SOLO – Warga Serengan, Kota Solo, Karmini Mahfud (65) melalui Juned Wijayatmo selaku kuasa hukum, mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo terkait penghentian laporan dugaan kasus mafia tanah yang terjadi di Kartasura, Sukoharjo.
Termohon praperadilan dalam perkara ini adalah Kapolres Sukoharjo termohon I, Kapolda Jawa Tengah termohon II, Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri termohin III, Kompolnas termohon IV, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) termohon V.
Praperadilan berkaitan dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) Nomor SPPP/05/Res.1.6/2023 Reskrim tertanggal 3 April 2023. Surat tersebut menyangkut sengketa sertifikat tanah Hak Milik (HM) dengan nomor 5649 seluas 588 m² dan nomor 5650 seluas 530 m².
Indikasi Pemalsuan Surat-Surat
Juned mengungkapkan bahwa kasus ini berawal dari dugaan pemalsuan dokumen atau akta otentik oleh terlapor berinisial JT warga Semarang. Dokumen yang dipalsu, mulai dari KTP, surat jual beli, hingga dokumen kepengurusan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lokasi tanah yang disengketakan berada di Jl Slamet Riyadi, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
“Terdapat indikasi kuat bahwa semua dokumen yang digunakan dalam proses ini adalah palsu. Dokumen yang seharusnya hanya membantu pengurusan tanah justru diubah menjadi seolah-olah terjadi transaksi jual beli tanpa sepengetahuan pemilik tanah,” ujar Juned.
Selaku kuasa hukum, Juned menyebutkan bahwa pihaknya juga telah mengajukan gugatan perlawanan eksekusi di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Dalam proses persidangan, saksi ahli yang dihadirkan memberikan keterangan bahwa prosedur yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.
“Proses awalnya tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, sehingga tindakan pengambilalihan tanah tersebut cacat hukum. Pemilik tanah tidak pernah mengetahui, apalagi memberikan persetujuan untuk transaksi tersebut,” tegas kuasa hukum.
Praperadilan ini diharapkan dapat membuka fakta baru dan memastikan keadilan bagi Karmini Mahfud sebagai pemilik sah tanah. Kuasa hukum menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini, mengingat dugaan keterlibatan pihak-pihak yang memiliki wewenang dalam proses administrasi tanah.
“Kami berharap pengadilan dapat mengungkap kebenaran, serta memberikan perlindungan hukum kepada klien kami yang menjadi korban mafia tanah,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dugaan praktik mafia tanah yang merugikan banyak pihak, khususnya pemilik tanah sah. Proses praperadilan akan menjadi langkah awal untuk memastikan penegakan hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.(dea)