Pentingnya Peran Orangtua , Bentuk Karakter Anak di Sekolah

ANI FARIDA, S.Pd.SD GURU SDN 1 ARGASOKA, Banjarnegara
ANI FARIDA, S.Pd.SD GURU SDN 1 ARGASOKA, Banjarnegara

Proses kegiatan belajar mengajar di sudah dimulai lagi setelah libur yang cukup panjang. Para siswa sudah memulai kembali belajar di sekolah dengan suasana yang baru. Bagi siswa baru mereka akan menemukan suasana yang serba baru, sekolah baru, teman baru, guru baru, lingkungan yang baru dan masih banyak lagi hal-hal baru lainnya. Bagi siswa yang lama mereka akan naik kelas dengan ruang kelas yang baru dan guru baru. Mungkin hal tersebut terasa lazim dan memang seharusnya proses tersebut berlangsung. Namun ternyata bagi anak didik hal tersebut menjadi tantangan baru yang pada anak anak tertentu mereka tidak bias melewatinya.

Di sini akan dibahas tentang seorang anak yang tidak bisa melewati proses tersebut. Tanpa menyebut nama anak dan dimana sekolah si anak secara garis besar peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut. Seorang anak laki-laki yang bersekolah di sebuah sekolah dasar negeri naik kelas dua dan tiba tiba mogok sekolah. Sudah hamper tiga minggu si anak sama sekali tidak mau berangkat ke sekolah dibujuk dengan cara apapun dia tetap pada pendiriannya tidak mau sekolah bahkan minta pindah sekolah. Segala cara sudah diusahakan bahkan sampai pihak sekolah datang untuk mebujuknya berangkat sekolah.

Baca juga:  Tingkatkan Keterampilan Menyampaikan Pidato Persuasif dengan Video

Pendapat pertama dari pihak orangtua atau wali anak mengatakan bahwa anak tersebut mogok sekolah karena guru barunya yang sekarang setelah naik kelas dua sering memarahinya. Menurut mereka anak tersebut memang lamban cara berpikirnya dia selalu ketinggalan menulis mengerjakan soal dibanding teman-teman sekelasnya. Saat kelas satu dulu katanya gurunya lebih sabar dan dia selalu mentoleransi kemampuan anak tersebut. Mereka mencontohkan misal ada lima soal teman teman anak tersebut sudah selesai sampai soal ke empat sementara anak tersebut baru no dua maka guru akan memperintahkan anak tersebut mengerjakan soal nomor empat dan soal nomor tiga yang belum dikerjakan disuruh dikerjakan di rumah.

Kedua adalah pendapat dari guru kelas anak tersebut. Guru tersebut mengatakan bahwa si anak kesannya pemalas sukanya main dan tidak pernah serius terhadap apa yang diajarkan. Bergurau di kelas dan sering tidak mengerjakan tugas adalah menjadi rutinitasnya. Sang gurupun mengakui bahwa cara dia mendidik adalah dengan ketegasan dan kedisiplinan.
Tidak perlu mencari siapa yang benar dari dua pendapat tersebut. Mari kita coba gali akar permasalahan dari contoh kasus di atas dengan melihat keseharian si anak. Anak tersebut adalah anak dari keluarga yang bermasalah bapak ibunya berpisah dan sekarang ikut dengan kakek neneknya. Seharusnya tidak ada yang salah dengan perceraian orangtua kandungnya bagi si anak toh dia dirawat oleh penggantinya kakek neneknya lengkap. Tapi coba lihat cara kakek nenek si anak memperlakukan anak tersebut. Apakah tidak sayang?, disia-siakan? Jawabannya tidak, sayang sangat sayang malah cenderung berlebihan. Tidur si anak usia delapan tahun masih dikeloni diusap- usap punggungnya sampai tertidur untuk kemudian dibopong dipindah ke kamar karena ngeloninya minta didepan televisi.

iklan
Baca juga:  Teknik Akrostik Mudahkan Siswa Mencipta Puisi

Karakter yang terbentuk inilah yang kemudian harus berbenturan dengan lingkungan dimana dia harus jauh dari lindungan kakek-neneknya. Dia harus bertemu guru barunya di kelas dua yang mengajarkan tentang kedisiplinan dan perintah sementara si anak di rumah tidak pernah mengenal perintah dan kata tidak. Hal inilah yang membuat anak memutuskan mogok sekolah dalam benaknya mungkin mengatakan di rumah aku tidak pernah diperlakukan seperti ini buat apa aku sekolah.

Akhirnya peran orangtua atau wali murid dalam membentuk karakter anak yang merupakan bekal untuk menghadapi kehidupan adalah sangat penting. Tugas guru mengolah karakter dasar para peserta didik meluruskan juga memperkuat karakter dasar tersebut. Memperkuat karakter positif anak dan meluruskan karakter negatif anak. Dan hal tersebut harus bersinergi antara orangtua dan guru untuk membentuk karakter positif anak sebagai bekal menghadapi kehidupan.

Baca juga:  Market Day, Kembangkan Jiwa Kewirausahaan Siswa

ANI FARIDA, S.Pd.SD
GURU SDN 1 ARGASOKA, Banjarnegara

iklan