Membangun Empati Melalui Menulis Biografi

Yuni Raraswati, S.Pd. SMA Negeri 10 Purworejo
Yuni Raraswati, S.Pd. SMA Negeri 10 Purworejo

JATENGPOS.CO.ID, – Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan peristiwa yang menunjukkan kurangnya empati antar sesama manusia. Kurangnya empati terlihat pula pada lingkungan pendidikan.Seperti aksitawuran15 pelajar yang diamankan oleh petugas Polres Kendal Jawa Tengah yang menewaskan 1 orang ( Kompas.com, 20 April 2018). Selain itu aksi konvoi di jalan raya dengan corat-coret baju seragam untuk merayakan kelulusan yang berdampak pada keresahan pengguna jalan. Padahal juknis larangan pelaksanaan konvoi di jalan raya sudah diatur oleh dinas pendidikan.

Peristiwa di atas mengisyaratkan empati telah hilang dari kepribadian peserta didik. Hilangnya empati peserta didik selalu dikaitkan dengan guru (pendidik). Pendidik yang tidak berhasil menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

Untuk itulah,  membangun empati bagi peserta didik perlu diupayakan. Hal ini sejalan dengan PPK yang wajib diterapkan dalam setiap pembelajaran pada Kurikulum 2006 dan dipertegas kembali pada Kurikulum 2013. Setiap pendidik pada berbagai tingkatan wajib melaksanakannya sesuai tujuan.

Baca juga:  Langkah Cepat Kuasai Kosa Kata Bahasa Arab

Menurut Hoffman (1984) mendefinisikan empati sebagai suatu respon afeksi dan kognisi terhadap peristiwa yang dialami orang lain. Ada dua hal yang dapat ditekankan pada pengertian ini, pertama, respon afeksi. Hoffman (1984) mengungkapkan bahwa respon afeksi merupakan pernyataan perasaan seperti yang dialami orang lain, juga mampu menyatakannya dalam kata-kata dan perlakuan. Kedua, respon kognisi, yaitu bertolak dari pengetahuan tentang peristiwa yang sedang dialami orang lain, sehingga memiliki gambaran tentang hal yang dirasakan orang tersebut.

iklan

Bagaimana bisa kompetensi menulis biografi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia  dapat membangun empati?

Pertanyaan itu menjadi tantangan yang wajib diaplikasikan oleh guru Bahasa Indonesia pada peserta didik kelas X SMA  Semester 2. Kompetensi menulis biografi menjadi sarana untuk penguatan pendidikan karakter khususnya mengenai sikap berempati karena hakikatnya menulis biografi, mengungkapkan hal menarik tentang tokoh yang memiliki jasa bagi kelangsungan hidup manusia disekelilingnya yang dapat diteladani, dan menginspirasi .

Baca juga:  Penguatan Pendidikan Karakter Anak Tunarungu dengan “Warjur”

Saat peserta didik mendapatkan tugas menulis teks biografi tokoh masyarakat di seputar tempat tinggalnya inilah, yang membimbing peserta didik berempati terhadap seseorang yang akan menjadi sumber tulisannya. Beberapa tahapan dalam berempati ini  dapat membantu peserta didik sukses menulis biografi sekaligus membimbing peserta didik berempati seperti yang disampaikan oleh Gadza et al. (1991) yaitu (1) mendengarkan dengan saksama yang diceritakan orang lain mengenai perasaannya dan halperistiwa terjadi pada orang tersebut.  (2) Menyusun kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan perasaan dan kondisi orang tersebut. Mengulang cerita dari yang telah disampaikan lawan bicara dapat membuat lawan bicara merasa dihargai dan percaya bahwa ceritanya dapat didengarkan. (3) Menggunakan susunan kata-kata tersebut untuk mengenali orang lain dan berusaha memahami perasaan serta kondisinya.

Baca juga:  Literasi di Bengkel Otomotif
Dari hasil penelitian pendidik, kegiatan menulis biografi ini terbukti menjadisarana membangun empati peserta didik. Harapannya,  kedelapanbelaskarakter  peserta didik (religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab)  yang menjadi tujuan “Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” dalam Kurikulum 2013 ( Kemendiknas, 2010:i-ii) tercapai dengan gemilang.

Yuni Raraswati, S.Pd.

SMA Negeri 10 Purworejo

iklan