Pembelajaran matematika, kurang di hati siswa-siswanya. Masykur (2007:34) berpandangan bahwa matematika oleh sebagian besar siswa masih dianggap momok, ilmu yang kering, teoritis, penuh dengan lambang-lambang, rumus-rumus yang sulit dan sangat membingungkan. Anggapan tersebut sudah melekat pada siswa, sehingga berdampak negatif terhadap proses pembelajaran. Siswa menganggap bahwa pembelajaran matematika yang diikuti di sekolah kurang menarik dan kurang menyenangkan sehingga mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi kurang memuaskan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu alat bantu pembelajaran yaitu alat peraga.
Piaget dalam Suherman (2003:40) berpendapat bahwa siswa yang berfikirnya masih pada tahap konkret mengalami kesulitan untuk memahami operasi logis dan konsep pembelajaran tanpa alat bantu dengan alat peraga. Alat peraga dalam proses pembelajaran memegang peranan yang penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif. Menurut Kochhar (2008:214) alat peraga adalah perlengkapan yang menyajikan satuan-satuan pengetahuan melalui stimulasi pendengaran, penglihatan atau keduanya untuk membantu pembelajaran. Materi FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) merupakan salah satu materi yang dirasa sulit oleh sebagian besar siswa dalam pembelajaran di sekolah dasar. Sehingga dalam pembelajaran diperlukan alat peraga yang dapat membuat siswa termotivasi dan merasa asyik mengikuti pembelajaran. Salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika adalah dengan penggunaan Dakota (Dakon Matematika) sebagai implikasi pembelajaran FPB dan KPK. Dakota menggabungkan antara permainan tradisional dan pembelajaran matematika. Diharapkan selain mampu menjadi media pembelajaran matematika yang menyenangkan juga mampu melestarikan salah satu permainan tradisional yaitu dakon/congklak.
Sebelum memulai pembelajaran dan menggunakan alat peraga Dakota, siswa dipastikan harus paham konsep perkalian terlebih dahulu. Kemudian guru mulai memperkenalkan konsep kelipatan dan faktor persekutuan. Barulah guru bisa mendemonstrasikan alat peraga Dakota. Diawali dengan memberikan soal mudah terlebih dahulu, misal mencari KPK dari bilangan 2 dan 3. Untuk mencari KPK, siswa memasukkan biji dakon ke dalam lubang yang merupakan kelipatan bilangan tersebut. Lihat lubang yang terdapat dua biji dakon lalu pilih bilangan yang terkecil. Sedangkan untuk mencari FPB, siswa memasukkan biji dakon ke dalam lubang yang merupakan faktor dari bilangan tersebut. Lihat lubang yang terdapat dua biji dakon lalu pilih bilangan terbesar.
Setelah siswa dirasa paham cara bermain Dakota, siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok berisi 4 siswa, lalu diberi kesempatan untuk maju. 4 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, 2 siswa diberi tugas mencari KPK dan 2 siswa diberi tugas mencari FPB sambil berinteraksi dengan teman-teman sekelas membantu menjawab kelipatan dan faktor dari soal. Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran sampai kelompok terakhir. Di akhir pembelajaran, siswa dapat menyimpulkan materi tentang KPK dan FPB.
Siswa sangat antusias mengikuti kegiatan pembelajaran ini. Mereka belajar dengan segenap kemampuan, karena mereka menyukai hal yang mereka pelajari dan senang terlibat dalam pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa mengenai KPK dan FPB menjadi meningkat. Sebagian besar siswa kelas 5 mampu memecahkan soal dengan mudah.
Ternyata menyelesaikan soal KPK dan FPB dengan Dakota membuat siswa menjadi lebih aktif dan memperoleh pembelajaran yang bermakna. Melalui kerja kelompok, siswa terlatih dalam berkomunikasi, menimbulkan motivasi (rasa keingintahuan) dan keceriaan saat mempraktekkan. Sehingga, menjadikan pembelajaran ini lebih mengasyikan dari pembelajaran sebelumnya.
Heni Riwayati, S.Pd
Guru SD Negeri Tretep, Tretep, Temanggung