Kegiatan Ekstrakurikuler (EC), Buah Simalakama?

Abdurozi, S.Pd. M.Pd. Guru SMP N 1 Boja Kendal
Abdurozi, S.Pd. M.Pd. Guru SMP N 1 Boja Kendal

JATENGPOS.CO.ID, – Marak terjadi kenakalan pelajar yang semakin brutal dan banyak kalangan yang mengatakan mutu pendidikan Indonesia jalan di tempat. Padahal,  mutu pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada pencapaian aspek akademik, melainkan juga memperhatikan aspek non-akademik juga, baik penyelenggaraannya dalam bentuk kegiatan kurikuler ataupun ekstrakurikuler, melalui berbagai program kegiatan yang sistematis dan sistemik.

Melalui kegiatan EC, peserta didik (siswa) diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang utuh, hingga seluruh modalitas belajarnya berkembang secara optimal. Kegiatan EC juga diharapkan mampu membentuk karakter peserta didik, di samping mengurangi resiko siswa terjerumus kegiatan yang tidak produktif.

Penelitian tentang ekstrakurikuler dilakukan oleh Utami Retno Hapsari (Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro,2010) yang mengambil judul Hubungan Antara Minat Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler dengan Intensi Delinkuensi (perilaku menyimpang) Remaja Pada Siswa Menengah Kejuruan (SMK) Kota Semarang. Hasil penelitian di atas menyimpulkan bahwa kecenderungan remaja bertingkah laku melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat, melakukan pelanggaran hukum, bertindak antisosial serta melakukan perbuatan yang mengganggu kepentingan umum (intensi delinkuensi) akan menurun dengan semakin aktifnya remaja tersebut dalam kegiatan ekstrakurikuler dan sebaliknya intensi delinkuensi akan meningkat ketika remaja tersebut kurang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Baca juga:  Metode Jigsaw dalam Materi Sistem Gerak Pada Manusia

Namun demikian, pelaksanaan kegiatan EC di sekolah belakangan ini bagaikan buah simalakama. Penyebabnya adalah pelaksanaan full day school, dukungan orang tua yang tidak optimal, dan lebih tertariknya siswa berlama-lama dengan gadget/media sosial. Pelaksanaan kebijakan Full Day School yang diterapkan pemerintah dengan tujuan agar pembelajaran lebih optimal dan menggairahkan usaha bidang pariwisata, ternyata berdampak mengurangi optimalisasi kegiatan EC di sekolah, mengingat pelaksanaan EC adalah pada sore hari (antara pukul 14.00 sd 17.00), padahal kegiatan pembelajaran di sekolah yang telah menerapkan Full Day School baru berakhir rata-rata pukul 16.00, secara otomatis waktu yang tersedia untuk kegiatan EC hanya tersedia dari pukul 16.00 sd 17.00.

iklan
Baca juga:  Metode Pembelajaran di Alam Terbuka dalam Memahami Materi IPA

Dengan ketersediaan waktu yang sangat terbatas tersebut sangat membatasi siswa dalam berlatih, belum lagi diperparah dengan kondisi siswa yang terlalu lelah karena harus konsentrasi dalam kegiatan pembelajaran selama lebih dari 8 jam per hari. Sebagai bangsa yang masih dalam kategori sebagai negara berkembang, konsekuensinya sebagaian besar masyarakatnya juga pada level menengah, yang cenderung hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar, yaitu papan, sandang dan pangan.

Pendidikan telah bergeser menjadi fokus masyarakat namun baru pada level pendidikan yang mendasar dan umum, sebagai akibatnya perhatian orang tua di luar kebutuhan yang mendasar dan umum tersebut sedikit terabaikan, misalnya kurangnya kesadaran  betapa bermanfaatnya kegiatan EC sebagai pelengkap dalam pembentukan karakter anak. Hal tersebut lebih diperparah oleh derasnya pengaruh perkembangan teknologi khususnya gadget, dimana siswa hanya bisa menggunakan sarana tersebut namun tidak dilandasi oleh kesadaran bahwa ada efek negatif dari kegiatan tersebut.

Baca juga:  Belajar Kimia Menarik, Atraktif Dengan PSP

Solusi dari permasalahan tersebut di atas adalah dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut: pertama, kebijakan Full Day School disikapi dengan mengoptimalkan waktu latihan siswa sesuai dengan program kerja dan target EC. Orang tua dapat ditingkatkan peran serta mereka dalam kegiatan EC dengan cara dilibatkan dalam perencanaan dan pengawasan kegiatan khususnya dalam lomba.  Guru dan orang tua senantiasa mengingatkan siswa bahwa gadget di samping memiliki manfaat namun juga ada sisi negatifnya.

Melalui gambaran tersebut maka perlu tetap dilaksanakan dan dikembangkan kegiatan ekstrakurikuler, agar siswa tetap memiliki karakter yang baik. Dengan karakter yang baik, siswa diharapkan terhindar dari kenakalan dan kegiatan tidak produktif, yang pada akhirnya mutu pendidikan dapat meningkat.

Abdurozi, S.Pd. M.Pd.

Guru SMP N 1 Boja Kendal

iklan