Menulis dalam pelajaran Bahasa Inggris seringkali menjadi “hantu yang menakutkan” bagi siswa. Jangankan bisa menulis teks yang bagus, mengetahui arti kata dalam bahasa Inggris pun masih sulit bagi sebagian siswa. Sebagai akibatnya, ketika mendapat tugas menulis dari guru, siswa seringkali langsung membuka ponselnya dan mencari teks dari internet dan meng-copy paste teks tersebut, serta mengumpulkannya kepada guru. Semuanya menjadi begitu cepat dan mudah.
Budaya copy-paste tentu bukan tiba-tiba muncul tanpa penyebab. Ketersediaan beragam informasi di internet merupakan salah satunya. Siswa dapat mengakses informasi apapun dengan sekali “klik”. Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan karena perkembangan teknologi komunikasi memang melesat tinggi melampaui proses pengembangan pembelajaran di kelas. Penyebab lain tentu saja berawal dari dalam kelas itu sendiri. Siswa cenderung melakukan copy-paste karena memang tidak tahu bagaimana cara menulis dan menghasilkan teks yang bagus. Hal ini bermula dari kegiatan pembelajaran yang masih kurang menekankan pada keterampilan menulis siswa. Sebagian besar guru hanya memberikan tugas menulis dan menerima produk tulisan siswa. Guru masih kurang memberikan “bantuan” kepada siswa dalam proses menulis.
Budaya copy-paste merupakan sebuah tantangan besar bagi kita sebagai guru Bahasa Inggris. Sebagai guru, kita bisa melawan budaya tersebut dengan menerapkan beragam pendekatan, metode atau teknik dalam pembelajaran menulis. Salah satunya adalah dengan menerapkan process approach. Proses approach merupakan pendekatan dalam menulis yang menekankan pada proses menulis namun tetap berorientasi pada capaian hasil yang maksimal. Process approach dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pre-writing, writing, revising, editing, dan publishing.
Pre-writing merupakan tahap yang sangat penting karena di sanalah kita dapat membantu siswa menggali ide-ide yang akan dituangkan dan membangun kemampuan kebahasaan siswa misalnya dengan pengembangan kata atau vocabulary building. Kegiatan dalam pre-writing dapat dilakukan dengan brainstorming, diskusi, serta permainan kata yang menyenangkan. Tahap berikutnya merupakan tahap writing di mana siswa menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Tahap revising dan editing dilakukan setelah siswa menghasilkan tulisan. Keduanya merupakan tahap perbaikan terhadap tulisan. Revising berkenaan dengan ide dan teknik pengembangan gagasan; sedangkan editing berkenaan dengan perbaikan dalam tata bahasa dan tata tulis. Tahap terakhir dalam process approach adalah publishing dyang berupa kegiatan engumpulkan tulisan kepada guru atau menggunakan sosial media dan blog untuk mengunggahnya.
Dalam process approach guru diharapkan dapat menjadi fasilitator yang benar-benar dapat memfasilitasi siswa dalam menulis. Guru merupakan tempat siswa bertanya apabila menemui kesulitan dalam mengembangkan ide maupun dalam menggunakan tata bahasa yang tepat untuk menyajikan ide tersebut.
Keterampilan menulis terutama menulis teks bahasa Inggris memang bukan keterampilan yang dapat serta merta dikuasai oleh siswa. Keterampilan menulis harus dipupuk sedikit demi sedikit melalui proses yang panjang dan berkesinambungan. Hal ini semestinya menjadi sebuah kesadaran dan kepedulian semua guru Bahasa Inggris sehingga bisa menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa untuk menulis. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan atau strategi yang tepat. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka budaya copy-paste akan luntur digantikan dengan budaya “cipta kreatif” atau create and creative yang bisa menghantarkan siswa kita untuk sukses hidup pada jamannya, pada abad 21.
Arni Ferra Sinatra
Guru Bahasa Inggris SMA Negeri 1 Surakarta