Berdsarkan data dari dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah 60 ribu orang sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun menjadi 4,99% pada Februari 2020. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT Sekolah Menengah Kejuruan masih menduduki peringkat tertinggi yaitu sebesar 8,49%. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor diantaranya adalah minimnya lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang dihasilkan oleh SMK tiap tahunnya. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah berusaha melalui program revitalisasi SMK yang tujuannya membekali setiap lulusan dengan keterampilan yang siap terjun di dunia usaha sebagai pekerja maupun berwirausaha secara mandiri.
Fenomena lain yang terjadi adalah. rendahnya minat berwirausaha dari lulusan SMK. Mindset yang ada adalah bukan menciptakan lapangan kerja akan tetapi setelah lulus mereka harus bekerja di mana sebagai apa dan berapa bayaran yang akan mereka terima. Ketergantungan lulusan untuk bekerja sangatlah tinggi.
Berkembangnya isu bahwa SMK sebagai penyumbang angka pengangguran terbanyak merupakan tamparan keras buat guru. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Karena tidaklah mudah mengubah isu yang sudah beredar secara instan. Perlu banyak waktu, energy dan dukungan dari semua pihak untuk mengatasinya. Berbagai  cara dilakukan agar output SMK lebih baik lagi dengan melakukan pembenahan dalam pembelajaran baik dalam metode, pendekatan, media dan sarana dan prasarana. Metode pembelajaran yang dilakukan salah satunya adalah dengan menerapkan pemebelajaran berbasis kerja. Pembelajaran berbasis kerja diharapkan dapat menumbuhkan minat siswa untuk berwirausaha.
Pembelajaran berbasis tempat kerja/ Work Based Learning  (WBL) adalah pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan tempat kerja untuk menstrukturkan pengalaman-pengalaman yang didapat di tempat kerja berkontribusi pada sosial, akademik, dan pengembangan karir pembelajar dan menjadi suplemen dalam kegiatan pembelajaran. Pengalaman belajar di tempat kerja diaplikasikan, diperhalus, diperluas dalam pembelajaran baik di kampus maupun di tempat kerja. Dengan WBL, pembelajaran mengembangkan sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), pencerahan (insight), perilaku (behavior), kebiasaan (habits), dan pergaulan (associations) dari pengalaman–pengalaman kedua tempat dan memungkinkan terjadi pembelajaran yang terkait dengan aktivitas bekerja nyata (real-life work activities) (Lynch & Harnish, 1998)
Pembelajaran praktek pembuatan busana industry dengan menerapkan metode WBL dengan langkah-langkah membuat perencanaan pembelajaran yang melibatkan siswa berperan aktif diantaranya dengan membuat kelompok kecil, membuat perencanaan usaha pembuatan busana, membuat perncanaan produksi dan membuat perencanaan pemasaran. Pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan peralatan dan teknologi yang modern. Peran guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan jika dimungkinkan sekolah mendatangkan guru tamu dari wirausahawan sukses untuk memberikan motivasi kepada siswa.
Manfaat yang diperoleh dari metode work based learning adalah siswa melakukan pembelajaran praktek sesuai dengan kondisi riil berwirausaha sehingga dapat menumbuhkan minat berwirausaha. Selain itu manfaat yang diperoleh yaitu mengembangkan kebiasaan praktek dan perilaku positif terkait dengan pekerjaan termasuk kemampuan untuk berpikir kritis, menyelesaikan masalah, bekerja dalam tim dan menyelesaiakn persoalan serta menumbuhkan kesadaran akan peluang atau kesempatan untuk membuka usaha dengan produk sesuai pangsa pasar yang ada.
Penanaman nilai-nilai kerja, kesadaran bekerja, dan minat berwiarusaha sangatlah penting dalam pendidikan jenjang vokasi, sehingga kualitas lulusan yang diperoleh mampu bersaing dalam dunia usaha dan dunia kerja. Â Pembinaan minat berwiarusaha diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya menurunkan tingkat pengangguran terdidik dari lulusan Sekolah Menegah Kejuruan. Vokasi kuat menguatkan Indonesia.
Oleh:
Farkhatun,S.Pd
Guru Tata Busana SMK Negeri 1 Brebes