JATENGPOS.CO.ID , – Guru-guru yang mengenyam pendidikan di era lama pasti pernah merasakan di mana guru saat itu menekan siswanya untuk menghafal pelajaran. Kita ingat saat Sekolah Dasar(SD), sudah diberi tugas menghafal pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Di depan kelas kita dengan lantangnya membaca pembukaan UUD 1945 tanpa teks, menyebutkan nama-nama menteri, nama ibu kota seluruh Indonesia, dan yang sampai sekarang masih ingat ketika masih duduk di kelas 2 SD kita sudah hapal perkalian 1 sampai 10.
Mengingat hal di atas, terutama perkalian inilah selalu menjadi ganjalan penulis selaku pendidik. Bagi penulis menghapal adalah bukan suatu hal yang mudah, dan mengajarkan sesuatu yang berhubungan menghapal juga bukan suatu pekerjaan yang salah atau ketinggalan zaman. Ketika penulis mengalami menjadi guru sampai pada zaman yang disebut zaman now sangat berbeda dengan guru penulis pada jaman dahulu. Dan yang penulis rasakan 15 tahun terakhir anak-anak kls 4 dan 5 yang setiap kelasnya berjumlah 20-30, paling banyak hanya dua tiga anak yang hafal perkalian di luar kepala.
Alih-alih materi yang seharusnya dipelajari sudah pada soal penyelesaian permasalah yang sulit, dipaksa harus mulai dengan perkalian 1-9 lagi. Jika kita memaksakan untuk mengajar sesuai materi maka banyak sekali kendala-kendala yang kita temukan pada siswa pada umumnya. Kecuali bagi siswa yang memang sudah diberi otak yang cerdas akan mudah menerima tuga atau pelajaran dari guru.
Kesulitan yang dialami oleh siswa ataupun guru dalam mengajarkan hal perkalian yang dapat penulis himpun dari hasil pengamatan dan pengalaman adalah sebagai berikut: 1) Siswa tidak hafal perkalian satuan 1-9 terutama untuk perkalian angka 6,7, dan 8, 2) Kurangnya motivasi belajar matematika siswa, 3) Siswa belum memahami dengan baik, cara penyelesaian operasi perkalian ratuasan dan puluhan dengan metode bersusun, 4) Siswa kurang cermat dalam menyelesaikan soal, dan 5) Siswa mengalami kendala dalam menjumlahankan bilangan puluhan.
Dengan masalah yang kita jumpai tersebut, ada satu alternatif metode memudahkan siswa menyelsaikan perkalian yang telah diperkenalkan oleh Stephanus Ivan Goenawan (2009) Penemu Metris, Dosen FT Universitas Atma Jaya, yaitu penggunaan Pola Horisontal. Ada beberapa tahap cara mengajarkan materi perkalian siswa sesuai kemampuan siswa, yaitu tahap pengenalan perkalian, tahap perkalian tradisional, dan tahap perkalian mental.
Dalam tahap pengenalan perkalian ini, diperkenalkan konsep penambahan dalam kehidupan sehai-hari, misalnya dengan menggunakn wadah es batu yang dalamnya bersekat-sekat, dan dengan kelereng untuk mengajarkan perkalian. Misalnya 4 x 5. , Empat kelompok dari 5 (limat ), kemudian ilustrasikan dengan mengisi tiap ruang dalam wadah sekat tersebut, masing-masing lima kelereng. Selajutnya siswa diminta untuk membilang semua kelereng yang ada dalam wadah sekat tersebut dari 1 sampai 20. Selanjutnya kita kenalkan sifat komutatif dari perkalian dengan mengambil kembali dua puluh kelereng tadi.
Di tahap perkalian tradisional, dimulai dengan penulisan operator perkalian. Mengajarkan dengan menggunakn tabel perkalian dari 1 s.d 9 dengan bertahap sampai siswa hafal di luar kepala tabel perkalian tersebut.
Tahap perkalian mental, cara menghitung dengan hanya menggunakan otak manusia tanpa bantuan peralatan yang lain. Bisa untuk meningkatkan kepercayaan diri, kecepatan merespon, ingatan dan daya konsentrasi. Di sini konsep Pola Horisontal mulai berperan secara dominan. Bermain dengan konsep abstrak dari Angka tanpa menggunakan peralatan bantuan. Kunci utama adalalah memori dalam menjumlahkan 0 s.d 9 yang sudah di luar kepala.
Mengalikan Bilangan sesuai Pola Horisontal dengan menggeser agar jumlah digit pada kolom sesuai dengan jumlah Notasi Pagarnya. Perhitungan cara horizontal merupakan pengajaran perantara yang baik dari belajar berhitung dasar secara tradisional masuk ke bidang aljabar. Aljabar merupakan cabang matematika dengan tanda-tanda dan huruf-huruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka (KBBI)
contoh :
1) 87*7 = ab*c = a*c | b*c = (8*7) | (7*7) = 56 | 49 = 60 | 9, = 609
2) 87*67 = ab*cd = a*c | a*d + b*c | b*d = (8*6 | 8*7) + (7*6 | 7*7)
= 48 | 56+42 | 49 = 48 | 98 | 49 = 48 | 102 | 9 = 58 | 2 | 9 = 5829
Pola perhitungan yang tetap konsisten untuk setiap soal yang ada yaitu mulai dari kanan ke kiri. Cara ini kemudian di ulang-ulang untuk berbagai variasi soal yang ada sampai dapat . Menghitung tanpa harus mencorat-coret pada kertas. Kemudian kita masuk ke dalam digit bilangan yang lebih tinggi misalnya ratusan, ribuan dan seterusnya. Dengan pola ini, soal perkalian, penjumlahan atau pembagian dapat dilakukan dengan lebih cepat, berapapun jumlah digitnya.
RENI HERNOSASI, S. Pd. SD
Guru SDN Banaran 4, Sambungmacan, Sragen