JATENGPOS.CO.ID, – Kemajuan teknologi saat ini sudah berkembang pesat. Terutama pada era digital saat ini, masyarakat tidak bisa lepas dari teknologi. Pengembangan teknologi di berbagai bidang juga dilakukan untuk mempercepat pembangunan. Semakin berkembangnya teknologi, tidak hanya siswa-siswa saja yang akrab dengan media sosial. Saat ini guru pun banyak menggunakan media sosial.
Media sosial sendiri memang tidak dikhususkan untuk anak muda saja. Jadi, apa salahnya ketika guru memiliki media sosial? Tidak ada hal yang salah dari kepemilikan media sosial. Akan tetapi, terdapat hal-hal yang tetap harus diperhatikan. Guru tidak ubahnya seperti artis bagi siswa-siswa. Terkadang apa saja yang dibagikan di media sosial guru dapat menjadi sebuah bahan obrolan panjang bagi siswa. Guru harus memperhatikan dengan benar apa yang ditulisnya di media sosial.
Media sosial memang menjadi sarana bagi penggunanya untuk menuliskan sesuatu. Seperti yang ditanyakan Facebook pada kolom untuk menulis status, “What’s on your mind?”. Ya, tepat sekali, “Apa yang sedang ada di dalam pikiranmu?”. Pada media sosial Twitter akan muncul “What’s happening?” yang berarti “Apa yang sedang terjadi?”. Meskipun demikian, tidak serta merta pengguna media sosial langsung menuliskan apa yang sedang dipikirkan saat itu juga.
Terdapat hal-hal pribadi yang sebaiknya tidak perlu diumbar di media sosial. Istilah “lebay” sudah akrab didengar oleh masyarakat. Sesuatu yang dianggap berlebihan sering disebut “lebay”. Guru dituntut untuk bijaksana, tidak boleh lebay. Apa lagi di media sosial. Agar tidak dianggap lebay maka kita harus memperhatikan dengan benar apa yang kita lakukan di media sosial.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pengguna media sosial secara keseluruhan. Pertama, tidak membagikan hal-hal yang bersifat pribadi. Baik aktivitas pribadi maupun emosi yang sedang dirasakan. Mungkin saja kita tidak bermaksud sombong dengan membagikan foto saat jalan-jalan ke sebuah obyek wisata tetapi hal ini mungkin ditanggapi berbeda oleh pengguna media sosial lainnya. Tidak sepantasnya pula emosi diumbar di media sosial yang bisa dibaca oleh banyak pihak.
Kedua, perhatikan pilihan kata yang digunakan. Terkadang salah penggunaan kata dapat membuat kesalahpahaman karena adanya perbedaan makna dari pembuat pos dan pembaca pos tersebut. Selain itu, sangat dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sopan baik sedang mengepos sesuatu atau menulis komentar pada pos pengguna lain.
Ketiga, hati-hati dalam membagikan informasi. Saat ini informasi di media sosial dapat beredar dengan cepat. Terkadang bahkan si pembagi informasi tersebut juga hanya membagikan berita tersebut tanpa mengecek terlebih dahulu kebenarannya. Terdapat kemungkinan bahwa berita tersebut tidak benar. Hal ini sering disebut sebagai berita “hoax”. Untuk menghindari hal tersebut, pengguna media sosial harus mengecek terlebih dahulu kebenaran info atau berita tersebut.
Bijaklah dalam menggunakan media sosial. Terdapat hal-hal yang sebaiknya dibagikan di media sosial dan ada pula yang tidak. Kita mungkin juga dapat membatasi pertemanan di media sosial dengan memilih orang-orang yang benar-benar kita kenal saja. Dalam beberapa media sosial juga terdapat fitur “private” yang membuat apa yang kita pos hanya dapat dilihat oleh pengikut kita saja atau orang-orang tertentu saja.
Sebenarnya tidak hanya guru yang harus memperhatikan apa yang mereka lakukan di media sosial. Semua pengguna media sosial harus berhati-hati dengan apa yang mereka tulis atau bagikan di media sosial. Guru sebagai sosok yang digugu lan ditiru, alangkah baiknya apabila guru dapat memberikan contoh terlebih dahulu mengenai penggunaan media sosial yang bijak.
Tipuk Ida Kristiyati
Guru SMA Negeri 3 Purworejo