JATENGPOS.CO.ID, – Guru sebagai garda depan pendidikan, pengajar danĀ pendidik, dituntut memiliki peran lebih sebagai upaya pengembangan profesionalnya. Tuntutan guru tidak hanya sebatas mengajar, mendidik, menilai, mengarahkan, dan mengevaluasi. Guru harus mampu membentuk SDM yang memiliki nilai beda dan nilai lebih. Salah satu permasalahan guru hari ini adalah tuntutan pendidikan dengan menyampaikan pembelajaran yang inovatif.
Guru bahasa Indonesia sebagai pendidik profesional dapat melakukan beberapa terobosan. Upaya real yang dapat dilakukan guru dalam rangka mengembangkan keprofesionalannya adalah menerapkan dengan mengimplementasikan pengintegrasian tambahan yang terdapat dalam RPP kurikulum 2013 edisi revisi. Integrasi tersebut meliputi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), budaya literasi, kolabrasi ketermpilan abad 21 yang dikenal dengan istilah Ā 4C (Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative); dan penilaian HOTS (Higher Order Thinking Skill).
Penguatan pendidikan karakter menjadi isu yang hangat tatkala meningkatnya kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan siswa. Dalam konteks PPK kurikulum 2013 edisi revisi, karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.
Kaitannya dengan mata pelajaran bahasa Indonesia, lima karakter tersebut dapat diintegrasikan lewat kegiatan pembelajaran yang terencana. Penguatan pendidikan karakter bisa dilaksanakan dengan mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. Variasi model, metode, strategi, teknik, dan taktik pembelajaran yang dipadukan dengan media dan teks yang kontekstual akan memupuk karakter siswa.
PPK berkaitan erat dengan literasi. Melalui literasi akan tercipta generasi yang memiliki karakter sesuai dengan jabaran PPK. Tujuan dari PPK akan tercapai manakala kegiatan literasi sudah berjalan dengan baik. Konteks literasi dalam pembelajaran sangat luas. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Untuk meraih itu tentu diperlukan keterampilan abad 21 yaitu wawasan tentang 4C yaitu Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation. Tantangan global yang kompetitif harus dihadapi dengan mengerahkan kemampuan terbaik. Problematika pendidikan yang sudah berjalan hingga hari ini adalah luaran yang dihasilkan berfokus pada penguasaan hardskill. Guru harus tahu bahwa kecerdasan tidak hanya terpaku pada hardskill. Bahkan beberapa survei mengatakan bahwa kemampuan hardskill hanya dibutuhkan 20% di lapangan kerja. Sisanya adalah softskill.
Kegiatan penilaian merupakan langkah yang tidak bisa ditinggalkan dari pembelajaran selain perencanaan dan pelaksanaan. Penilaian HOTS, bukan berarti menyajikan permasalahan atau pertanyaan yang sulit, HOTS lebih mengarah ke kemampuan berpikir kritis. Kritis dalam menganalisis permasalah untuk menemukan solusi. Guru dapat mengembangkan penilaian HOTS dengan memberikan stimulus yang relevan dan kontekstual. HOTS tidak hanya mengajak siswa menjawab soal, tetapi tujuan tertingginya adalah melatih kemampuan anak untuk create atau menciptakan sesuatu. Ini bisa dikaitkan dengan kemampuan kreatif dan inovatif.
Upaya real yang dapat dilakukan sebagai pengembangan profesional guru adalah melaksanakan dengan saksama integrasi PPK, literasi, 4C, dan HOTS dalam kegiatan pembelajaran. Dengan stimulus, rujukan, model, strategi, dan metode yang kontekstual dan relevan diharapkan guru mampu mengembangkan keprofesionalnya sebagai upaya menghasilkan luaran yang berkarakter, memiliki nilai lebih, dan bersaing di taraf internasional.
Jusiphie Swasti Putra Utami