Menghidupi Bahasa Jawa, Membangun Tata Krama

EtyPrajitnaningrum, S.Pd, M.Psi Guru SMP N 4 Wonosobo
EtyPrajitnaningrum, S.Pd, M.Psi Guru SMP N 4 Wonosobo

WONOSOBO – Bahasa merupakan cerminan watak dan perilaku manusia. Bahasa yang ditulis dengan kata-kata kasar mencerminkan bahwa orang yang menulisnya memiliki watak, sikap ataupun perilaku yang juga kasar. Orang yang bicara dengan kata-kata jorok mencerminkan orang yang mengucapkanya memiliki pikiran yang juga jorok, bahkan mungkin sikap dan perilakunya juga jorok. Sebaliknya, bahasa yang ditulis maupun diucapkan dengan kata-kata yang baik, dapat dipastikan sikap orang yang menulis atau mengucapkan kata-kata tersebut juga baik. Hal ini menegaskan bahwa di dalam bahasa terkandung muatan pesan tentang akhlak atau budi pekerti.

Orang tua seperti nenek, ayah dan ibu atau orang tua yang sepadan dengan orang tua tentu memiliki jasa yang lebih banyak daripada pada orang yang usianya sebaya atau lebih muda. Penghormatan kepada orang yang telah berjasa, terutama orang tua, akan lebih baik jika ditunjukkan pula dalam berbahasa.

Ada bahasa yang secara eksplisit maupun implisit menunjukkan tingkatan penghormatan, ada pula yang tidak. Bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda merupakan sedikit dari bahasa daerah yang  memiliki tingkatan bahasa. Sebaliknya, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sekalipun menjadi bahasa resmi negara, tetapi tidak memiliki tingkatan bahasa. Berbicara dengan bahasa Indonesia kepada siapapun tetap sama, tanpa perlu melihat siapa orang yang diajak berbicara. Sikap hormat memang harus ditunjukkan  dengan kata-kata verbal maupun dengan bahasa tubuh.

Baca juga:  Kreatif Belajar Daring Matematika dengan “Komarso”

Bahasa Jawa bervariasi disesuaikan dengan siapa kita berbicara. Kepada orang yang lebih tua, kita menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil, kepada orang yang sebaya namun kita ingin menghormati lawan bicara, kita berbicara menggunakan bahasa Jawa Krama Madya. Kita berbicara kepada sebaya yang sudah akrab atau kepada orang yang usianya jelas lebih muda atau anak-anak, kita lebih tepat menggunakan bahasa ngoko.

iklan

Masalahnya, penggunaan bahasa Jawa di kalangan generasi muda mulai luntur. Semakin banyak anak muda yang tidak mengenal bahasa Jawa dengan baik, bahkan Jawa ngoko sekalipun.  Hal ini terjadi karena lingkungan keluarga lebih mengutamakan mengenalkan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Indonesia dipandang lebih praktis, lebih mudah dipelajari, dan lebih mudah bagi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar ilmu pengetahuan.

Baca juga:  Metode Wisata Kuliner Tingkatkan Konversi Teks Cerita Sejarah

Lunturnya penggunaan bahasa Jawa di kalangan generasi muda perlu disikapi dengan serius karena jika terus berlanjut maka bahasa Jawa akan hilang dan hanya menjadi kenangan.  Upaya melestarikan bahasa Jawa sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah, misalnya dengan menjadikan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran muatan lokal. Masalahnya, berbahasa tidak cukup hanya diajarkan, tetapi juga harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.  Ketika kehidupan sehari-hari sudah tidak lagi menggunakan bahasa Jawa, maka praktik bahasa Jawa hanya ada di ruang kelas saat berlangsungnya pembelajaran bahasa Jawa. Akhirnya, bahasa Jawa hanya berhenti sebagai pengetahuan, bukan sebagai suatu kecakapan berbahasa yang dipraktikkan. Lunturnya penggunaan bahasa Jawa ini seiring dengan perubahan pola tingkah laku anak yang semakin kurang menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih dewasa, bahkan kepada orang yang lebih tua termasuk kepada orang tua sendiri.

Baca juga:  Penerapan PBT Kiat Menjadi Pengusaha

Sebelum bahasa Jawa semakin luntur, perlu ada upaya strategis dan nyata untuk kembali memasyarakatkan penggunaan bahasa Jawa di lingkungan keluarga masing-masing. Lingkungan keluarga perlu mendapat penekanan karena Keluarga merupakan lingkungan yang utama dan pertama memberikan pendidikan kepada anak. Dalam konteks ini, pihak sekolah dan keluarga perlu bekerja sama untuk mengenalkan dan menerapkan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Tentu membutuhkan kebijakan sekolah untuk mendukung penerapan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan di sekolah. Tentu membutuhkan pemahaman yang baik pula dari pihak orang tua tentang pentingnya bahasa Jawa dalam membentuk akhlak anak. Ketika sekolah dan keluarga, terutama orang tua siswa telah memiliki pemahaman yang sama, maka bahasa Jawa akan lebih mudah diterima untuk diterapkan. Tentunya secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak. Dengan lebih banyak menggunakan bahasa Jawa, maka anak lebih banyak terlatih menerapkan tata krama dalam pergaulan sehari-hari.

EtyPrajitnaningrum, S.Pd, M.Psi

Guru SMP N 4 Wonosobo

iklan