Tingkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Make a Match

Wahyuni,S.Pd Guru SD Negeri 1 Talunombo, Baturetno, Wonogiri
Wahyuni,S.Pd Guru SD Negeri 1 Talunombo, Baturetno, Wonogiri

JATENGPOS.CO.ID, – Seorang guru selalu menghadapi siswa yang memiliki karakteristik yang unik dan berbeda-beda. Terkadang guru menghadapi siswa yang kurang perhatian dalam mengikuti  pelajaran. Menghadapi siswa yang demikian,  guru dituntut untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangakan. Salah satu di antarannya menggunakan model pembelajaran make a match. Penggunaan model pembelajaran make a match diharapkan dapat membantu kelancaran, efektivitas, dan efisiensi pemncapaian tujuan pembelajaran.

Seorang guru yang profesional  bukan  hanya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada kemampuannya melaksanakan pembelajaran yang menarik untuk siswa, sehingga lebih aktif mengikuti pembelajaran ( Sugiyanto, 2010 : 1 )

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar menggunakan  model pembelajaran. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan  (Syaiful Segala,2010 : 62 ).

Baca juga:  Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak

Model pembelajaran make a matc dikembangkan oleh Lorn Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.


Model pembelajaran make a match bisa digunakan untuk semua mata pelajaran di Sekolah Dasar ( SD ). Pelaksanaan model pembelajaran ini siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu soal. Kelompok kedua pembawa katu jawaban, dan kelompok ketiga sebagai kelompok  penilai. Besarnya anggota kelompok pertama dan kedua tergantung banyaknya soal yang disajikan. Sedangkan kelompok penilai hanya terdiri dari dua orang atau tiga orang.

Dalam pelaksanaannya, kelompok satu,  kelompok dua dan kelompok tiga berdiri saling berhadapan membentuk huruf “U”.  Guru memberi aba-aba dengan meniup peluit agar kelompok pertama atau kelompok pembawa soal bergerak mencari pasangan kelompok kedua sebagai pembawa jawaban. Setelah terbentuk pasangan-pasangan pertanyaan-jawaban, masing-masing  pasangan  menunjukkan kepada  kelompok penilai. Kelompok penilai melaporkan kepada guru, apakah pasangan yang terbentuk sudah cocok  atau belum. Guru memberi poin kepada kelompok yang paling awal menemukan pasangannya. Kegiatan tersebut diulang sampai setiap siswa mendapat peran.

Baca juga:  WA untuk Media Pembelajaran

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a match mensyaratkan anak aktif untuk  mengikuti kegiatan. Tanpa disadari model tersebut menerapkan model belajar sambil bermain.

Tidak kita pungkiri, setiap model pembelajaran tentunya mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model pembelajaran make a match antara lain terciptanya suasana belajar yang aktif, menarik perhatian siswa, suasana kegembiraan tumbuh dalam proses pembelajaran, kerja sama antar siswa terwujud dinamis, serta dinamika gotong royong yang merata pada siswa. Adapun kelemahan model pembelaran ini adalah perlunya bimbingan guru dalam kegiatan, waktu perlu dibatasi agar siswa tidak terlalu banyak bermain-main, guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadahi, serta dapat  menimbulkan keributan jika jumlah siswa banyak, apabila guru kurang bijaksana dalam mengelola kelas.

Baca juga:  Covid-19 : Komunikasi Pemerintah, sudah baik kah?
 Model pembelajaran ini bisa kita jadikan alternatif untuk menyajikan pembelajaran yang kreatif, efektif, inovatif   dan menyenangkan khususnya untuk siswa Sekolah Dasar. Dengan demikian diharapkan model mempelajaran make a match dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.

Wahyuni,S.Pd

Guru SD Negeri 1 Talunombo, Baturetno, Wonogiri