JATENGPOS.CO.ID, Keberhasilan proses belajar mengajar (pembelajaran) IPA salah satunya berupa terjadi interaksi yang aktif dan kondusif antara guru dengan peserta didik. Interaksi yang aktif ditandai dengan beraninya peserta didik menjawab pertanyaan yang diberikan guru dengan jawaban lisan, tulisan, maupun perbuatan dan beraninya peserta didik bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum dipahami selama proses pembelajaran. Keberanian peserta didik bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum dipahami selama proses pembelajaran, berarti guru memiliki kesempatan untuk menjawab, menjelaskan atau memberikan pemahaman dengan cara yang lain sehingga peserta didik menjadi lebih jelas dan faham.
Kesulitan seorang guru mengajak atau membuat peserta didik mau menjawab pertanyaan yang diberikan guru ketika proses pembelajaran berlangsung sering kita jumpai dalam pembelajaran. Guru merasa pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik dapat dijawab, tetapi mengapa peserta didik enggan bahkan tidak mau menjawab/cenderung kompak diam. Kalau seorang guru berhasil memaksa peserta didik menjawab pertanyaan, itupun biasanya jawaban diawali dengan kalimat tanya: salah nggak apa-apa ya pak? atau nanti kalau salah bagaimana pak? Kekawatiran dan atau ketakutan seorang peserta didik menjawab pertanyaan guru pastilah ada penyebabnya. Salah satu penyebabnya adalah pengalaman peserta didik secara langsung atau hasil pengamatan terhadap temannya di waktu yang telah lampau berkaitan dengan reinforcement (penguatan).
Penguatan yang diperoleh peserta didik bisa berasal dari guru, teman satu kelas, orang tua, atau lingkungan. Penguatan dapat bersifat positif dan negatif. Penguatan positif adalah suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku tertentu dapat menyebabkan perilaku tersebut akan diulangi, sedangkan penguatan negatif sebaliknya yaitu suatu peristiwa yang bila hadir mengikuti suatu perilaku tertentu dapat menyebabkan perilaku tersebut tidak akan diulangi lagi.
Reinforcement positif memiliki kecenderungan pemberian reward (hadiah) sedangkan penguatan negatif memiliki kecenderungan pemberian punishment (hukuman). Reward dapat berupa pujian, senyuman disertai anggukan kepala, ucapan (misal: ya bagus!, tepat sekali!, ya sempurna!, pertanyaan bagus ini!, maaf coba lagi ya!), acungan ibu jari ke atas, applause (tepuk tangan meriah), bahkan dapat berupa pemberian stiker bintang, makanan, minuman, atau uang. Punishment dapat berupa mimik wajah kecewa disertai kerutan dahi, ucapan dengan nada tinggi (misal: salah, bodoh, goblok), acungan ibu jari ke bawah, sorakan huuuu, bahkan dapat berupa tindakan cubit, jewer, pukul, tendang, dan denda. Pernahkan guru, teman sekelas, bahkan orang tua di rumah melakukan reinforcement negatif? Seberapa sering reinforcement positif diberikan pada peserta didik?
Pemberian reinforcement positif oleh guru, teman sekelas dan orang tua ketika di rumah menciptakan peserta didik menjadi semakin percaya diri untuk selalu menjawab pertanyaan guru, menyampaikan pendapat, gagasan dan ide ide kreatif, bahkan berani bertanya kepada guru tentang hal-hal yang belum di pahaminya sedangkan pemberian reinforcement negatif oleh guru, teman sekelas, dan orang tua ketika di rumah, menciptakan peserta didik menjadi minder (tidak percaya diri).
Dengan demikian model reinforcement bisa menjadi alternative pembelajaran yang menyenangkan. Guru juga lebih memiliki kesempatan luas untuk menciptakan iklim pembelajaran yang menarik. Siswa akan terangsang lebih aktif dalam menguasai materi dari guru. Pola ini perlu ditindaklanjuti oleh guru lain guna menciptakan pembelajaran yang variatif dan menarik.
Oleh Supriyono, S.Pd
Guru IPA SMP Negeri 1 Wirosari Kabupaten Grobogan