JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Tidak semua orang tua yang punya jabatan penting mengkader anaknya agar mengikuti jejaknya. Itulah mendiang Tjahyo Kumolo. Mantan menteri Dalam Negeri era Jokowi itu membiarkan anaknya mengalir dengan jalanya sendiri dalam meniti karier.
“Padahal Bapak punya jabatan panjang di partai politik, pernah jadi Sekjen PDIP, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia atau KemenPAN-RB, dan masih banyak lagi. Tapi itulah Bapak, tidak mau memaksa anaknya mengikuti jejaknya,”kata Rahajeng Widyaswari Tjahyo Kumolo, anak pertama Tjahyo Kumolo, saat podcast dengan Jateng Pos TV, di rumahnya kota Semarang, Senin, 9 Oktober 2023.
Maka wajar, hingga meninggalnya Tjahyo Kumolo pun, tidak ada anaknya yang ikut terjun di dunia politik. Dari tiga anaknya, masing-masing bekerja profesional menjadi dokter, ibu rumah tangga, dan bahkan ada yang menjadi pilot pesawat.
“Saya sebagai anak pertama jadi dokter gigi seperti Ibu saya, adik nomer dua menjadi ibu rumah tangga, dan adik saya ketiga, laki-laki jadi kapten pilot,”kata Ajeng, panggilan akrabnya.
Kenapa Tjahyo Kumolo tidak mengkader anaknya untuk terjun politik? Menurut Ajeng, selain karena pernah berpesan politik itu keras, bapaknya tidak mau menawari atau memaksa anaknya.
“Itulah Bapak, tidak mau aji mumpung, mumpung menjabat anaknya akan diberi jabatan juga. Kecuali anak-anaknya ada yang menawarkan diri, mungkin Bapak akan membantunya,”tambah Ajeng, istri ahli IT yang rumah aslinya di Jakarta itu.
Kini, setelah sang ayah tiada dan dunia terus berubah, Ajeng sebagai anak pertama baru berfikir. Ada baiknya diantara tiga anak almarhum Tjahyo Kumolo mencoba mengikuti jejak sang ayah terjun politik. Maka, wanita berusia 38 tahun itu, memantapkan diri maju menjadi calon anggota lesgislatif (caleg). Ajeng yang wajahnya mirip artis Wulan Guritno itu maju caleg DPR RI Dapil Jateng I (Kota Semarang, Kendal, Kab Semarang, dan Salatiga).
“Setelah diskusi sama keluarga, para senior partai, para sahabat, akhirnya kami memantapkan diri maju calon wakil rakyat untuk mengikuti jejak almarhum Bapak. Mohon doanya semoga lolos ke Senayan,”kata Ajeng.
Ajeng maju Daerah Pemilihan Dapil Jateng 1 (Dapil Jateng 1), yang dikenal Dapil Neraka. Di Dapil ini bersaing dengan caleg-caleg besar dan kuat. Di internal PDIP sendiri ada Moch Herviano, incumbent yang juga anak Direktur BIN Budi Gunawan. Dari partai Demokrat ada Yoyok Sukawi yang juga incumbent dan owner PSIS. Dari Nasdem ada incumbent Fadholi. Belum lagi dari PKS, Golkar, PKB, Gerindra dll. Dapil Jateng 1 ada 8 kursi. Selama ini PDIP selalu dapat 2 kursi. Partai lain satu kursi.
“Kenapa ya orang menyebut Dapil neraka, apa ada yang sudah pernah ke neraka sehingga menyebut Dapil neraka? Bagi saya sebenarnya semua Dapil sama. Harus berjuang. Dengan masuknya saya, semoga PDIP tahun 2024 dapat 3 kursi,”harapnya.
Untuk bisa lolos, Ajeng menelargetkan menang tebal. Diusahakan minimal meraih 100 ribu suara. Selama ini suara terbanyak Dapil 1 sampai 171 ribu suara, diraih Yuliari Batubara dari PDIP. Mochamad Herviano sekitar 141 ribu suara.
Ajeng meminta doa jika kelak jadi wakil rakyat bisa mencontoh Bapaknya yang sederhana. “Almarhum Bapak meninggalkan kesederhanaan, mencintai keluarga, Bapak berpesan hidup ini jangan berlebihan, yang panting cukup. Mobil tidak usah mewah yang penting ada AC, apa bedanya rumah bertingkat dengan rumah biasa, sama saja. Yang penting nyaman buat tidur,”kata Ajeng sambil menteskan air mata.
Bukti keserhaan itu, kata Ajeng, Bapaknya tidak pernah minta pengawalan kepada keluarganya. Kalau macet di jalan tidak pernah memaksa pengguna jalan lainya minggir. “Padahal Bapak pejabat negara, pejabat partai, tapi kami anak-anaknya bersama Ibu pergi ke pasar seperti warga lainya, tidak ada pengawalan. Bapak tidak mau berlebihan,”imbuh Ajeng lagi.
Yang membuat Ajeng terkesan, mendiang Tjahyo Kumolo sangat mencintai cucu-cucunya. “Saking sayangnya, Bapak kalau tidur sering ngelonin cucu bareng kami satu kamar, padahal Bapak punya kamar sendiri. Itulah yang membuat saya merasa Bapak itu masih ada di tengah-tengah kami,”tutup Ajeng. (jan)