. Menjadi suatu rutinitas dan menjadi karakter yang baik dalam perilaku berinteraksi oleh warga sekolah.
Tahap kelima adalah refleksi. Tahap inilah yang menjadikan nilai-nilai budaya sebagai bagian dari pola hidup yang memungkinkan seluruh warga sekolah dapat menyadari apa yang telah diperoleh dan dilakukan serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri.
Semoga tahap-tahap di atas dapat dipraktekan sekolah-sekolah, untuk mempersiapkan satuan pendidikannya untuk menjadi pelaksana sekolah PPK. Semoga dengan diterapkannya budaya sekolah akan membentuk karakter peserta didik yang sesuai dengan yang diharapkan Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Suhartini, S.Pd.
Kepala SD Negeri Ngesrep 01 Semarang