Ice Breaking dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Endang Dwi Hastuti, S.Pd., M.Hum.  Guru SMAN 1 Sumberlawang, Sragen
Endang Dwi Hastuti, S.Pd., M.Hum.  Guru SMAN 1 Sumberlawang, Sragen

JATENGPOS.CO.ID, – “Belajar Bahasa Inggris itu sulit dan rumit”.Ini adalah salah satu ‘judgement’ yang sering dilontarkan oleh para pembelajar bahasa Inggris di Indonesia pada umumnya. Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan para peserta didik di sekolah menengah masih mengalami kesulitan dalam belajar bahasa Inggris. Hal tersebut ditunjukkan  dengan masih rendahnya  pencapaian nilai bahasa Inggris dalam ujian nasional baik di tingkat SMP dan SMA/SMA. Fenomena  yang lebih memprihatinkan lagi adalah kebanyakan peserta didik belajar bahasa Inggris bukan karena adanya kemauan dari diri sendiri. Mereka belajar bahasa Inggris semata-mata hanya memenuhi “kwajiban” atau tuntutan kurikulum.

Ada banyak faktor yang menyebabkan fenomena di atas terjadi. Diantaranya adalah faktor internal, rendahnya rasa percaya diri dan metode pembelajaran yang membosankan. Faktor internal merujuk pada diri peserta didik itu sendiri.Mayoritas peserta didik berasumsi bahwa belajar bahasa Inggris itu sulit, rumit dan ribet.Rendahnya rasa percaya diri yang senantiasa melekat pada diri peserta didik  juga menjadi kendala dalam keberhasilan belajar bahasa Inggris. Sementara metode pembelajaran yang membosankan menyebabkan  peserta didik semakin enggan untuk belajar bahasa Inggris.

Baca juga:  “Karakteristik, Wawasan, Pandangan” Tingkatkan Nilai Matematika SMA

Guna mengatasi hal tersebut di atas, maka para guru bahasa Inggris dituntut untuk lebih kreatif dalam pembelajaran. Hal ini guna menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan menggembirakan. Ice breaking  adalah salah satu hal yang dapat dilakukan oleh guru. Ice breakingadalah suatu kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecah kebekuan dalam pembelajaran.

Ada beberapa bentuk ice breaking  yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Inggris. Diantaranya adalah menyanyi, gerak lagu, dan permainan/games.

iklan

Pertamamenyanyi adalah ice breaking  yang sangat digemari. Bisa dipastikan bahwa kebanyakan siswa pada dasarnya suka bernyanyi. Dengan demikian maka guru bisa menggunakan lagu Clamentine  sebagai metode pembelajaran Narrative. Lagu ini sekaligus sebagai ice breaking. Siswa dibagi menjadi dua kelompok,  bernyanyi bersama-sama saling bersahut-sahutan dan bertepuk tangan. Selain lagu Clamentine, guru juga bisa menggunakan  lagu Peaches, Donna-Donna  dan Mother, How Are You Today?.

Keduagerakdanlagu. Hal yang tak jauh  beda dengan “menyanyi” adalah gerak dan lagu. Meskipun gerak dan lagu identik dengan metode pembelajaran di PAUD/TK, namun sangat memungkinkan metode ini diaplikasikan sebagai ice breaking di SMP/SMA/SMK. Misalnya adalah lagu  The EensyWeensySpider dengan lirik sebagai berikut:The Eensy weensy spider, climbed up the water spout, Down come the rain, and washed the spider out. Out come the sun, and dried up all the rain. And Eensy weensy spider, climbed up the spout again. Climb…climb…climb…climb…climb…. Mula-mula guru menayangkan audiovisual lagu tersebut.Selanjutnya  siswa disuruh berdiri, bernyanyi bersama-sama sambil menggerakkan kedua  tangan mengikuti gerakan yang diperlihatkan di tayangan audiovisual.

Baca juga:  Pentingnya Kompetensi Profesional Guru terhadap Kinerja Sekolah

 

Permainan atau games

Permainan atau games juga menjadi  kegiatan yang sangat menyenangkan. Permainan  dapat membuat hati siswa senang dalam pembelajaran bahasa Inggris. Permainan yang bisa digunakan sebagai ice breaking diantaranya  adalah permainan Hangman, Simon says game, miming game, crossword puzzle dan sebagainya.

Dengan diterapkannya ice breaking  di atas maka  akan menimbulkan suasana kelas yang menggembirakan, menyenangkan dan menyegarkan. Ice breaking juga dapat menghilangkan rasa kantuk, jenuh,  serta dapat membangun rasa kerjasama sehingga bisa meningkatkan motivasi belajar. Dengan demikian, “judgement’ belajar bahasa Inggris sulit dan rumit akan terkikis sedikit demi sedikit dalam benak siswa.

Endang Dwi Hastuti, S.Pd., M.Hum.

 Guru SMAN 1 Sumberlawang, Sragen

Baca juga:  S 3 Sebagai Budaya Literasi Sekolah
iklan