Sastra sebagai Wahana pendidikan Karakter

Sri Wahyuninengsi, S.Pd., M.Si. SMP Negeri 34 Semarang
Sri Wahyuninengsi, S.Pd., M.Si. SMP Negeri 34 Semarang

SEMARANG – Sastra dan pendidikan karakter ibarat garam yang dilarutkan tak terlihat namun bisa dirasakan. Dia nyata namun sulit ditemukan. Bumbu yang membuat rasa makanan jadi seimbang. Dia karakter seperti perubah. Dia sastra sebagai pemanis. Merubah pendidikan menjadi lebih hidup dan bermakna. Dia pendidikan yang membentuk karakter menjadi lebih bermakna dan berbeda. Pendidikan itu jiwa, karakter itu raga, sedangkan sastra itu wadah . Mereka sulit untuk  dipisahkan.

Sastra sebagai karya seni tercipta karena adanya energi imajinatif dan luapan perasaan pengarang yang disampaikan secara lisan dan tulisan ke tengah-tengah masyarakat. Sebagai karya seni karya sastra memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karya sastra mampu membawa kita menjelajahi dunia yang penuh imajinasi. Dengan sastra kita akan mampu menemukan nilai-nilai yang terinternalisasi yaitu rasa malu,  harga diri, kerja keras, rajin, menghargai inovasi serta mempunyai visi jangka panjang.

Berdasar pada  penjelasan tersebut kita bisa melihat keterkaitan yang begitu besar antara sastra dan pendidikan karakter. Karya sastra sarat dengan nilai-nilai pendidikan ahlak yang dikehendaki dalam pendidikan karakter. Karakter dapat dirasakan lewat karya sastra yang indah. Sebuah karya sastra yang baik akan mampu menyuguhkan kehebatan karakter lewat pesan moral yang disampaikan pengarang. Pembelajaran sastra memberikan peluang yang potensial di dalam pengembangan pendidikan karakter di samping pengalaman-pengalaman estetis itu sendiri, yang disebut Wellek & Warren (1989: 35) sebagai bentuk ketenangan pikiran.

Baca juga:  Trik Mudah Taklukkan UN Bahasa Indonesia

Fenomena yang ada belakangan membuat kita  berpikir mungkinkah pembelajaran sastra mampu menjadi wahana pendidikan etika dan moral peserta didik?  Mungkinkah sastra digunakan sebagai wahana pembelajaran etika dan moral? Jika mungkin, seberapa efektifkah penggunaan cipta sastra  sebagai wahana pembelajaran karakter? Ini pertanyaan penting untuk dicermati. Sebab, walaupun sering mengandung muatan moral dan karakter, sebuah karya sastra jelas bukan kitab atau naskah etika dan moral. Karya sastra jarang sekali dijadikan kitab rujukan etika dan moral. Saat ini sastrawan tidak lagi menjadikan moral sebagai unsur utama karya sastra.

iklan

Saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis besar yang sangat membahayakan masa depan bangsa. Krisis yang dimaksud adalah krisis pendidikan karakter. Disinilah peran sastra dibutuhkan untuk menanamkan pendidikan etika dan moral bagi generasi muda. Maraknya aksi kekerasan dikalangan pelajar akhir-akhir ini menjadi bukti bahwa kita membutuhkan pendidikan moral dan karakter.  Mengapa demikian? Sebab pendidikan moral dan karakter dipandang sebagai obat mujarab untuk membereskan persoalan yang melilit bangsa Indonesia. Di samping itu, etika dan moralitas juga dipandang dapat memperkuat dan memajukan kehidupan bangsa yang bersih dan santun. Untuk itu, pendidikan khususnya pembelajaran moral dan karakter ini perlu dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Pembelajaran moral dan karakter ini harus mengutamakan contoh dan teladan nyata, bukan khotbah dan retorika, agar mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu terbentuknya manusia etis dan bermoral tanpa harus menjadi moralis.

Baca juga:  Ice Breaking kurangi kejenuhan di ruang kelas

Moral dan karakter sangat penting bagi semua orang termasuk peserta didik, lebih-lebih sekarang moral dan karakter harus dimiliki dan ditindakkan oleh semua orang. Karena itu, penanaman moral dan karakter perlu dilaksanakan melalui pembelajaran di sekolah. Hal ini membuktikan betapa pentingnya pembelajaran moral dan karakter.  Agar pembelajaran moral dan karakter tidak menjadi mata pelajaran baru dan bersifat indoktrinatif atau teoretis yang dapat membebani peserta didik, ia hendaknya diintegrasikan  dengan berbagai materi atau mata pelajaran dalam kompetensi tertentu. Berdasarkan beberan tersebut terlihat bahwa karya sastra dapat dijadikan wadah dan wahana pembelajaran moral dan karakter walaupun karya sastra bukanlah kitab moral dan karakter.  Dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, minimal karya sastra seperti cerita fantasi, fabel serta puisi rakyat  dapat dijadikan wahana apresiasi, refleksi, dan kontemplasi persoalan etis dan moral. Pada ketiga materi sastra  ini kita dapat ditemukan betapa saratnya pendidikan moral, etika dan karakter. Sebagai contoh karya sastra seperti cerita rakyat “Bawang Putih dan Bawang Merah” mengandung nilai pendidikan tentang kemanusiaan. Cerita binatang (fabel) “Kancil” juga mengandung pendidikan tentang harga diri, sikap kritis serta protes sosial. Sementara itu puisi rakyat seperti pantun, syair dan gurindam penuh dengan nilai pendidkan.

Baca juga:  Menanamkan Motivasi Belajar Permanen Pada Peserta Didik

Karakter dapat direfleksikan melalui tokoh yang dihadirkan dalam karya sastra. Melalui karya sastra, karakter pembaca akan terasa secara perlahan karena ia harus mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain (tokoh) cerita. Di sinilah terletak energi positif yang mampu diberikan sastra kepada pembaca yang secara tidak langsung akan terjadi proses sosiologis maupun psikologis.

Sri Wahyuninengsi, S.Pd., M.Si.

SMP Negeri 34 Semarang

iklan