JATENGPOS.CO.ID- Guru pada masa sekarang sangat memprihatinkan, karena terkesan sudah tidak punya predikat digugu lan ditiru, terlihat banyak pemberitaan peristiwa kriminal di Indonesia dilakukan oleh siswa-siswa di sekolah, misalnya menganiaya guru, membunuh guru, berkelahi dengan guru, mengejek guru, berkata tidak sopan, menulis tidak senonoh melalui media sosial dan lain-lain.
Dalam memperingati hari pendidikan nasional tanggal 2 Mei 2018, sangat perlu melihat dari sisi guru, yang selama ini guru kurang mendapat porsi yang cukup. Karena hal tersebut guru menjadi sosok manusia yang terkesan sebagai manusia yang mempunyai kesehatan mental . Padahal perlu diduga banyak guru yang tidak sehat mentalnya dengan kata lain banyak penyakit-penyakit mental yang menghinggapi guru.
Istilah kesehatan mental adalah istilah baru tetapi yang dimaksudkan di sini adalah kebahagiaan (sa’adah), dan mengandung arti seperti keselamatan (najat), kejayaan (Fawz) dan kemakmuran (falah). (Prof. Dr. Hasan Langgulung). Kesehatan mental yang wajar (Prof. Dr. Hasan Langgulung) yang harus dimiliki guru-guru akan mempengaruhi hasil dari konsep pendidikan, dimana pendidikan adalah alat yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Sangat diharapkan guru dapat menjalankan proses pendidikan dengan baik sehingga mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan sebenarnya.
Peraturan Pemerintah (Permen) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru di Indonesia diharapkan mempunyai empat kompetensi dalam menjalankan profesinya, yaitu Kompetensi Pedagogi, Kompetensi Keperibadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial. Intinya dalam pembelajaran adalah bagaimana seorang guru mampu melaksanakan dan mengembangkan materi (kurikulum). Secara terminologis kurikulum adalah sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan anak didik untuk mencapai kedewasaan. (M. Saekhan Muchithm M.Pd).
Guru dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah (Permen) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan mengerjakan aktivitas pekerjaannya tentu memiliki motivasi untuk mencapai beberapa tujuan-tujuan. Motivasi itulah yang merangsang guru untuk memberi kekuatan yang menggerakkan dan mendorong untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Untuk meluruskan motivasi maka perlu dijaga agar guru tidak terserang penyakit-penyakit mental seperti : Riya’, Hasad dan Dengki, Rakus, Was-was, Bicara berlebihan, melaknati orang, janji bohong, tidak jujur,berbohong, mengadukan orang lain, mencaci orang, mudah marah, cinta dunia dan harta, cinta kepada pengaruh, sombong, kebanggaan, kebakhilan. Penyakit-penyakit itu terjadi karena pada diri guru terserang suatu situasi lupa yaitu lupa kepada sang pencipta yaitu Tuhan sebagai satu-satunya Penguasa Yang Berhak Disembah.
Guru yang dalam dirinya terdapat penyakit-penyakit mental dalam bekerja dan beraktivitas tentu mempunyai motivasi untuk mengikuti keinginan-keinginan dari penyakit-penyakit yang ada pada dirinya. Misalnya pada diri guru terdapat penyakit tidak jujur, cinta dunia dan harta maka guru tesebut dalam bekerja akan berusaha mencari kekayaan yang banyak dengan cara mengambil kekayaan yang bukan haknya. Tentu hal ini menyebabkan tujuan pendidikan tidak akan terwujud.
Guru adalah manusia, dimana manusia terdiri dari rohani, jasmani dan akal. Rohani yang sehat harus diberi makanan berupa kegiatan spiritual keagamaan. Jasmani yang sehat harus diberi makanan yang bergizi dan halal. Akal yang sehat harus diberi makanan berupa penyelesaian masalah yaitu mengenyam pendidikan yang tinggi dan sesuai dengan profesi guru.
Dengan demikian guru-guru di Indonesia dapat tingkatkan kesehatan mental yang wajar dengan mengikuti kegiatan keagamaan dengan tekun, mengikuti kursus-kursus, seminar dan pelatihan-pelatihan, memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dan akhirnya guru-guru di Indonesia harus berani menghilangkan situasi lupa terhadap Tuhan.
Siti Latifah, S.Pd,M.Pd
Kepala Smp Negeri 24 Surakarta