Pendidikan Kemandirian, Pentingkah?

Oleh: Drs. Sutarto, M.Si Guru SMP Negeri 1 Ngawen, Klaten
Oleh: Drs. Sutarto, M.Si Guru SMP Negeri 1 Ngawen, Klaten

JATENGPOS.CO.ID, – Seringkali terdengar predikat “anak mami” atau “anak papi” yang dialamatkan kepada anak- anak yang memiliki ketergantungan tinggi kepada orang tuanya. Banyak di antara anak-anak yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri dari hal-hal kecil. Mereka banyak menggantungkan pada orang tua dari keperluan-keperluan yang seharusnya dapat melakukannya. Pendidikan di rumahpun rata-rata tidak mengarahkan anak didik menjadi anak yang mandiri. Misalnya budaya menyuapi anak berjalan terus sampai paling tidak berumur lima sampai enam tahun. Sampai- sampai ada sindiran, ketika di SD makan masih disuapi ibunya, ketika jadi temanten simbulnya suap- suapan bahkan ketika jadi pejabat masih ingin disuap.

Hal di atas menyiratkan betapa lemahnya kemandirian anak- anak kita. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak kurang mandiri, di antaranya orang tua yang merasa khawatir anaknya tidak dapat melakukan pekerjaan dengan sempurna sehingga dibantu penuh. Selain itu orang tua tidak melatih dan memberi kepercayaan kepada anak untuk berbuat sesuatu sehingga anak menjadi manja. Hal ini akhirnya menjadi kebiasaan anak menggantungkan pada bantuan orang tua.

Pendidikan yang memanjakan anak merupakan cara mendidik yang keliru. Dalam istilah Jawa “Welas Tanpa Alis”, maksudnya kasih sayang yang diberikan orang tua berlebihan sehingga berakibat tidak baik. Orang tua maupun guru memiliki tugas untuk mendidik kemandirian anak. Guru tidak hanya berupaya mencerdaskan siswa tetapi juga membantu perkembangan jiwa kemandirian(self dependence). Pendidikanharusmampumenumbuhkankemampuanuntukberswadayadanmandiridalamkehidupan.  Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri.

Pendidikan kemandirian merupakan pendidikan untuk membantu anak agar mampu  mengelola waktu, berjalan dan berfikir secara mandiri, kemampuan mengambil resiko dan memecahkan masalah (Parker, 2006: 226). Dalam dunia pesantren dalam mendidik para santrinya agar mandiri dengan jargon Al-I’timadu ‘Ala an-NafsiAsasun Najah (berdiri di atas kaki sendirisebagai kunci kesuksesan), sehigga pendidikan kemandirian menjadi hal yang penting.

Bagaimanakah cara mendidik kemandirian anak? Pendidikan kemandirian ini hendaknya dilakukan oleh orang tua maupun guru sejak dini. Hal ini disesuaikan dengan usia anak, misalnya ketika anak belum sekolah orang tua memberikan pendidikan bagaimana mengatur kehidupan diri mereka sendiri : misalnya, makan, ke kamar mandi dan membersihkan gigi.Pada tahap ini para pendidik melakukan kontrol secara total. Namun ketika anak mulai sekolah orang tua mengajari  mereka membersihkan tempat tidur dan memakai pakaian sendiri.Ketika anak bertambah usia di SD orang tua hendaklah mulai memberi tanggungjawab kepada anak, misalnya menjaga kamarnya tetap rapi, meletakkan pakaian kotor di tempat pakaian kotor dan menata alat- alat perlengkapan sekolah di kamar belajar.Sedangkan di sekolah, guru dapat memberikan tugas- tugas mandiri.

Adapun ketika anak- anak sudah seusia SMP, guru dapat memberikan pendidikan untuk mendidik kemandirian melalui berbagai kegiatan, misalnya : (1) melalui keterampilan hidup (life skill) : bahwa dengan memiliki keterampilan- keterampilan praktis, memiliki peluang untuk bekerja maka akan memungkinkan sebagai bekal untuk hidup mandiri di tengah- tengah masyarakat. Misalnya diberikan keterampilan menjahit, memasak, bertani dan lain- lain.Jadi melalui proses belajar keterampilan hidup diharapkan kelak seorang anak akan menjadi pribadi yang mandiri dan sebagai anggota masyarakat yang bertanggungjawab. (2) melalui organisasi OSIS : dengan melalui organisasi OSIS maka siswa dididik untuk memimpin atau dipimpin dalam organisasi. Dalam kegiatan ini pula siswa dilatih untuk bertanggungjawab atas tugas yang diemban.(3) melalui kegiatan ekstrakurikuler : dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka bakat dan minat siswa akan berkembang sehingga dapat menumbuhkan jiwa kemandiriannya. (4) memberi tugas yang bervariasi baik tugas perorangan maupun kelompok sehigga anak diharapkan berkembang secara utuh.

Dengan demikian pendidikan yang dilakukan orang tua maupun guru jangan sampai mengesampingkan pembentukan kemandirian anak. Apabila hal ini dikesampingkan maka kelak akan terbentuk pribadi- pribadi yang kurang mandiri. Akhirnya masyarakatnyamenggantungkan diri pada pihak lain dan pada gilirannya akan menjadi bangsa yang bermental kurang mandiri. Semoga dengan upaya pendidikan kemandirian, generasi mendatang memiliki jiwa kemandirian yang kuat karena persaingan global semakin berat.

Oleh: Drs. Sutarto, M.Si

Guru SMP Negeri 1 Ngawen, Klaten